Sunday, April 27, 2014

“Born to Be Wild”


LUIS SUAREZ (foto: itv.com)

“BORN to Be Wild” (“Terlahir untuk jadi Liar”) hingga kini tercatat sebagai salah satu lagu rock paling legendaris. Dirilis tahun 1968, sebagai single ketiga album debut grup rock asal Amerika Serikat (AS), Steppenwolf, lagu ini sempat lama bertengger di posisi kedua tangga lagu Billboard Hot 100 tahun tersebut.

Lagu ini fenomenal karena disebut-sebut yang pertama kali menyebut kata “heavy metal” dalam liriknya. Istilah “heavy metal” ini kemudian digunakan sebagai jenis musik turunan dari hard rock, yang begitu digandrungi di era akhir 1960-an hinga 1970-an.

Mars Bonfire, sang pencipta lagu, yang merupakan kakak kandung Jerry Edmonton, drummer Steppenwolf,  menulis lagu ini sebagai protesnya terhadap kebijakan wajib militer di AS yang mengirim pemuda-pemudanya ke Perang Vietnam. Menurut Borfire, perang bukanlah tempat mereka. Semua pemuda ingin bebas: rock n roll dan motor!

Saking terkenalnya, telah begitu banyak penyanyi lain yang meng-cover alias menyanyikan ulang lagu “Born to Be Wild”. Jumlahnya lebih dari 20. Mulai penyanyi jazz-blues Etta James hingga rock star urakan, Ozzy Osbourne. Bahkan, lagu ini ikut pula mengantarkan penyanyi flamboyan Adam Lambert menjadi runner-up di ajang American Idol musim kedelapan, tahun 2009.

Di akhir tahun 1960-an, lagu “Born to be Wild” juga ikut andil mengangkat film Easy Rider, yang dibintangi aktor legendaris Hollywood, Peter Fonda. Film ini sendiri bertemakan geng motor di AS.

Kini, teri
akan parau John Kay, sang vokalis Steppenwolf, dipastikan akan kembali bergema lantaran sebuah produsen minuman ringan asal AS menggunakan lagu ini sebagai back sound iklan produk mereka. Yang menarik, mereka memilih penyerang Liverpool, Luis Suarez, sebagai bintang di iklan tersebut.

Suarez pun digambarkan sebagai seorang rock star. Mengenakan jaket kulit hitam, celana latex, berkaca mata hitam dan menenteng gitar.

Suarez digambarkan siap memimpin bandnya “The Suarez”—seperti tertulis di kaos yang dia kenakan—keluar dari ruang ganti back stage untuk menyambut kerumunan massa dalam sebuah konser. “Suarez…Suarez..Suarez…,” begitu puluhan ribu penggemar memanggil namanya.

Kontroversi Suarez
Tentu saja produsen minuman ringan itu ingin memanfaatkan nama Suarez yang memang tengah menjulang popularitasnya. Dia terus menjadi pembicaraan penggemar Liga Primer lantaran produktivitasnya yang luar biasa di muka gawang lawan.

Saat ini, Suarez tercatat sebagai pemimpin daftar pencetak gol terbanyak dengan 30 gol dari 25 pertandingan. Dia juga berpeluang besar mengantarkan Liverpool jadi juara Liga Inggris untuk pertama kalinya sejak musim 1989/90.

Menarik, karena seperti ada benang merah antara back sound jingle iklan ini dengan karakter Suarez, yang memang “wild”. Ya, “liar”. Pria asal Uruguay ini memang dikenal penuh kontroversi berkaitan dengan perilakunya di lapangan.

Bahkan, musim ini pun dia harus absen di enam laga awal Liverpool karena skors 10 pertandingan yang dikenan FA akhir musim lalu. Sanksi empat pertandingan lainnya,  harus dia jalani di laga-laga terakhir musim 2012/13. Hukuman itu dijatuhkan FA lantaran Suarez dengan sengaja menggigit telinga bek Chelsea, Branislav Ivanovic.

Ini kedua kalinya, Suarez terlibat dalam insiden gigit-menggigit di lapangan. Sebelumnya, dia juga sempat mendapat hukuman larangan tampil di tujuh pertandingan saat masih membela Ajax Amsterdam di Liga Belanda, atas tindakan yang sama. Ketika itu, Suarez menggigit telinga pemain PSV Eindhoven, Ottman Bakkal, November 2010.

Suarez juga tak sungkan bertidak vulgar. Pada Oktober 2011 dia dihukum larangan tampil tujuh pertandingan dan denda 40 ribu pound (sekitar Rp 780 juta) lantaran bertindak rasial terhadap bek Manchester United (MU), Patrice Evra. Dia juga pernah bertindak tak simpatik, mengacungkan jari tangannya kepada suporter Fulham dalam sebuah laga Liga Primer.

Tak hanya di level klub, di tataran tim nasional, Suarez juga sering berulah. Di kualikasi Piala Dunia 2014 lalu, dia pernah tertangkap kamera dengan sengaja memukul pemain Cile, Gonzalo Jara.
Sementara di Piala Dunia 2010, di perempat final lawan Ghana, Suarez diusir keluar lapangan. Sebabnya, dengan sengaja menahan bola dengan tangan untuk melindungi gawang Uruguay dari kebobolan.


Manusia Berbeda
Tapi, semua perilaku negatif itu seperti begitu saja terlupakan jika kita bicara kiprah gemilangnya musim ini. Suarez terlihat sebagai manusia yang berbeda. Sosok yang begitu berguna bagi klub dengan kinerja emasnya. Lihat saja, dengan 30 golnya itu, dia berhasil menyamai torehan legenda “The Reds”, Ian Rush di musim 1986/87.

Di Liga Primer, Suarez enam kali mencetak dua gol dalam satu laga, dua kali hattrick, plus sekali mencetak empat gol, saat Liverpool menghajar Norwich City 5-1, Desember 2013.

Kini, dia bahkan hanya butuh lima gol lagi untk memecah rekor Andy Cole dan Alan Shearer yang mencetak 34 gol dalam satu musim Liga Primer di 1993/94 dan 1994/95. Dengan tiga laga tersisa, bukan tak mungkin rekor itu dilampauinya.

Suarez juga bukan tipe pemain yang individualistis. Dia selalu bermain untuk tim. Setidaknya, 12 assist yang dia ciptakan membuktikan itu. Tak heran, kini tak sedikit orang yang menjagokan Suarez juga bakal terpilih jadi Pemain Terbaik Liga Primer.

Itulah Suarez, “wild tapi selalu mampu membuktikan kapasitasnya sebagai pemain jempolan. Seperti MU bersama Eric Cantona-nya atau Brasil dengan Romario-nya, Liverpool mendapat berkah luar biasa dengan keberadaan Suarez. Tak masalah, meski dia “terlahir untuk menjadi liar”.***

Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor Edisi 26-27 April 2014

Sunday, April 20, 2014

“Stairway to Molineux”

Robert Plant jadi wakil presiden Wolverhampton sejak 2009. (foto:mtvhive)

SEPERTINYA tak ada yang berubah pada penampilan Robert Plant. Hanya tubuhnya yang agak tambun dan keriput terlihat jelas di sekitar raut wajahnya. Wajar dong, rocker gaek itu kini telah berusia 66 tahun.

Di luar itu, penampilannya masih flamboyan. Rambut panjang blondenya masih dibiarkan awut-awutan. Masih seperti dulu, saat berkibar bersama Led Zeppelin, salah satu grup legendaris pelopor heavy metal dari Inggris.

Babe, baby, baby, I'm gonna leave you...  begitu dulu dia bersenandung menggoda gadis-gadis di era “generasi bunga”. Atau dengan lantang Plant berteriak It's been a long time since I rock and rolled...” dalam lagu “Rock and Roll”.

Dulu, di era akhir 1960-an hingga awal 1980-an,  Plant, bersama Jimmy Page (gitar), John Paul Jones (bass), dan mendiang John Bonham (drum) memang begitu berjaya di belantara rock dunia. Di Inggris, mereka bahkan nyaris disejajarkan dengan The Beatles dan The Rolling Stones, dua band ikon rock n roll asal Inggris.

Lagu-lagu mereka seperti “Since I’ve Been Loving You”, “Whole Lotta Love”, “Black Dog”, atau “Communication Breakdown” menjadi lagu wajib penggemar rock bahkan di seluruh dunia. Termasuk lagu legendaris “Stairway to Heaven” alias “Tangga menuju Surga”, yang hingga kini, makna liriknya masih diperdebatkan para pengamat musik.

Kini, di altar musik, meski masih wara-wiri bersama The Sensasional Space Shifters, band yang dibentuknya bersama musisi Afrika Barat, Juldeh Camara, Plant memang tak seaktif dulu. Namun begitu, namanya toh tetap harum. Apalagi, di mata suporter Wolverhampton Wanderers, klub League One yang baru memastikan diri promosi ke Divisi Championship Liga Inggris.

Terutama, sejak tahun 2009, saat pria bernama lengkap Robert Anthony Plant ini dinobatkan sebagai salah satu wakil presiden klub yang bermarkas di Stadion Molineux itu. Ya, meski lahir di West Bromwich, Plant, yang juga pernah merilis tiga album bersama Jimmy Page, ternyata sudah lama jadi pendukung fanatik “The Wolves”. Bahkan, hampir seluruh hidupnya.

Plant mengaku sudah lebih dari 50 tahun mengikuti kiprah Wolverhampton di rimba sepak bola Inggris. Hanya saja, di era 1960-an, saat “The Wolves” berjaya di belantara sepak bola “Negeri Ratu Elizabeth”, Plant terlalu sibuk dengan konser-konser dan rekaman album Led Zeppelin.

Jatuh Cinta Sejak Lima Tahun
Plant mengaku jatuh cinta kepada Wolverhampton sejak usia lima tahun, saat diajak ayahnya menyaksikan laga Wolverhampton lawan Dynamo Moscow di Molineux, tahun 1950-an. Menurut Plant, ketika itu, di Stadion Molineux, Billy Wrigth, legenda Wolverhampton, melambaikan tangan ke arahnya.

“Ayah saya bilang itu The Greates Billy Wright,” ujar Plant, dalam rubrik Sing When You are Winning di Majalah Four Four Two. “Wright ketika itu seperti David Beckham di era jayanya. Seorang ikon sepak bola dengan istri penyanyi terkenal, Babs, anggota The Beverly Sisters.”

Kecintaan Plant kepada Wolves makin menjadi setelah tim medis Wolves berhasil membuat dia kembali bisa berjalan usai mengalami kecelakaan mobil bersama istrinya, Maureen,
di Rhodes, tahun 1975. Sebelumnya, Plant sempat setahun menggunakan kursi roda.

Maka itu, Plant pun tak sungkan ikut larut di Stadion Gresty Road, saat Wolverhampton memastikan promosi ke Divisi Championship usai mengalahkan tuan rumah Crewe Alexandra 2-0, pekan lalu.

Testimonial Craddock
Sebagai wakil presiden klub, Plant yang mendapat gelar bangsawan Commander of the Order of The British Empire dari Kerajaan Inggris pada tahun 2009, memang wajib menunjukkan cintanya kepada Wolves. Bahkan, itu dia lakukan tulus, seperti ketika membuat motif dengan ornamen Wolverhampton di sampul album solonya “Now and Zen”, pada tahun 1988.

Seperti juga dia tanpa sungkan membayar uang 900 pound atau sekitar Rp 17 juta demi tampil di pertandingan testimonial mantan bintang Wolverhampton, Joddy Craddock, yang akan digelar Mei mendatang.

Uang itu tentu bukan untuk Craddock. Tapi, untuk disumbangkan ke Birmingham Children’s Hospital, rumah sakit tempat putra Craddock dirawat lantaran menderita leukimia. Total donasi ini kabarnya sudah mencapai 8 ribu pound.

 Namun, jumlah 900 pound tentu tak seberapa bagi Plant, yang hingga kini masih mendapat rolalti dari penjualan album-album Led Zeppelin atau solonya. Apalagi sebagai “imbalannya” yang dia dapat, tampil di Stadion Molineux mengenakan seragam Wolverhampton, seperti yang pernah dia kenakan saat santai bermain bola di sela-sela konsernya di Kalifornia Amerika Serikat, tahun 1977.

Tentu, bagi Plant, bermain di Molineux dengan seragam “The Wolves”  seperti mimpi yang jadi nyata. “Like a dream come true”, persis seperti yang diungkapnya saat dinobatkan sebagai wakil presiden klub, 15 Agustus 2009, di Molineux. So, “Stairway to Molineux”.***


Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor Edisi 19-20 April 2014

Friday, April 18, 2014

Saatnya Berpisah, Roo?

WAYNE ROONEY (foto:dailymail)
YANG namanya perpisahan memang tak pernah mudah. Mungkin gampang diucapkan, namun sulit dijalankan. Manchester United (MU) tahu betul itu. Maka itu, sulit sekali bagi mereka untuk berpisah dengan Wayne Rooney, penyerang yang sudah menyumbang 197 gol dari 402 pertandingan untuk “Tim Setan Merah”.

Ada saja yang membuat mereka enggan melepas pemain kelahiran Liverpool, 25 Oktober 1985 itu. Saat ini, misalnya, ketika Arsenal dan Chelsea menyatakan minat memboyong suami dari Coleen McLoughlin itu, MU pun masih berat berpisah dengan Rooney.

Bukan soal harga sepertinya. Tapi, lebih kepada faktor ketidak relaan MU melihat pemain dengan julukan “Wazza” itu membela dua tim yang nota bene adalah rival utama mereka di Liga Primer.

Padahal, situasi di MU, sudah tak lagi kondusif bagi Rooney. Roo—panggilan Rooney—pun seperti sudah tak lagi bersemangat. Dia kecewa lantaran tak lagi mendapat tempat utama sejak kedatangan Robin Van Persie yang direkrut dari Arsenal, awal musim 2012/13.

Sementara kontraknya, yang tinggal dua tahun lagi, belum juga ada tanda-tanda bakal diperpanjang. Yang bikin sakit hati Rooney, Ed Woodward, Wakil Presiden MU, sempat menyebut bahwa mereka memang  belum berpikir soal perpanjangan kontrak Rooney. Bahkan, kata Woodward, kalaupun kontrak Rooney berakhir, tak akan jadi masalah bagi MU.

Problem Moyes
Rooney pun makin meradang. Ditambah lagi dengan kedatangan pelatih David Moyes sebagai pengganti Alex Ferguson. Tampaknya makin sulit bagi Rooney untuk mempertahankan statusnya sebagai primadona Old Trafford. Memang, Moyes sempat menyebut dirinya masih membutuhkan Rooney. Tapi, kata Moyes, itu hanya terjadi jika Van Persie cedera.

Orang pun kemudian mengaitkannya dengan masa lalu Rooney-Moyes yang memang tak harmonis, saat keduanya masih sama-sama berada di bawah panji-panji Everton. Memang, Moyes boleh dibilang sebagai salah satu sosok yang ikut berjasa mengasah bakat emas Rooney.

Rooney bersama David Moyes (foto:telegraph)
Moyes-lah yang memberikan Rooney debut di Liga Primer, saat Everton bermain imbang 2-2 lawan Tottenham Hotspur 17 Agustus 2002. Debut yang membuat Rooney tercatat sebagai pemain termuda kedua yang tampil di tim utama Everton, setelah Joe Royle.

Tapi, Moyes juga yang membuat Rooney harus meninggalkan Everton, bergabung dengan MU pada Agustus 2004 dengan transfer seharga 27 juta pound (sekitar Rp 412 miliar), lantaran hubungan yang tak harmonis. Sejak saat itu, hubungan Rooney dan Moyes makin buruk. Pada tahun 2008, keduanya bahkan sempat terlibat kasus hukum terkait oto biagrafi Rooney, yang berjudul “My Story so Far…”

Jadi, bagi Rooney, sebenarnya saat-saat berpisah dengan MU sepertinya memang sudah semakin dekat. Sulit bagi Rooney untuk mengulang masa-masa indahnya di “Setan Merah” seperti ketika dia mengantarkan MU memenangkan lima gelar liga, dua piala liga, plus Liga Champions yang merupakan supremasi tertinggi di level antarklub Eropa.

Saat ini, Rooney memang tidak terima jika hanya dijadikan yang kedua setelah Van Persie. Posisinya sebagai penyerang utama tim nasional Inggris membuat Rooney pantang menjadi nomor dua di klub. Apalagi, secara kemampuan, Rooney juga merasa dirinya tak kalah dari Van Persie.

Lihat saja, musim lalu, meski sering jadi pengganti, dia masih mampu mengoleksi total 16 gol dari 37 laga, 12 gol di antaranya di Liga Primer. Untuk itulah, Rooney sendiri merasa tak ada yang perlu dia buktikan lagi untuk menarik hati manajemen MU.

Maka, tampaknya, jika saat ini Rooney meminta dilepas, itu tampaknya benar-benar murni dari hatinya yang terdalam. Bukan seperti Oktober 2010 lalu, saat Rooney juga menghadapi fase yang kurang lebih sama. Ketika itu, dia juga sempat meminta dijual, lantaran kecewa akan kondisinya di MU. Namun, dua hari kemudian dia malah memperpanjang kontrak dengan durasi lima tahun.

Chelsea atau Arsenal?
Tapi, klub mana yang paling cocok untuk ayah dari Kai dan Klay ini. Chelsea atau Arsenal? Arsenal mungkin bisa jadi klub yang tepat bagi Rooney, jika pelatih mereka, Arsene Wenger, sedikit mengubah skema permainan mereka di lapangan.

Dengan mengandalkan kecepatan, Rooney juga bisa jadi pemain yang berguna bagi Arsenal. Dia bisa dimanfaatkan sebagai penyerang sayap, atau poacher, yang khusus menerima bola-bola suplai dari lini tengah, untuk dimanfaatkan jadi gol.

Bagi Rooney, sendiri, bermain di Arsenal juga bisa meningkatkan motivasinya untuk menunjukkan ketajamannya. Dia akan langsung head to head dengan Van Persie yang menggusurnya di MU. Bukankah Van Persie direkrut dari Arsenal?

Bagaimana dengan Chelsea? Sudah bukan rahasia lagi, jika pelatih Chelsea, Jose Mourinho sangat menyukai permainan Rooney. Pelatih asal Portugal itu bahkan sempat mengutarakan keprihatinannya saat Rooney kesulitan mendapat tempat di MU.

Jelas, jika bergabung dengan Chelsea, Rooney dipastikan akan mendapat tempat khusus dari Mourinho. Skema favorit Mourinho: 4-3-3 atau 4-2-3-1, rasanya juga cocok bagi Rooney. Posisinya sebagai target man akan mendapat dukungan maksimal dari gelandang-gelandang visioner milik Chelsea, seperti Juan Mata, Oscar, Eden Hazard, ataupun rekrutan anyar asal Jerman, Andre Schuerrle.


Namun, memang, saat ini, semuanya masih bergantung kepada MU, ke mana akan melego pemain yang sempat menjalani transplantasi rambut ini. Atau, jangan-jangan, MU memang masih belum mau berpisah dengan Rooney, sehingga sisa kontrak dua tahun milik sang pemain akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh “Setan Merah”.***