Friday, December 16, 2011

Rock of Ages, Ketika Glam Rock Berjaya

Poster Fiml Rock of Ages (foto: elbrooklyntaco)
ANDA penggemar Tom Cruise? Jika ya, bersiaplah menyaksikan penampilan berbeda dari aktor ganteng Hollywood itu. Dalam film terbarunya, Rock fo Ages,suami Katie Holmes ini memang tampil tidak seperti biasanya, lantaran berperan sebagai rock star.

Namanya rocker, penampilan Cruise tentu harus nyeleneh. Jadi, jangan berharap Cruise tampil manis dan santun seperti dalam A Few Good Men, atau macho, layaknya Letnan Pete Mitchell dalam Top Gun.

Yang ada, di film musikal yang rencananya dirilis 1 Juni 2012 ini, Tom tampil dengan kesan urakan. Lengkap dengan rambut panjang serta tato di sekujur tubuhnya.
Beberapa hari lalu, New Line Cinema, selaku pihak distributor, telah merilis trailer film garapan sutradara Adam Shankman ini. Tanggapan pasar Hollywood pun bermacam-macam. Yang jelas, sosok dan tampilan Cruise yang memerankan rock star  bernama Stacee Jaxx mendapat sorotan paling banyak.

“Kami bekerja keras untuk mencari tampilan tepat untuk mewakili Tom. Sebab, jelas, dia mengambil peran yang besar di film ini,” ujar Shankman, seperti dikutipmoviesblog.mtv.com.  ”Mungkin kita membayangkan akan melihat dia bernanyi. Tapi, untuk sementara, biarkan itu jadi misteri.”

Film ini sendiri merupakan adaptasi dari drama musikal Broadway dengan judul sama, yang diangkat dari buku kaya Chris D’Arienzo. Ceritanya mengambil settingdi tahun 1980-an, di saat glam rock tengah berjaya di belantara musik dunia.

Tom Cruise berperan sebagai Stacee Jaxx (foto:hbo)
Tak heran, dalam setiap pementasannya, Rock of Ages, selalu menampilkan lagu-lagu hits dari band-band glam rock terkemuka mulai STYX, Twisted Sister, Journey, Pat Benatar, Posion, Whitesnake, hingga Bon Jovi. Bahkan, vokalis Twisted Sister, Dee Snider juga pernah terlibat ikut berperan di drama ini.

Rock of Ages sendiri bercerita tentang kisah cinta Drew Boley, seorang busboy alias tukang bersih-bersih di bar/club bernama The Bourbon Room, dengan Sherrie Christian, yang bekerja sebagai pelayan di  bar yang sama. Sejak dulu, Boley punya mimpi menjadi rock star.
Namun, konflik sesungguhnya berawal saat datang berita tentang penggusuran The Bourbon Room. Kabarnya, ada developer yang berniat menjadikan sebagai area yang clean, sebuah kompleks perumahan elite.

Dennis Dupree, sang pemilik, kemudian berusaha mengomersilkan keadaan dengan berniat mendatangkan band rock terkenal, Arsenal, dengan sang vokalis bernama Stacee Jaxx, sebagai konser terakhir di The Bourbon Room. Sebelum ngetop, Arsenal memang dikisahkan kerap tampil di The Bourbon Room.

Masalah kemudian muncul, lantaran Sherrie kemudian malah dekat dengan Jaxx. Hal ini dilakukan Sherrie lantaran dia merasa Bowie tak memiliki perasaan yang sama dengannya. Sherrie dan Jaxx bahkan sempat bercinta di toilet pria The Bourbon Room.

Sherrie tak tahu, Jaxx ternyata hanya memanfaatkannya. Buktinya, sebelum konser, Jaxx meminta Dennis untuk memecat Sherie. Gitaris band Arsenal, ternyata tahu tindakan licik Jaxx itu, sehingga mereka kemudian memecatnya dan menarik Boley sebagai vokalis baru Arsenal.

Boley pun  mewujudkan mimpinya menjadi rock star.  Dia mendapat kontrak dari produser bersama Arsenal. Sementara Sherrie yang telah dipecat, kemudian bekerja sebagai penari striptease di sebuah bar bernama Venus Club, tak jauh dari The Bourbon Room.

Di sisi lain, Boley ternyata tak mendapatkan mimpinya sebagai rock star sejati. Pasalnya, sang produser ternyata berniat mengubah band Arsenal menjadi boy band. Boley pun memilih mundur.

Boley dan Sherrie akhirnya bersatu
Dia kemudian mendatangi Venus Club demi bertemu Sherri. Namun, di sana dia justru melihat Sherrie tengah kedatangan tamu, Jaxx. Boley pun frustrasi.

Dia merasa tak satupun mimpinya jadi kenyataan. Bahkan, dia harus kembali dari nol, dengan bekerja sebagai pengantar pizza. Untung, takdir masih berbaik kepadanya. Di akhir cerita, Boley kembali dipertemukan Sherrie yang ternyata memang cinta sejatinya.

Selain Tom Cruise, film ini juga dibintangi aktor dan aktris kawakan, Alec Baldwin dan Catherine Zeta Jones. Baldwin berperan sebagai Dennis Dupree, pemilik The Bourbon Room. Sementara Zeta Jones memerankan istri walikota yang sangat berambisi menutup The Bourbon Room.

Patut juga disimak akting aktor Meksiko, Diego Boneta dan penyanyi country Julianne Hough yang memerankan Drew Boley dan Sherrie Christian. Ada juga penyanyi  R&B,Mary J. Blige, yang berperan sebagai Justice Charlier, pemilik The Venus Club.

Jika selintas menyaksikan trailernya, pastilah film ini akan heboh. Para penggila glam rock wajib menonton film ini, karena lagu-lagu classic rock legendaris akan berseliweran dan mengangkat kembali memori kita saat glam rock meraja di belantara musik dunia. Sebut saja “We Built This City” dari Starship, “Any Way You Want It” (Journey), atau yang ini favorit saya, “We’re Not Gonna Take It,” dari Twisted Sister.

“Film ini memang tentang pesta raksasa, bolehlah dikatakan pesta rock n roll,” ujar Shankman, yang juga dikenal sebagai koreografer andal. “Jadi, bawalah teman-teman Anda untuk berpesta bersama kami, musim panas nanti.” *

Sumber: Wikipedia, youtube, moviesblog.mtv.com, slate.com, weblogs.sun-sentinel.com




Thursday, December 15, 2011

Sore Hari Bersama Adele

ADELE/foto:popcrush
LAGU-lagu Adele paling asyik dinikmati pada sore hari. Tak percaya? Coba saja. Di saat hujan mendinginkan udara di luar,  bersama secangkir teh hangat, plus kretek mungkin, Anda akan mendapatkan suasana yang romantis namun segar, saat mendengar alunan nada dari penyanyi cewek asal Inggris itu.

Setidaknya, itulah yang saya rasakan. Sore itu, di kantor, saat menghadapi jadwal deadline yang ketat, saat otak dipaksa berpikir mencari kalimat-kalimat yang tidak basi untuk urusan sepak bola, lagu-lagu penyanyi bernama lengkap Adele Laurie Blue Adkins ini seperti memberi inspirasi.

Lagu “Rumor Has It”, yang terdapat dalam album kedua Adele, 21, memberikan nuansa yang segar. Tentu, suasana yang saya dapat berbeda dengan saat saya mendengarkan Iron Maiden, Twisted Sister, ataupun Guns N’ Roses.  Lagu  “Rumor Has It” ini rame, lumayan nge-beat, namun tetap punya keindahan irama untuk dinikmati, terutama lantaran vokal Adele yang benar-benar membuat lagu ini hidup.

Lagu kedua yang saya putar adalah “Someone Like You”, yang juga terdapat di album 21. Lagi-lagi saya ternganga mendengar vokal khas Adele, terutama pada refrain. Dengan sempurna, dia mampu menggapai nada-nada tinggi dan rendah. Cengkok vokal Adele juga asyik. Aksen khas Inggris yang keluar kerongkongannya tanpa sengaja membentuk suara Adele jadi semakin unik.
Ditingkahi dengan jentikan piano yang juga sederhana, vokal Adele jadi sangat meraja, indah sekali. Apalagi, saat muncul suara dua pada bridge sebelum refrain. Ada sensasi yang berbeda, saya rasakan.

Sementara pada lagu “One and Only” Adele begitu fasih bernyanyi dalam alunan blues yang kental. Bahkan, pada refrain, dia berteriak ala Janis Joplin, sang ratu blues.

Ada juga lagu “Make You Feel My Love” yang merupakan cover version milik penyanyi legendaris Bob Dylan. Sekali lagi, hanya dengan berbekal piano, Adele mampu memberi nuansa yang sangat berbeda di lagu ini. Pantaslah jika lagu ini dijadikan salah satu jagoan, selain “Chasing Pavements” di album pertamanya, 19,yang dirilis tahun 2008.

Hal yang sama juga dia lakukan saat menyanyikan ulang lagu The Cure,“Lovesong”, pada album 21. Nuansa kelam yang dibangun penyanyi aslinya dibongkar Adele dengan gaya bossa nova yang asyik. Jadilah lagu ini lebih “ceria” dibandingkan versi aslinya.

Harus diakui, cewek kelahiran London, Inggris, 5 Mei 1988 ini memang punya bakat luar biasa. Mungkin juga dia memiliki aura khusus. Buktinya, meski baru mengeluarkan dua album studio, namanya sudah langsung menjulang.

Album 21, yang juga memuat hits-hits seperti“Rolling in the Deep”, “Turning Tables”, dan “Set Fire to the Rain” , hingga kini, telah terjual lebih dari 3,4 juta kopi! Tak heran album ini pun dinobatkan sebagai “Album Abad Ini”, usai menggusur rekor penjualan album Back to Black milik mendiang Amy Winehouse, 3,3 juta kopi.

Hebatnya, album 21 hanya butuh 10 bulan sejak dirilis untuk mencapai penjualan 3,4 juta kopi. Sementar Winehouse memerlukan lima tahun! Album ini juga sempat 18 minggu bertengger di puncak tanggal lagu bergengsi di Inggris, UK Albums Chart.

Tak hanya di Inggris sebenarnya, di Amerika Serikat, Selandia Baru, serta Australia, album ini juga sempat meraja di tangga-tangga lagu bergengsi. Tak heran, album 21 ini pun sempat tercatat dalam Guinness World Records, edisi tahun 2011.

Adele saat meraih Grammy 2009 untuk kategori
Best New Artist/foto:billboard
Nama Adele juga masuk dalam nominasi untuk enam kategori Grammy Awards 2012 yang akan digelar Februari mendatang. Sebelumnya, pada tahun 2009, Adele sukses menyabet Grammy Awards untuk kategori Best New Artist. Itu belum termasuk penghargaan-penghargaan lain yang tak kalah bergengsi seperti American Music Awards ataupun BRIT Music Awards.

Pencipta Lagu Andal
Adele juga seorang pencipta lagu yang andal. Hampir semua lagu di album 19 dan21, adalah hasil ciptaannya, dengan bantuan beberapa teman. Kebanyakan, lagu-lagu Adele bertutur tentang pengalaman pribadinya di masa lalu, termasuk saat-saat mengalami patah hati.

Di luar kemampuannya mengolah vokal dan menulis lagu, musik yang diusung Adele juga menjadi faktor pendukung sukses lagu-lagunya di pasar. Adele termasuk berani dalam mencampur berbagai unsur jenis musik. Ada nuansa blues yang kental, country, R&B, jazz, soul, bahkan gospel pada lagu “Rolling in the Deep” dan“Rumor Has It” tadi.

Namun, rasanya wajar, jika sekarang Adele menoreh sukses luar biasa. Pasalnya, dia sudah mulai bernyanyi sejak usia 4 tahun. Kelompok vokal  Spice Girls dan Pink disebut Adele sebagai sosok-sosok yang sangat memengaruhi perjalanan kariernya.

Namun, tentu, butuh perjuangan berat bagi Adele untuk mendapatkan sinar terang kariernya. Baru-baru ini, misalnya, dia baru saja menjalani operasi khusus lantaran mengalami  sakit tengkorakan akut, yang membuat dia harus beristirahat cukup lama dari dunia tarik suara.


Lalu, kapan cewek perokok berat ini bakal mengeluarkan album terbarunya? Dalam wawancara lewat surat elektronik dengan Billboard, Adele menyebut mungkin baru akan merilis album barunya, dua atau tiga tahun lagi.

“Saya membayangkan, baru pada usia 25 atau 26 tahun nanti, saya akan mengeluarkan album baru,” ujar Adele seperti dikutip nzherald.co.nz. “Saat ini, saya belum memikirkan itu. Saya ingin santai dulu. Tak akan ada album baru sampai saya benar-benar siap.”

Sumber: wikipedia, youtube, nzherald, dailymail,askmen,singersroom, scotsman
Diskografi
  • 19 (2008)
  • 21 (2011)



Wednesday, December 14, 2011

Arwah “Kembang Latar”


HARUM bunga melati tiba-tiba saja menyergap, mengiringi hujan gerimis di malam yang senyap. Titik-titik basah yang jatuh dari langit terus membasahi tanah, membuat dingin terasa hingga menusuk tulang. Harum melati semakin menyengat.

“Sumi datang kang…,” Niman bergidik, menyapa Kang Hadi yang duduk di sebelahnya.
Berdua, malam itu, mereka memang tengah  kongkow di warung Minah, yang kini wajahnya pun menegang.

Warung Minah biasanya ramai dikunjungi warga, untuk sekadar ngopi dan ngobrol ngalor ngidul. Tapi, entah mengapa, malam itu  hanya ada Niman dan Kang Hadi.

“Sssst….. Anggap saja tidak ada,” Kang Hadi berujar setengah berbisik, kepada Niman. “Biasanya Sumi tak jadi datang, jika kita tidak memperhatikannya.”

Sayang, Niman tak bisa tenang. Ditariknya sarung yang dia kenakan menutupi kepalanya. Bulu kuduknya merinding. Berupaya dia tidak mencium harum melati itu. Namun, semakin Niman berusaha, semakin lekat harum melati itu di hidungnya.

Dan, kini, lamat-lamat di telinga Niman mulai terdengar alunan gamelan dengan nada-nada yang sendu, muram, mencekam.

“ning.. nang… ning..nong.. ning..nang…..”
“Bagaimana ini kang???…” Niman tak kuasa menahan takutnya. “Akang dengar suara gamelan itu?  Aduuhhhh….”

Kang Hadi, yang ditanya hanya menoleh ke arah Niman, lalu menganggukkan kepala. Sementara  Minah hanya bisa berdiri terpaku. Dia juga tahu, Sumi sebentar lagi akan muncul di hadapan mereka.
“ning.. nang… ning..nong.. ning..nang…..” suara gamelan itu semakin jelas. Harum melati pun semakin menyengat. Niman, Kang Hadi, dan Minah, semua mendengar gamelan itu. Mereka semua mencium harum melati itu.

Tak lama, dari kejauhan tampak sesosok perempuan muda, anggun, berjalan ke arah mereka. Wajahnya cantik, namun pucat, sangat pucat, seperti mayat.
Dia mengenakan kain lurik warna coklat tua dan kebaya kuning dengan selendang menyelempang. Di telinganya, terselip sekuntum bunga melati.

“Aduhhh kangg……” Niman nyaris kencing di celana.
Hanya beberapa saat, perempuan itu telah berada tepat di belakang Niman dan Kang Hadi. Sumi, perempuan itu, pun mulai menari. “ning.. nang… ning..nong.. ning..nang…..”

Dia  melenggak-lenggok, anggun, namun sendu. Dikibas-kibasnya dengan gemulai selandang kuningnya, ke kiri…ke kanan. Matanya yang beku juga melirik ke kiri, ke kanan. Dia tak tersenyum.
Sementara, Minah, yang berhadap-hadapan dengan Sumi, hanya bisa tertunduk, kaku. Begitu juga Niman. Hanya Kang Hadi, yang sempat melirik ke arah perempuan itu, memberi tanda, bahwa mereka “menerima” kehadirannya. Mulut Kang Hadi komat-kamit, entah mantera apa yang dia baca.
Selesai menari, perempuan itu pergi begitu saja, menghilang ditelan malam. Suara gamelan, harum bunga melati pun tak lagi dirasakan Niman, Kang Hadi, dan Minah.
***

“Sungguh… dia datang semalam.. sereemm euyy..,” Niman bercerita kepada kawan-kawannya. “Cantik gak man??” seorang kawannya bertanya. “Boro-boro ngeliat mukanya.. aku tutupi wajahku pakai sarung,” Niman menjawab.

Begitulah… Cerita tentang Sumi, arwah penari yang mati penasaran, memang bukan sekadar mitos di desa Niman. Penampakannya bahkan telah jadi momok tersendiri bagi warga kampung.
Dulu, Sumi primadona panggung di desanya, dewi penghibur, “kembang latar” kata orang. Di setiap pementasannya, Sumi selalu dielu-elukan.  Pesonanya luar biasa.

Sumi cantik, bahenol, dan ramah kepada setiap orang yang memujanya. Dia selalu tersenyum. Tak heran,  banyak lelaki tergila-gila. Bahkan, beberapa berusaha melamar Sumi. Mulai Amin, sang juragan jengkol, hingga Rasmin, ketua bromocorah.

Namun, Sumi selalu menolak. Dia tak mau menikah. Dia tak ingin pesonanya pudar, dengan menjadi istri orang. Sumi sangat menikmati kebintangannya. “Kembang latar” yang dipuja banyak orang.
Namun, nasib berkata lain. Sumi mati muda. Dia tewas saat hendak berangkat menari di sebuah acara pesta pernikahan di kampung seberang. 

Andong yang ditumpangi Sumi  ditabrak truk bermuatan pasir.
Sumi  tewas mengenakan pakaian kebesarannya: kain lurik coklat tua, kebaya kuning, selandang kuning, dengan melati tetap terselip di telinganya. Sejak itu, arwah Sumi terus bergentayangan. Namun, Sumi tak jahat. Dia tak pernah mencelakakan. Sumi hanya datang untuk “menghibur”.

Thursday, December 8, 2011

Mengenang Randy Rhoads

Randy Rhoads (foto:pixxgood)
“LIFE Fast Die Young” begitulah jalan hidup Randy Rhoads, gitars rock yang terkenal di awal tahun 1980-an. Jika masih hidup, dua hari lalu, tanggal 6 Desember, dia akan tepat berusia 55 tahun. Sayang, sebuah kecelakaan pesawat terbang di Leesburg, Florida, Amerika Serikat (AS), 19 Maret 1982, telah merenggut tak hanya nyawa Rhoads pada usia 25 tahun, melainkan juga karier gemilangnya sebagai gitaris rock fenomenal.

Kisah Rhoads memang tak setragis Ritchie Valens yang juga meninggal lantaran kecelakaan pesawat terbang pada usai 17 tahun setelah menjulang bersama “La Bamba”-nya. Perjalanan Rhoads juga tak mengharu-biru layaknya Kurt Cobain, yang tewas bunuh diri, setelah menggemparkan dunia dengan grunge yang diusungnya bersama Nirvana. Rhoads mungkin juga tak setenar Jimi Hendrix,  pionir gitaris blues rock dunia.

Namun, menyebut nama Rhoads sudah cukup untuk mengingatkan orang betapa di masa lalu, nama pria bernama lengkap Randall William Rhoads ini sempat digadang-gadang sebagai gitaris andal di pelataran musik rock dunia.

Rhoads bahkan pernah disejajarkan dengan gitaris legendaris Eddie Van Halen. Dulu, di era awal 1980-an, gaya gitaran Rhoads memang dianggap telah melebihi zaman dengan skill yang sangat mumpuni. Tak heran, jika orang bicara soal gitaris hebat, nama Rhoads selalu muncul.
Rhoads sudah bermain dengan cepat saat dulu, istilah shredder guitarist, sebutan untuk gitaris yang mengandalkan kecepatan jemari, belum dikenal orang. Dulu, dia juga sudah mengutamakan sound yang jernih, saat gitaris-gitaris lain masih mengandalkan suara-suara distorsi yang garang.

Gaya permainan Rhoads memang berbeda dengan gitaris-gitaris metal ketika itu. Dalam hal sound dan teknik, dia banyak memasukkan unsur klasik, fusion, jazz, dan hard rock modern.
Mungkin ini memang soal bakat, atau gift yang diberikan Yang Kuasa kepada Rhoads.  Sebab, sejak usia belasan, dia sudah dikenal sebagai “raja gitar”. Pada usia 16 tahun, dia mendirikan Quiet Riot bersama mendiang Kevin DuBrow, sang vokalis.

Randy Rhoads (kedua dari kiri) bersama Quiet Riot (foto:themetalden)
Band yang juga didirikan bersama Kelly Garni (bass) dan Drew Forsyth (drum) ini dibinanya hingga sukses mendapat kontrak rekaman dari perusahaan major label, sesuatu  yang terbilang sulit, pada masa itu. Betul, ketika itu, dua album Quiet Riot dan Quiet Riot II pada tahun 1977 dan 1978, memang hanya beredar di Jepang.

Namun, setidaknya, upaya Rhoads memperkenalkan Quiet Riot kepada khalayak rock ketika itu, telah membuka jalan grup asal Los Angeles, AS, itu untuk terus menjulang. Buktinya, pada tahun 1983, grup ini benar-benar mendapatkan sinarnya saat merilis album Mental Health pada tahun 1983. Sayang, ketika itu Rhoads sudah tak lagi bersama Quiet Riot.

Ya, sebelumnya, pada tahun 1979, Rhoads memang mutuskan untuk ikut audisi sebagai salah satu personel band yang akan dibentuk Ozzy Osbourne. Keputusan ini agak ganjil sebenarnya, mengingat Quiet Riot  saat itu sudah mulai punya nama lantaran sering dibooking Van Halen sebagai band pembuka tur mereka.

Namun, nama besar Ozzy yang sempat melegenda bersama Black Sabbath tampaknya membuat membuat Rhoads tergiur. Selain itu, Rhoads beralasan, di  Quiet Riot, kemampuan bergitarnya tak berkembang, sehingga dia pun rela bersusah-payah mencari gitaris pengganti dirinya, Greg Leon untuk Quiet Riot.

Hebatnya, Ozzy langsung kepincut dan mengajaknya membentuk band The Blizzard of Ozz. Padahal, saat audisi, Rhoads, yang kelahiran Santa Monica, Kalifornia ini hanya memainkan beberapa rift dengan gitar Gibson Les Paul andalannya.

“Sepertinya tak banyak orang tahu akan bakat Rhoads,” ujar Ozzy kepada majalahGuitar Player, lima bulan setelah kecelakaan yang menewaskan Rhoads, seperti dikutip ultimateclassicrock. “Padahal, dia tak hanya seorang gitaris rock n roll yang hebat. Randy Rhoads adalah seorang fenomena.”

Memang, bersama Ozzy, nama Rhoads mulai dikenal sebagai gitaris rock andal. Teknik-teknik gitarnya yang modern, banyak menginspirasi gitaris-gitaris rock yang muncul kemudian. Bahkan, Rhoads juga disebut-sebut sebagai pelopor aliran neo-classic metal yang belakangan dipopulerkan gitaris asal Swedia, Yngwie Malmsteen.

Diary of a Madman, yang merupakan album kedua The Blizzard of Ozz. disebut-sebut sebagai salah satu mahakarya Rhoads bersama Ozzy. Sebab, di album ini, Rhoads benar-benar mengeksplorasi kehilaiannya menjentikkan jari di dawai-dawai gitar.

Dalam lagu “S.A.T.O”, Rhoads memainkan teknik arpeggios yang lebih dikenal dengan istilah sweep picking, yaitu menjetik not dalam sebuah chord, secara bergantian dengan cepat, dengan begitu sempurna. Sementara “You Can’t Kill Rock ‘n’ Roll”, kuat sekali pengaruh klasik dalam petikan Rhoads dengan gitar akustik. Sebelum dia kolaborasi lewat sound yang sangar khas heavy metal.

Randy Rhoads disebut-sebut sebagai gitaris
kesayangan Ozzy Osbourne (foto:pixshark)
Pada lagu “Flying High Again”, Rhoads menunjukkan kecepatan jari jemarinya lewat solo yang luar biasa di akhir lagu.
Namun begitu, aksi-aksi gahar Rhoads sebenarnya telah dikenal di album pertama The Blizzard of Ozz. Sebut saja, gitarannya pada lagu “Crazy Train”, dan “Mr Crowley” yang tetap fenomenal hingga saat ini.

November lalu, nama Rhoads juga masuk dalam daftar 100 gitaris rock terbaik yang dirilis majalah musik terkenal, Rolling Stones. Nama Rhoads tercantum di posisi ke-36 dalam daftar yang dipuncaki gitaris blues rock Jimi Hendrix itu.

Tak heran, meski tak mengeluarkan album solo, penggemar Rhoads lumayan banyak hingga saat ini. Wajar juga, jika kepergiannya yang mendadak, ketika itu, begitu menguncang banyak orang, termasuk Ozzy.

Dalam autobiografinya “I Am Ozzy”, rocker yang kini berusia 63 tahun itu, menyebut sangat shock mendengar kematian Rhoads. “Ketika itu, saya sempat mengatakan kepada istri saya, Sharon, bahwa saya tak mau lagi jadi musisi rock,” ujar Ozzy.

Hingga saat ini, setiap tanggal 6 Desember, setiap tahunnya, para penggemar Rhoads berkumpul untuk mengenang sang maestro di pemakaman Mountain View, San Bernardino, Kalifornia, tempat Rhoads dimakamkan, dekat makam kakeknya. Rhoads memang tak akan terlupakan.

sumber: wikipedia, youtube, roadrunnerrecords, ultimateclassickrock, rrclub

Diskografi
Bersama Quiet Riot
  • Quiet Riot (1977)
  • Quiet Riot II (1978)
Bersama Ozzy
  • Blizzard of Ozz (1980)
  • Diary of a Madman (1981)



Saturday, December 3, 2011

Senandung Romantis dan Penuh Makna ala Rick Price

Rick Price (foto: thejohndenverstory)
RICK Price, sosok ini begitu dikenal namanya di era 1990-an, termasuk di negeri tercinta ini. Agustus 1992, tepatnya, dengan rambut gondrong ala rocker, pria asal Australia ini menyapa lewat lagu “Heaven Knows”. Dia bersenandung…..

She’s always on my mind…
From the time I wake up,
Till I close my eyes.
She’s everywhere I go
She’s all I know…..

Sungguh romantis, so touching, kata orang bule.
Reaksi publik ketika itu pun luar biasa. Dengan karakter vokal khas, yang kuat dengan cengkok folk dan blues, penyanyi asal Australia ini berhasil menghiptonis pendengarnya. Alhasil, lagu “Heaven Knows”, yang terdapat dalam album dengan judul sama ini pun benar-benar menjulangkan namanya.

Karakter yang terbangun dalam lagu “Heaven Knows” memang luar biasa. Hanya dengan berbekal piano akustik, Rick Price mampu membangun nuansa kasmaran,keedanan, dan tentu saja romantis yang luar biasa di hadapan pendengarnya.

Bayangkan, Anda mendengarkan lagu ini bersama orang terkasih, di malam yang khusyu, ditemani cahaya lilin di atas meja, yang dihiasi rangkaian bunga mawar. Sementara di luar, hujan rintik-rintik  menorehkan embun  di kaca jendela rumah Anda.

Tak hanya di Indonesia sebenarnya. Di negara-negara tetangga kita, serta Eropa dan Amerika Serikat, lagu “Heaven Knows” ini juga Berjaya. Sementara di kampung halaman Rick Price, ketika itu, lagu ini dinobatkan sebagai Lagu Terbaik Tahun Ini, versi ARIA, asosiasi perusahaan rekaman Australia.

Debut album Rick Price yang membuat namanya menjulang
 (foto: trendfabrik)
Kejutan Rick Price tak hanya sampai di situ. Lewat album yang sama, dia juga melepas single “Not A Day Goes By”, yang lumayan sukses di pasaran. Lagu ini juga sempat nangkring di beberapa tangga lagu bergengsi dunia.

Dengan sosok yang cool, rambut panjang, wajah good looking, Rick Price memang seperti dengan mudah mendapat simpati, terutama dari kaum hawa. Apalagi, vokalnya juga tidak bisa dibilang biasa saja, didukung dengan lagu-lagu yang memang berkualitas.

Tapi, apakah hanya di situ kekuatan Rick Price? Menurut saya, kekuatan utama Rick Price adalah dalam hal penulisan lagu. Ya, sebelum merilis album debutnya itu, di Australia, Rick Price sendiri sudah dikenal sebagai song writer andal, terutama dalam pemilihan tema yang penuh makna.

Tema cinta, tentu maksud saya. Sosok kelahiran Brisbane, Australia, 6 Juli 1960 ini memang paling jago dalam melahirkan lagu-lagu romantis dengan lirik yang menyentuh. Di album ini saja, selain“Heaven Knows”, Rick Price juga melahirkan lagu “Not A Day Goes By” dan “Forever Me and You”, yang dijamin membuat penggemar wanitaklepek-klepek.

Belum lagi di lagu-lagudi album lainnya, Sepeti “If You Were My Baby”, “Where Are You Now”, “Nothing Can’t Stop Us Now”, “We Got Each Other”, atau“Only Reminds Me of You”.

Namun, tentu, Rick Price tak hanya ahli dalam membuat lagu-lagu cinta. Banyak juga lagu-lagunya yang bercerita tentang cinta secara universal, tidak hanya soal wanita dan pria. Di album Heaven Knows, misalnya, terdapat lagu “A House of Divided” yang bertutur tentang sulitnya menahan ego dua insan.

Sementara dalam lagu “Bridge Building Man”, di album keduanya, Tambourine Mountain tahun 1995, Rick Price berusaha menyampaikan pesan betapa penting menjalin hubungan yang harmonis, dalam sebuah keluarga.

Namun, ada satu lagu dari Rick Price yang sangat berkesan bagi saya, yaitu “You’re Never Alone”. Saya selalu merinding saat mendengar lagu ini, persis seperti yang saya rasakan setiap mendengar lagu-lagu Iwan Fals ataupun The Beatles.

Lagu “You’are Never Alone”, bercerita tentang kasih sayang seorang ayah tak pernah mati kepada anak laki-lakinya. Sang ayah, dalam kondisi apapun, akan selalu ada untuk sang putra. Rick Price sendiri menciptakan lagu ini, khusus untuk putranya.

Dulu, mendengar lagu ini, semasa kuliah, , saya kerap merasa bersalah lantaran sering membuat ayahku saya kecewa. Saat ini, mendengar lagu ini, saya jadi membayangkan hubungan saya nantinya dengan putra saya, Fadhil.

Itulah Rick Price, musisi kreatif yang selalu mampu memberikan karya-karya yang menginspirasi pendengarnya. Andaikan musisi kita bisa seperti itu, membuat lagumellow namun tak terkesan cengeng, sambil menyelipkan pesan-pesan sosial, akan sangat beruntung sekali pencinta musik di negeri ini.

Rick Price sendiri, tahun ini telah merilis album kedelapannya, dengan judul The Water’s Edge, Salah satu tembang yang jadi andalan adalah “Shape of My Heart”.Lagunya asyik, begitu juga denga klipnya. Dengan kaus oblong putih plus bretel, Rick Price menenteng gitar akustik, bernanyi, dengan latar belakangan pemandangan yang indah.

Februari lalu, Rick Price menggelar konser dengan tajuk “An Acoustic Evening with Rick Price“, di Jakarta. Konser ini kabarnya berlangsung sukses dengan menampilkan bintang tamu, penyanyi lokal Enda N Rhesa, serta Andre Hehanusa. Sayang, ketika itu saya harus memilih, menyaksikan Rick Price atau Iron Maiden. Dan, saya memilih Maiden....
sumber: wikipedia, youtube, rickprice.co, kompas
Diskografi
  • Heaven Knows (1992)
  • Tamborine Mountain (1995)
  • Another Place (1999)
  • A Million Miles (2003)
  • 2 Up (With Mitch Grainger) (2007)
  • Revisited (2008)
  • The Water’s Edge (2011)