Ilustrasi (foto: Kompas) |
DI tahun 1985, Iwan Fals pernah menulis sebuah lagu
berjudul “Sore Tugu Pancoran”. Lagu yang terdapat dalam album
dengan title sama itu bercerita tentang Budi, seorang bocah di bawah umur, yang
harus bekerja keras membantu keluarga lantaran himpitan ekonomi yang melanda.
Di sekitar Tugu Pancoran, Jakarta Selatan, Budi
menjanjakan koran untuk menambah penghasilan keluarganya. Pekerjaan ini dia
jalani siang hingga sore, bahkan malam hari. Padahal, pagi harinya, Budi harus
bersekolah seperti anak-anak lainnya.
Iwan Fals tentu tak asal membuat lagu ini. Dia memang
dikenal jeli melihat masalah-masalah sosial di sekitarnya. Setidaknya, apa yang
terjadi pada Budi tentu merupakan potret yang terjadi di jalanan, ketika itu,
25 tahun yang lalu.
Sayangnya, kini, setelah 25 tahun berlalu, masih
banyak teman-teman Budi berkeliaran di Tugu Pancoran. Memang, tidak semua
berjualan koran. Ada yang menjual rokok, atau minuman ringan. Tapi, yang paling
banyak, justru menjadi pengamen jalanan, bahkan pengemis.
Tak hanya di Pancoran. Hampir di semua penjuru kota di
Indonesia masih terdapat anak-anak terlantar, yang nasibnya mungkin jauh lebih
buruk daripada Budi. Mereka berkeliaran di jalan, tidak sekolah, apalagi
memikirkan masa depan.
Di perempatan lampu merah Tomang, Jakarta Barat,
setiap sekitar pukul 01.00 dini hari, sepulang dari kantor saya selalu menemui
anak-anak kecil tidur di troatoar, di bawah tiang lampu merah. Pakaian mereka
tentu kumal, compang-camping tak karuan, karena memang tak ada yang
mengurusnya.
Pertanyaannya, apa yang selama ini dikerjakan
pemerintah negeri ini? Dua puluh lima tahun setelah Iwan Fals menyentil,
perubahan itu tak juga terjadi. Bahkan, menurut Kementrian Sosial, di tahun
2010, anak-anak terlantar di Indonesia mencapai 5,5 juta orang!
IWAN FALS (fotoL Hellmi Fitriansyah) |
Padahal, dalam Undang Undang 1945, pada pasal 34 ayat
1, jelas sekali disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara. Di tahun 2002, Pemerintah juga pernah menerbitkan
undang undang nomor 23 tentang Perlindungan Anak, sebagai lanjutan dari
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Ah, ternyata elit-elit politik di negeri ini belum
juga berubah. Janji-janji muluk hanya bagian dari retorika. Politik tetap
jadi panglima. Semua dipolitisasi. Bahkan, sepak bola pun dipolitisasi. Gila!
Untung, masih banyak pribadi-pribadi di negeri ini
yang begitu peduli terhadap sesama. Secara sukarela, pribadi ataupun kelompok,
mereka membantu merawat anak-anak terlantar dan fakir miskin, agar bisa hidup
lebih layak.
Mereka membantu anak-anak malang ini agar bisa tetap
tersenyum, bersekolah, dan yang paling penting, mereka membantu anak-anak ini
agar tetap punya masa depan. *
Sore Tugu Pancoran (Iwan
Fals)
Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Disimpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan Koran
Menahan dingin tanpa jas hujan
Disimpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan Koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal
Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal
No comments:
Post a Comment