Thursday, April 18, 2013

Pangeran Sesungguhnya

FRANCESCO TOTTI (foto:ciaonews)
FRANCESCO Totti ibarat candu bagi suporter AS Roma. Kehadirannya di lapangan, selalu membuat “Romanisti”—julukan untuk suporter Roma—semakin kencang berteriak, menari, bernyanyi mendukung klub dengan julukan “I Giallorossi” ini.

Kini, “sang candu” telah berusia lebih dari 20 tahun sejak pertama kali melakukan debut di laga lawan Brescia di bawah arahan pelatih Vujadin Boskov. Namun, kecintaan tifosi kepada sosok berusia 36 tahun ini tak pernah pupus.

Totti, suami artis cantik Italia, Ilary Blasi ini tetap dipuja. “Il Principe” alias “Sang Pangeran”, begitu dia dipanggil, seperti juga  Giuseppe Giannini, legenda Roma di era 1980 dan 1990-an. Tapi, media Italia juga kerap menjulukinya “Il Bimbo d’Oro” atau “Si Bocah Emas”, “Er Pupone”, “Il Gladiatore”, bahkan “Il Re di Roma” alias “Raja Roma”.

Seperti juga Giannini, yang sukses mengantarkan Roma jadi kampiun Seri A 1982/83, Totti pernah membawa Roma jadi yang terbaik di Italia, musim 2000/01 saat dilatih Fabio Capello. Plus tentu saja gelar-gelar lainnya, seperti Piala Italia (2006/07, 2007/08), Piala Super Italia (2001, 2007).  Bahkan, lebih hebat dari Giannini, Totti pernah enam kali membawa “I Giallorossi” menutup musim sebagai runner-up, terakhir musim 2009/10.

Musim ini, Totti juga berpeluang membawa Roma meraih gelar Piala Italia kesepuluh mereka. Pasalnya, Rabu (17/4) atau Kamis dini hari WIB, Roma sukses menyingkirkan Internazional di semifinal kedua dengan skor 3-2. Sebelumnya, di laga pertama Roma juga menang 2-1. Di final nanti, Roma akan berhadapan dengan rival sekota mereka, SS Lazio.

Dari torehan pribadi, Totti juga lebih gemilang dibanding Giannini. Totti, misalnya, pernah lima kali dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Italia. Sementara di musim 2006/07, Totti menyabet gelar Capocannoniere alias pencetak gol terbanyak sebagai bukti ketajamannya dengan torehan 26 gol.

Namun, yang paling fenomenal tentu saja “gelar” Totti sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa di Seri A yang masih aktif, dengan 227 gol dari total 528 penampilan.

Wajar, memang, jika Totti amat dicintai tifosi Roma. Bukan soal gelar dan kepiawaiannya menggocek bola saja sebenarnya. Tapi, lebih kepada loyalitas seorang Totti. Padahal, jika mau, dia bisa saja bergabung dengan klub-klub “raksasa” Eropa, saat kariernya benar-benar menjulang beberapa musim lalu.

Tapi, Totti selalu bergeming setiap ada tawaran
datang. Termasuk tawaran dari klub kaya Spanyol, Real Madrid, enam tahun lalu. Bagi Totti, memang hanya ada satu klub: Roma!

Maka itu, meski saat ini, ketika kontrak terakhirnya yang kadaluwarsa musim panas nanti belum juga diperpanjang, Totti tak tampak gamang. Sebab, bagi Totti dan Roma, perpanjangan kontrak hanyalah formalitas.  “Saya ingin menutup karier di klub ini,” ujar Totti, suatu ketika.

Totti memang tak ingin seperti Giannini yang menutup karier di Novara, usai hengkang dari Roma. Totti ingin seperti Paolo Maldini (AC Milan) yang hanya membela satu klub sepanjang kariernya, sejak junior.

Totti memang identik dengan  Roma. Dia lahir dan tumbuh sebagai Romanista. Dan, di laga lawan Brescia, 28 Maret 1993, saat Totti berusia 16 tahun, seperti merupakan penahbisan dirinya sebagai Romanista yang sesungguhnya.

No Totti, No Party
Di lapangan, Totti juga tak hanya unjuk kemampuan teknik, melainkan juga merupakan motivator ulung bagi rekan-rekannya, terutama pemain muda. Singkat kata, semua pemain Roma tenang, jika ada Totti di lapangan. Hingga muncul istilah, “No Totti, no party”.

Totti yang lahir pada 27 September 1976 juga idaman para pelatih, termasuk Zdenek Zeman yang pernah dua periode (1997-99 dan 2012-13) menangani Roma. Dulu, di periode pertama melatih Roma, Zeman kerap ditanya wartawan tentang penilaiannya terhadap pemain Italia. Dan, saat diminta menyebutkan tiga pemain terbaik Italia versinya, Zeman selalu menjawab, “Totti…Totti…Totti!” Ya, bagi Zeman, memang tak ada pemain (Italia) sebaik Totti.

Di mata tifosi, Totti juga sosok anutan. Ayah Cristian dan Chanel ini selalu menjaga perasaan tifosi, termasuk juga menjaga imejnya sebagai anutan. Lihat saja kehidupan rumah tangganya dengan Ilary. HIngga saat ini, tak sekalipun ada berita miring tentang mereka berdua.

Di luar lapangan, Totti juga punya rasa empati yang sangat tinggi. Sering dia memberikan motivasi kepada tifosi yang kurang beruntung. Bahkan, belum lama ini, Totti secara terang-terangan menyebut  legenda Italia, Silvio Piola sebagai salah satu idolanya. Padahal, semua orang tahu, Piola adalah mantan bintang Lazio, musuh bebuyutan Roma.

Totti bahkan memberikan kostum Roma yang sudah ditanda tanganinya kepada cucu Piola yang datang mengunjunginya saat Roma menggelar latihan di Novara, sebelum semifinal Piala Italia lawan Inter.

Ya....Totti memang superstar. Bagi tifosi Roma, dia jauh lebih lebih hebat daripada seorang rockstar, bahkan politikus sekalipun. Karena, Totti adalah pangeran! Ya.. dialah Pangeran Roma yang sesungguhnya.*

Friday, April 12, 2013

Jerman atau Spanyol?

YA, mungkin itulah pertanyaan yang langsung tersembul di benak kita usai bola-bola undian menuntaskan drawing semifinal Liga Champions 2012/13 yang digelar di Nyon, Swiss, tadi malam. Maksudnya, apakah laga final di Stadion Wembley, London, Inggris, 25 Mei nanti akan menggelar laga dua finalis asal Jerman, atau Spanyol?

Ya, kemungkinan itu memang sangat besar. Ya, pasalnya, alih-laih menggelar all-German semifinal atau all-Spanish semifinal, hasil undian justru “memisahkan” dua klub Spanyol dan Jerman.

Wakil utama Spanyol, Real Madrid, juara Liga Champions sembilan kali akan menghadapi Borussia Dortmund. Sementara  rekan senegara Madrid, Barcelona, yang musim lalu juga sukses menembus semifinal, ditantang klub Jerman lainnya, Bayern Muenchen. Laga pertama akan digelar pada 23 dan 24 April. Sementara leg kedua dimainkan 30 April dan 1 Mei.

Jika begitu, kita tentu bisa berharap “el clasico” antara Madrid vs Barcelona yang kerap terjadi di La Liga atau Piala Raja bakal jadi menu utama di Wembley nanti. Begitu juga dengan “der klassikier”, sebutan untuk duel Muenchen lawan Dortmund di Jerman. Sama seperti Madrid vs Barcelona, laga Muenchen vs Dortmund juga punya predikat “klasik”.

Dan, jika terjadi, ini merupakan keempat kalinya, final Liga Champions mempertemukan dua tim dari satu negara. Sebelumnya pernah terjadi pada  tahun 2000 saat Madrid mengalahkan Vaelncia, 2003 saat AC Milan mengalahkan Juventus, dan serta 2008 ketika Manchester United menekuk Chelsea.

Dari segi kualitas, tentu saja dua laga ini tak perlu diragukan lagi. Kita semua kerap jadi saksi betapa serunya pertandingan saat Barcelona berhadapan dengan Madrid. Atau Muenchen berhadapan dengan Dortmund.

Namun, dengan alasan “keadilan” banyak juga yang berharap laga final nanti bisa memunculkan masing-masing wakil dari dua negara ini. Artinya, satu tim dari Jerman, satu lagi dari Spanyol.

Tentu, wajar-wajar saja harapan seperti itu mencuat. All-German final, all-Spanish final, Jerman vs Spanyol, apa pun, di final nanti tentu akan menjadi sebuah tontotan yang menarik, seperti sebagaimana biasanya laga final Liga Champions.

Yang patut digaris bawahi adalah mencuatnya kembali kekuatan Jerman. Kita tentu tidak kaget jika Barcelona atau Madrid kembali muncul di partai puncak. Tapi, dengan hadirnya dua tim Jerman sekaligus di empat besar ajang yang nota bene merupakan paling elite antarklub Eropa, tentu menjadi sebuah catatan tersendiri.

Muenchen sendiri, terakhir kali jadi juara di ajang ini pada 2000/01. Itu keempat kalinya bagi mereka. Sementara Dortmund baru sekali jadi juara, musim 1996/97.


Hanya memang, kiprah “Die Borussen” belakangan ini harus diakui sangat menarik perhatian. Kiprah sang pelatih Juergen Klopp dan pasukannya bahkan telah menyita perhatian dunia. Dua gelar Bundesliga secara berturut-turut menjadi bukti bahwa mereka memang pantas masuk dalam jajaran elite Eropa.*