Saturday, June 13, 2015

“Hitam Putih” Donny Fattah



KEREN - Donny Fattah (tengah) dan Tera dan Atevian. (Foto: Edu Krisnadefa)
Warna hitam putih mendadak jadi “identitas” Donny Fattah. Mengenakan kemeja lengan panjang putih dipadu dengan celana panjang hitam, salah satu pentolan band legendaris God Bless itu naik ke panggung.

Tapi, dia tak cuma bermain bass, spesialisasinya di God Bless. Donny juga bernyanyi, berteriak, dan membacakan puisi, berorasi. Donny menjadi “orator”. “Ada manusia-manusia dengan Tuhan yang sama, saling membunuh. Apakah Tuhan menyuruh kita membunuh? Aneh!!!” suara Donny bergetar mengetuk nurani kita semua... ***


BEGITULAH secuil adegan yang terekam dalam launching proyek solo terbaru Donny, yang diberi nama Donny Fattah Project dengan judul “Hitam Putih”. Ini proyek solo pertama Donny dalam 28 tahun terakhir, sejak dia mengeluarkan album “Lagu Untukmu” dengan “label” Donny & Friends.

Rabu (10/6), Di Rolling Stone Cafe, Jakarta, acara ini dihelat. Setelah sebelumnya menggelar jumpa pers dipandu pengamat musik senior Bens Leo dan pemotongan tumpeng, konser mini itu digelar. Ada lima dari total tujuh lagu di album Hitam Putih yang dimuntahkan Donny dan kawan-kawan dalam konser malam itu.

Jumpa pers with Bens Leo (kanan)
Alhasil, area belakang Rolling Stone Cafe, yang basah lantaran sempat turun hujan pun tetap terasa hangat. Apalagi dengan dukungan tata lampu yang wah, berkerlap-kerlip. Konser mini ini juga sekaligus memang jadi suguhan yang luar biasa bagi para pecinta musik rock.


Tak heran, massa yang datang pun cukup membludak. Selain God Bless Community (GBC) yang dikomandani Asriat Ginting, banyak pencinta musik rock yang mengkhususkan diri datang. Hadir juga beberapa musisi ternama yang juga merupakan sahabat-sahabat Donny. Sebut saja Yockie Suryo Prayogo, mentan pemain kibor God Bless. Ada juga Thomas dan Budjana (GIGI), serta pemain kibor El Pamas, Edi Darome. 

Saya sendiri hadir bersama lima kawan dari komunitas Rock Hits: Muhammad Taufik, Wiedherry Nugroho, Cilegowo Wokowo, Cadix Tiga Belas, dan Seus Eky Shuuzz. Tapi, kami tak datang berbarengan.

Taufik, hadir paling awal dan langsung menunggu saya di area parkir.  Selama acara, doi, yang juga juragan lapak kaos metal “MetalHammer”, malah berperan sebagai fotografer ogut.Tengkyu broooo...

Tak lama, masse Wiedherry muncul bersama dua tokoh musik senior. Salah satunya mantan wartawan musik Rudi Suherman. Pergaulan masse yang satu ini memang luar biasa luas, khususnya di bidang entertaint (baca: musik). 

Rock Hitters eksis!
Sementara Cilegowo dan Cadix alias Ical, muncul saat konser berlangsung. Sebelum menuju lokasi, keduanya sempat hunting kaset/CD terlebih dahulu di Blok M Square..Walahh...
Nah, mbak Eky yang muncul paling belakangan. Seperti biasa, rock n roll lady yang satu ini tampil dengan gayanya yang nyentrik, eksentrik. Keren. Doi juga punya pergaulan luas dengan para musisi. 

Di acara ini saya juga berkesempatan bertemu dengan sahabat yang selama ini hanya bertegur sapa lewat komentar-komentar di Facebook, Mas John Arif, atau ngetop dengan “nama panggung” John Arif KopiRock. Doi juga seorang musisi, pemain perkusi dan penggiat musik tradisional yang super nger-rock. Matur suwun mas sudah mengenali saya... he, he, he....

Terus terang, meski hanya memainkan lima lagu, penampilan Donny dan kawan-kawan tetap memberi kesan. Setidaknya, penampilan mereka telah mewakili apa yang mereka tuangkan di album Hitam Putih.

Apalagi, penampilan Donny, yang telah menelurkan enam album studio plus tiga kompilasi bersama God Bless, benar-benar total, malam itu. Bahkan, secara khusus, di tiga lagu pertama, dia sama sekali tak menyentuh bass. Peran itu dimainkan oleh Rocky, putra gitaris God Bless, Ian Antono.

Donny, 65 tahun, selain membacakan narasi di tengah lagu, juga berlaku sebagai backing vokal bagi vokalis utama, Atevian dan Teraya Paramehta. Nama terakhir tak lain merupakan menantu sang maestro.

Tapi, ya itu tadi. Meski tak menyandang bass, totalitas Donny di atas panggung tetap nampak nyata. Termasuk saat berteriak, “Indonesia baru milik kami. Kembalikan saja milik kami!” dalam lagu “Suara Anak Negeri”. Wuihhhhh syedafffff......

Donny Fattah
Baru pada dua lagu terakhir, “Gaza” dan “Bintang”, suami dari Diah Pitaloka itu ikut melebur dalam musik, memainkan bassnya. Aplaus penonton pun menggema. “Kalau yang main legend, memang beda,” ujar Edi Darome, salut.

Saya sendiri terus terang memang sudah lama menantikan launching album ini. Sebab, sudah hampir sebulan terakhir, kawan-kawan di GBC terus mendengungkan gig keren ini. Asriat Ginting juga begitu rajin mengingatkan teman-teman tentang acara ini di akun Facebook pribadinya. 

Bagi saya, menyaksikan langsung seorang Donny Fattah, yang bersama God Bless begitu memengaruhi masa-masa SMP saya, adalah kesempatan langka. Maka itu secara khusus, saya telah melingkari tanggal ini, termasuk juga meminta cuti kepada kantor. Dan, pada “hari H”, saya rela pun “marathon rock n roll”—pinjam istilah om Taufik—demi bisa hadir di Rolling Stone Cafe tepat waktu. 

Dimulai subuh hari, saya sudah bersiap untuk mengisi acara jadi narasumber tentang perjuangan tim sepak bola Indonesia di SEA Games dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi di TvOne, yang on air sekitar pukul 07.00 WIB. Usai siaran, pulang ke rumah sekitar pukul delapan. Tidur... bangun sekitar pukul 12.00 WIB untuk menjemput putra sulung saya yang mengikuti acara perpisahan dengan sekolahnya, di kawasan Pondok Gede. Kembali ke rumah tepat pukul 15.00 WIB. Tidur lagi, bangun sekitar pukul 17.00 WIB, mandi, langsung cabs ke Rolling Stone Cafe. Ha, ha, ha...rempong yakkk....yang beginian diceritain.....

Tiga Generasi
Proyek Donny yang juga pernah membentuk Gong 2000, kali ini memang sangat menarik. Sebab, dia mengajak orang-orang terdekatnya. Ada Maully Gagola, adik kandungnya dan pemain perkusi kawakan, Jalu G Pratidina, yang tak lain adalah adik iparnya. Tentu saja, keduanya bukan orang baru di musik. 

Super cool Maully Gagola
Maully, di antaranya sempat membuat grup STAFF di tahun 1980-an bersama Ikang Fawzie, Addie MS, dan Raidy Noor. Lalu di awal tahun 1990-an, dia juga merilis album rock bersama Legend Bee, dengan vokalisnya Baruna Priyatomo, mantan vokalis El Pamas. Masih ingat “Jakarta Ruuockk Cityyyy...”..nah itu lagu jagoan mereka.

Sementara Jalu, namanya sudah tak asing lagi dalam dunia perkusi Indonesia. Bahkan, bisa dibilang, pria berambut panjang ini adalah salah satu legenda di bidangnya. Jam terbangnya sangat tinggi lantaran kerap bermain bersama musisi-musisi ternama—kebanyakan Jazz—seperti Dewa Budjana, Tohpati, atau bassist Bintang Indrianto.

Tak cuma itu, Donny juga melilbatkan putra-putra personel dan eks personel God Bless yang masih muda-muda. Selain Rocky Antono, ada juga Nara Putra Prayindra gitaris yang merupakan putra Yockie dan Rama (drum) putra drummer Yaya Moektio, dan tentu saja putra Donny sendiri, Iman serta sang istri, Tera.

Selain itu, ada juga Damon, gitaris yang merupakan putra almarhum Tony Koeswoyo, yang sempat menjulang bersama Kidnap Katrina. Di luar itu ada Yose Kristian (drummer Iwan Fals) dan Vergy “Egy” Harindah (pemain kibor Laskar). Sementara untuk vokalis utama, dipilihlah Atevian, yang sempat bermain dengan Iwan Xaverius dengan band IX's. Maka itu, Donny pun menyebut proyek ini sebagai proyek “Tiga Generasi”.

Hal menarik lainnya adalah corak musik yang mereka mainkan. Ada rasa progressive rock yang begitu kental. Kehadiran musisi-musisi muda juga membuat musik Donny jadi lebih segar dan bertenaga. Selain itu, unsur ketipung yang dimainkan Jalu memberi warna tersendiri di album ini. Dengar saja lagu “Bintang”, saat tepakan ketipung Jalu bersahutan dengan raungan gitar Damon.

Jalu G Pratidina
Terserah Pendengar
Asik betul mendengar album ini. Sebuah suguhan musik megah yang mengiringi vokal paten Atevian. Untuk vokalis yang satu ini, rasanya memang perlu diberi catatan khusus. Suara penyanyi tinggi besar ini sangat berwarna dan unik. Dia bisa menyesuaikan karakter vokalnya dengan lagu. Bisa jadi bening, manis, bisa juga gahar.

Di lagu “Bintang”, Atevian bernyanyi dengan cengkok khas rocker, kebetulan lagu ini memang “rock banget”. Sementara di lagu “Terpapar” ada beberapa momen di mana suara vokalis asal Bekasi ini terdengar begitu bening, jernih. Bahkan, di lagu “Cinta” Atevian berani bermain-main dengan karakternya. Begitu manis dia mengawali lagu, namun terdengar gahar pada reffrain.

Kehadiran Tera juga memberi warna tersendiri.  Kualitas keren suaranya tampak jelas saat  pada lagu “Terpapar” saat dia bernyanyi layaknya penyanyi seriosa. Simak pula aksi Tera di lagu “Suara Anak Negeri” saat melapis vokal Atep dengan “suara dua”-nya.

Dony sendiri mengaku tak memaksakan idenya. “Saya hanya memberikan arahan. Semuanya mereka yang menentukan,” ujar Donny saat bicara kepada media, usai jumpa pers. Namun, Donny tetap menunjuk Jalu untuk bertanggung jawab terhadap beat, sementara Maully di sektor rhythm. Donny juga tak menentukan, siapa bermain di lagu apa. “Semua natural saja. Ini proyek bersama-sama,” ujarnya, merendah.

Maka itu, Donny pun memersilakan pendengar menilai sendiri musik apa yang mereka mainkan. Termasuk soal lirik yang di beberapa lagu yang terdengar “keras”. “Saya hanya berusaha mencurahkan apa yang saya lihat tentang kondisi saat ini. Bagaimana kita mengatasinya bersama. Jadi, tidak ada maksud saya untuk menggurui, menuding, apalagi menghujat,” ujarnya.
Nara Putra Prayindra
Atevian
Rocky Antono

Ya, memang hampir semua lagu di album bermuatan pesan-pesan dan kritik sosial. Sebut saja lagu “Suara Anak Negeri” yang memotret keresahan Donny akan nasib generasi mendatang. “Jangan tipu anak negeri. Jangan curi harta kami,” begitu kata lagu tersebut.

Ada juga lagu “Terpapar” yang bercerita tentang sosok-sosok opurtunis negeri ini yang kerjanya hanya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mereka sudah tak punya nurani, tak peduli akan nasib sesama, yang mereka rugikan. “Libas habis....provokator! Sikat bersih spekulator!” Mantaff....

Damon Koeswoyo
Lagu ini juga menarik karena diawali dengan pidato Soeharto saat mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden, 21 Mei 1998.

Sementara lagu “Uang” yang menempati track ke-6, bercerita tentang kegilaan manusia yang tak pernah puas memburu materi. Padahal, kata Donny, uang bukan penentu segalanya. Bukan hanya uang yang harus kita cari di dunia ini.

Donny juga tak melepas pandangannya akan isu internasional, seperti dituliskannya dalam lagu “Gaza” yang bercerita tentang krisis Timur Tengah. Donny menyebut lagu ini telah dibuat sejak tahun 2002, namun sampai sekarang kondisinya tidak banyak berubah.

Album ini diproduseri sendiri oleh Donny. Proses rekaman dilakukan di studio pribadi milik Donny Hardono (DSS) selama total 30 hari. Sementara proses mixing dan mastering dikerjakan Indra Q, pemain kibor BIP. Untuk sound engineer ditunjuklah Edi Koesworo plus programmer Ahmad Fahmy Alatas.
Sukses terus buat Om Dons...keep on rockin!

All Musisicians

Oleh-oleh hehehehe

With Nara (kiri) n Rama (tengah) (Foto: Taufik)

God Bless Community in action! (Foto: istimewa)

With Mas John Arif...ruoockk!! (Foto: Taufik)


5 comments: