Saturday, January 1, 2011

Suporter yang Membanggakan

PESTA rakyat itu berakhir membanggakan. Meski gagal meraih gelar Piala AFF untuk pertama kalinya, tim nasional Indonesia arahah pelatih Alfred Riedl berhasil membuat rakyat negeri ini bangga.

Ya, Firman Utina dan kawan-kawan tak hanya mampu mengalahkan Malaysia dua kali-meski harus kalah dari lawan yang sama di laga menentukan. Mereka juga berhasil membuat suporter dari seluruh Indonesia bersatu.

Lihatlah, betapa meriahnya Senayan selama digelar Piala AFF, Desember lalu.  Bahkan, bagi saya, lebih meriah daripada Pemilu yang merupakan pesta rakyat sesungguhnya.  Tak ada gontok-gontokan, tak ada saling hujat, ataupun saling menjatuhkan. Semua sepakat, dengan sukarela, menyandang “merah-putih” sebagai warna kebangsaan. Slogan “Gaurda di dadaku” pun begitu melekat hingga ke lubuk hati yang paling dalam.

Semangat suporter Indonesia memang luar biasa. Tak kalah dengan nasionalisme Irfan Bachdim atau Cristian Gonzaas yang baru kali ini memperkuat tim nasional. Suporter Indonesia, merekalah pemain ke-12, yang punya peran penting mengantar “Garuda” hingga melaju ke final.

Fenomena suporter Indonesia di Piala AFF kali ini memang menakjubkan. Sepanjang 35 tahun hidup saya, belum pernah saya menyaksikan semangat dan antusias yang begitu menggebu seperti ditunjukkan suporter kita, kali ini.

Bayangkan, untuk mendapatkan tiket pertandingan, mereka rela mengantre berhari-hari, bahkan ada yang sampai menginap segala. Hujan, panas, sama sekali bukan halangan untuk menunjukkan kecintaan terhadap tim nasional. Mereka juga tidak hanya datang dari Jakarta. Ada yang datang dari Surabaya, Lamongan, Palembang, bahkan Makassar!

Memang, sempat terjadi kerusuhan. Namun, itu terjadi lantaran kerja PSSI yang amatiran dalam soal distribusi tiket. Di luar itu, saat mendukung timnas, apakah kita pernah mendengar suporter bertindak anarkis? Tidak!

Ketika digelar final kedua, 29 Desember lalu, saya bergidik saat melakukan “sidak” ke Senayan. Lautan orang dengan kostum warna merah, hadir dengan satu kebanggaan, mendukung tim nasional yang sangat mereka cintai. Meski saya tahu, sejak awal, mereka ragu, timnas bisa membalas ketinggalan 0-3.

Namun, mereka toh tetap gegap-gempita mendukung “Tim Merah-Putih” di lapangan. Mereka sama sekali tak berniat membalas perlakuan suporter Malaysia yang memalukan di final pertama.

Memang, sekali terlihat di layar kaca , kiper Malaysia, Khairul Fahmi, mendapat sorotan laser. Namun, sudah. Setelah itu, mereka, para suporter, fokus mendukung timnas di lapangan. Menyanyikan lagu yang membakar semangat, meneriakkan yel-yel yang penuh rasa patriotisme.

Di dalam stadion, tak ada lagi perbedaan. Mereka, dengan warna merah, semua menjadi satu. Hebat! Itulah sanjungan yang tepat untuk semua yang suporter Indonesia, termasuk beberapa Kompasianers, yang menyempatkan diri datang ke Gelora Bung Karno. Maka itu, kemenangan 2-1 pun menjadi kado yang begitu berharga, meski kita gagal juara.

Semoga, semangat dan antusias ini tetap terpelihara dan tak terganggu intrik-intrik yang kerap terjadi di tubuh otoritas sepak bola tertinggi di negeri ini. Ya, semoga, mereka, para suporter, tetap bersemangat mendukung “Tim Merah-Putih”.

Februari mendatang, Timnas U-23 akan menjamu Turkmenistan di ajang Pra-Olimpiade. Kemudian, November mendatang, kita akan menjadi tuan rumah Sea Games ke-26. Semoga, mereka, para suporter, tetap berada di sana, mendukung timnas dengan penuh kebanggaan. Semoga mereka tetap menjadi suporter yang membanggakan.

Selamat Tahun Baru 2011, semoga tahun ini lebih daripada tahun lalu.

No comments:

Post a Comment