NAMA band legendaris Inggris, Led Zeppelin, sepertinya
tak cukup besar bagi Steven Tyler. Buktinya, vokalis Aerosmith itu
menolak kesempatan menjadi penyanyi utama Zeppelin, menggantikan Robert
Plant.
“Saya memang sempat mengikuti audisi untuk menggantikan Robert Plant. Tapi, saya berubah pikiran,” ujar Tyler seperti dikutip Guardian, beberapa
hari lalu. ”Saat Jimmy Page (gitaris Zeppelin) menanyakan apakah saya
bersedia merekam lagu bersama mereka, saya katakan ‘tidak’. Saya masih
penyanyi Aerosmith.”
Seperti diketahui, Zeppelin yang namanya benar-benar menjulang pada
pertengahan tahun 1970-an itu memang berniat melakukan reuni dan
mengeluarkan album baru. Page dan John Paul Jones tetap memainkan gitar
dan bass. Sementara posisi drummer yang lowong lantaran meninggalnya
John Bonham di tahun 1980, diisi putranya, Jason. Hanya Robert Plant,
yang menolak kembali bergabung.
Untuk itulah, Zeppelin menggelar audisi, sejak November tahun lalu.
Beberapa nama vokalis top pun dijajal, termasuk Myles Kennedy, vokalis
Alter Bridge. Sayang, begitu mereka merasa cocok dengan Tyler, ayah
model dan aktris cantik, Liv Tyler itu malah menolak.
RETAK - Steven Tyler dan Joe Perry dikabarkan retak (foto:nightmaircreative)
Tyler yang telah menelurkan 14 album bersama Aerosmith itu mengaku,
awalnya mengetahui Zeppelin menggear audisi dari manajer grup tersebut,
Peter Mench, yang juga sahabatnya. “Dia mengatakan Robert Plant tak mau
lagi bermain dengan Page dan menanyakan apakah saya mau bermain dengan
Zeppelin. Saat itu saya memang tertarik,” Tyler, 62 tahun, menjelaskan.
Status Tyler sendiri sebenarnya sedang tidak jelas di Aerosmith. Gitaris
Joe Perry, bahkan sempat menyebut bahwa Tyler telah mundur dari
Aerosmith, meski belakangan, mereka dikabarkan kembali rujuk. Hanya
saja, Perry tampaknya belum sepenuhnya bisa menghilangkan kekesalannya
terhadap Tyler, yang diawali dengan bergabungnya Tyler sebagai salah
satu juri program American Idols.
Tak heran, terkait pernyataan Tyler yang menyebut dirinya menolak
bergabung dengan Zeppelin, Perry menanggapinya dengan nyinyir. Kepada Pulse of Radio,
dia menyebut, dalam audisi tersebut, Tyler sebenarnya gagal karena
terkesan gugup dan tidak hapal lirik lagu Zeppelin. “Jadi, Zeppelin yang
memutuskan tak merekrutnya. Bukan Tyler yang menolak bergabung,” ujar
Perry. Jadi, mana yang benar?
YA, sebutlah dia, Lenny Kravitz, sang rocker plus. Sebagai
penyanyi rock, dia tak hanya memiliki karakter vokal yang khas, melainkan juga
mempunyai kemampuan memainkan alat musik, dari gitar, bass, drum, hingga
keyboard.
Tak hanya bisa, melainkan mahir. Bahkan, kerap, di
album-albumnya, Kravitz memainkan semua instrumendi
atas. Julukan rocker plus, rasanya juga makin lengkap lantaran dalam musiknya,
Kravitz mencampur rock dengan unsur-unsur soul, funk, reggae, hard
rock, psychedelic, folk, dan balada.
Namun, tetap, warna rock selalu dominan dalam musik pria
kelahiran New York, Amerika Serikat (AS), 26 Mei 1964 ini. Itu setidaknya
terlihat dengan upaya Kravitz mempertahankan sound gitar rock yang menjadi
nyawa di setiap lagunya. Kravitz memang bukan musisi kemaren sore. Sejak merilis album debutnya, Let Love Rule, di
tahun 1989, total, tak kurang dari sembilan album telah dilahirkan putra aktris
Roxie Roker ini. Album terbaru Kravitzs sendiri, Black and White America,
kabarnya akan dirilis musim panas, tahun ini. Namun, salah satu singlenya, "Come
On Get It" telah dirilis sejak 2010 lalu, dan menjadi theme song
iklan komersial kompetisi NBA.
Empat penghargaan bergengsi di ajang Grammy Award, "Best
Male Rock Vocal Performance" empat tahun berturut-turut (1999-02) juga
membuktikan kapasitas mantan suami aktris Lisa Bonet mantan bintang "The
Cosby Show" itu.
Di luar itu, dia juga sempat terlibat di beberapa
produksi film Hollywood. Salah satunya, Precious, di mana Kravitz
berperan sebagai perawat. Di film ini, Kravitz beradu peran dengan Mariah
Carey.
Satu lagi kehebatan Kravitz, dia tak hanya menulis lagu
untuk dinyanyikannya sendiri. Melainkan juga untuk penyanyi-penyanyi terkenal
lainnya. Mulai dari Madonna, Steven Tyler, hingga mendiang Michael Jackson.
Kehebatan Kravitz memang tak hanya terletak pada
melodi-melodi yang unik, rift-rift catchy, dan enak didengar, seperti pada latu
"Mr. Cab Driver", "American Woman",
"Are Gonna Go My Way", ataupun "Love
Revolution". Melainkan juga kekuatannya dalam membuat lirik di setiap
lagunya.
Lagu
untuk Ayah
Tak hanya soal cinta, Kravitz juga kerap mengangkat
tema-tema sosial. Salah satu lagunya, "A Long and Sad Goodbye"
di album It Is Time for a Love Revolution, bahkan dia buatnya khusus
sebagai ode untuk sang ayah, Sy Kravitz, seorang produser di NBC Tv, yang
meninggal pada tahun 2005 lantaran leukemia.
Seperti diketahui, Kravitz memang tak memiliki hubungan
harmonis dengan sang ayah.
Papa, who's to blame?
Why you never had your fortune and famePapa,
what did you gain?
To leave the love you had for a two bit damePapa,
you meant the world to me
Dalam sebuah wawancara, Kravitz menuturkan, dirinya
dengan ayahnya sempat berbaikan dua minggu sebelum sang ayah meninggal.
"Hubungan saya memang buruk dengan ayah karena dia telah menyakiti ibu
saya, dengan berselingkuh," ujar Kravitz. "Suatu hari, dia pergi
meninggalkan kami. Begitu saja, tanpa bicara apa-apa."
Kravitz, yang sempat menggunakan nama panggung Romeo
Blue, memang langsung menjulang saat merilis album debut Let Love Rule
di tahun 1989. Album tersebut cukup sukses, terutama di pasar Eropa, di mana
mampu terjual 2 juta kopi, dan mendapat sertifikat gold di AS, tahun 1995.
Nama Kravitz kian menjulang usai mengeluarkan album
kedua, Mama Said, tahun 1991. Di album ini, dia menggandeng gitaris Slash, yang
tengah berkibar namanya bersama Guns N' Roses dan Sean Lennon, putra mendiang
John Lennon, dedengkot The Beatles.
Album ini sendiri konon banyak bercerita tentang kisah
kehidupan Kravitz dengan Lisa Bonet, wanita yang dinikahinya pada tahun 1987
dan diceraikannya enam tahun kemudian. Saat ini, buah cinta Kravitz dan Bonet,
telah berusia 22 tahun, Zoe yang mulai merintis dunia model dan film.
Tembang "It Ain't Over 'til It's Over" dan
"Always on the Run", yang mengandalkan gaya gitaran Slash,
menjadi jagoan di album ini. Namun, lagu-lagu balada seperti "Stand by
My Woman" dan "All I Ever Wanted" (featuring Sean
Lennon) juga cukup menyita perhatian pencinta musik rock saat itu.
Setelah itu, bisa ditebak, jalan Kravitz di pentas musik
dunia pun kian lapang. Tak heran, enam album selanjutnya: Are You
Gonna Go My Way (1993), Circus (1995), 5 (1998), Lenny (2001), Baptism (2004),
serta It Is Time for a Love Revolution (2008) pun selalu menangguk sukses.
Album 5 yang menelurkan hits-hits macam "I
Belong to You", "Thinking of You", dan "Fly Away"
bahkan sempat meraih dua Grammy Award, untuk Best Rock Album dan
Best Male Rock Vocal Performance. So, are you gonna go my way?
Diskografi
1989 Let Love Rule
1991 Mama Said
1993 Are You Gonna Go
My Way
1995 Circus
1998 5
2001 Lenny
2004 Baptism
2008 It Is Time for a
Love Revolution
2011 Black and White
America
Sumber: Wikipedia, musicroom, The Desert Sun, Independent, youtube,
berbagai sumber
SEMPURNA - Iron Maiden tampil sempurna malam itu (foto:tioabi)
YA, kehadiran Iron Maiden di Pantai
Karnaval, Ancol, Kamis (17/2) malam, benar-benar telah membius para metal
head yang hadir. Lewat aksi memukau, grup heavy metal asal Inggris yang beranggotakan
Bruce Dickinson (vokal), Steve Harris (bass), Nicko McBrain (drum), serta
Janick Gers, Adrian Smith, dan Dave Murray ini membuat mabuk kepayang sekitar
200 ribu penonton yang hadir. Memang, kami, penonton, sempat frustrasi berat
lantaran harus begitu lama menunggu kemunculan Bruce dan kawan-kawan di atas
pangung. Bayangkan, kami sudah berada di area panggung, sejak pukul 18.00.
Namun, baru lebih dari pukul 20.00, Rise To Remain, band putra Dickinson,
Austin, yang jadi grup pembuka muncul di atas panggung. Namun, semua kepenatan,
kekecewaan, kebetean itu sirna begitu saja, saat Iron Maiden muncul di
depan mata kami, sekitar pukul 21.20. Ya, setelah Rise To Remain tampil sekitar
setengah jam, Iron Maiden, legenda heavy metal itu memang benar-benar hadir di
depan mata kami. Wowwwwww......ini bagaikan mimpi.
Para
penonton pun langsung gaduh tak karuan. Mereka yang sebelumnya berada di
belakang barisan festival A, pelan-pelan merangsek ke depan, sehingga kami yang
berada di tengah, tak jauh dari bibir panggung mulai terdesak. Namun, lantaran
euforia yang begitu menyengat, kami tak terlalu merasakannya.
Dave Murray (kiri) dan Steve Harris (foto:tioabi)
Seperti konser di
Moskow dan Singapura, Iron Maiden membuka konser dengan dua lagu dari album
terakhir mereka, The Final Frontier: "Satelite 15... The
Final Frontier" disusul "El Dorado" yang baru
memenangkan penghargaan Grammy Awards untuk kategori Best Metal Performance.
Suasana baru mulai panas, saat lagu ketiga, "2 Minutes to Midnight"
digeber. Para penonton yang ada di depan panggung pun melompat-lompat sambil
mengacung-ngacungkan tangan.
Sayang,
beberapa dari mereka masih saja ada yang norak alias kampungan. Mereka
seenaknya ber-head banging,moshpit, tanpa mempedulikan penonton
lain, sehingga beberapa penonton memilih agak mundur ke belakang, daripada
berperkara .
Termasuk saya, dan rekan saya, Charles Simanjutak, beserta
istrinya. Suasana makin panas begitu nomor "The Trooper"
digeber setelah sebelumnya Dickinson menyanyikan "Coming Home" dan
"Dance of Death". Dan, setelah lagu "The Trooper"
yang membuat kocar-kacir penonton, saya tak tahu lagi di mana Charles, yang
merupakan produser program Wara-Wiri di Trans7 itu berada.
Ogut (kiri) dan Charles narsis di depan panggung :)
Untung, saya
bertemu kawan lama saya, Tioabi yang yang saat ini menjadi manajer Stairway to Zinna, band yang segera merilis
album, April mendatang. Saya juga bertemu Arkanda, mantan additional keyboard
The Flowers, dan Laura Iyos. Satu hal yang membuat saya
terkagum-kagum adalah stamina luar biasa yang dipertontonkan para personel grup
yang dibentuk tahun 1975. Dengan usia mereka yang rata-rata di atas 50
tahun, Bruce dan kawan-kawan tampak masih energik di atas panggung.
Steve
Harris, bassist idola saya, begitu liar mencabik dawai-dawai bassnya meski
telah berusia 54 tahun. Beberapa kali, dia juga memperlihatkan gaya andalannya,
merunduk menyorongkan bassnya, ibarat tengah menembakkan sesuatu melalui
bassnya. Begitu juga dengan Janick Gers, yang menurut saya menjadi salah satu
yang paling atraktif, malam itu.
Mengenakan kaus buntung Iron maiden dan celana
hitam ketat, beberapa kali, Gers, 54 tahun, melakukan atraksi dengan
memutar-memutar gitar di sekujur tubuhnya. Petikan gitarnya juga masih heboh.
Tak hanya di lagu-lagu kencang , saat membawakan lagu "Dance of
Death", nyawa dan soul lagu yang diciptakan sound gitaran Gers juga
benar-benar muncul. Entah mengapa, menyaksikan gaya dia bermain, saya
teringat sahabat saya, almarhum Ivan Bathox, yang juga seorang gitaris.
Aksi Janick Gers (foto:tioabi)
Sementara
Bruce, dengan aksinya yang khas, masih begitu lincah, melompat ke sana-sini.
Dia bahkan sempat mengibar-ngibarkan bendera Union Jack Britania Raya. Namun, hebatnya,
vokalnya sama sekali tak terganggu, tetap stabil. Dia memang musisi berkelas.
Bruce juga sangat komunikatif terhadap audiens. Sebelum menyanyikan lagi "Blood
Brothers", yang diambil dari album Brave New World di tahun 2000, dia
sempat mengajak penonton ngobrol. Dia menyebut, bagi Maiden, bertemu dengan
budaya baru, orang baru, makanan baru di setiap negara, bukanlah hal istimewa.
Tapi, yang membuat mereka selalu terharu adalah saat menyaksikan para penonton
mereka datang dari berbagai ras, agama, suku, yang berkumpul jadi satu.
"Di sini ada yang dari Malaysia, dari Singapura, dari Australia bahkan
Amerika, right? Tapi, tak ada perbedaan di sini. Kita semua satu,"
ujar Bruce, yang juga berkali-kali meneriakkan "Scream for me,
Jakartaaaaaaaaaaa". Saya sendiri merinding, saat Gers dan Dave Murray,
lewat petikan gitarnya, memainkan intro lagu "Fear of The
Dark" yang kemudian disusul koor para penonton
"Oooooooooo...ooooooooooo".
Wuuiihhhhhhhhhhhhhh... benar-benar sebuah
pengalaman yang tak akan terlupakan. Kami pun bernyanyi bersama untuk beberapa
bait awal: I am the man who walks aloneAnd when I'm walking a dark
roadAt night or strolling through the parkWhen the light begins
to changeI sometimes feel a little strangeA little anxious when
it's darkFear of the dark, fear of the darkI have constant fear
that something'salways nearFear of the dark, fear of the darkI have a phobia that someone'salways
there.................................
Seperti juga
di Rusia, pada lagu ke-13, "Iron Maiden", monster Mr. Eddie,
versi baru, yang tingginya sekitar 6 meter juga muncul di atas panggung. Dia
sempat bercengkerama dengan Janick Gers, yang sejak awal memang begitu
atraktif di sisi kiri panggung.
Usai lagu ini, para personel menghilang di
balik panggung, sebelum akhirnya muncul kembali, setelah kami, penonton, berteriak
"We want more.....we want more..........................". Trik
yang biasa dilakukan musisi dunia. Setelah itu, tiga lagu berturut-turut: "The
Number of The Beast", "Hallowed Be Thy Name," dan "Running
Free" berturut-turut mereka geber, untuk menutup konser yang berakhir
sekitar pukul 23.30 WIB itu.
Gout with Kanda, Tio Abi, dan Laura
Terus terang, secara umum saya sendiri sangat puas
menyaksikan penampilan Iron Maiden yang begitu prima, karena juga
mendapat dukungan sound system yang memadai. Saya juga tak heran, jika begitu
banyak musisi lokal menyempatkan diri hadir di konser ini. Sebut saja Bagus
Netral, Maki & Enda (Ungu), Once (Dewa), Eros (Sheila on Seven), ataupun
presenter Arie Dagink, yang begitu sering berseliweran di depan saya.
Salut dan terima
kasih untuk Original Production, yang telah bekerja keras untuk bisa memujudkan
mimpi "The Troopers" menyaksikan langsung Iron Maiden di
Jakarta, Konon, untuk hal ini, Tommy Pratama, sang dedengkot Original
Production, butuh waktu lima tahun untuk meyakinkan manajemen Iron Maiden agar
mau main di Indonesia. Is it worth? Absolutely yes!
Salam
Maiden Setlist Iron Maiden di
Ancol 1. Satelite 15… The Final Frontier 2. El Dorado 3. 2 Minutes to
Midnight 4. Coming Home 5. Dance of Death 6. The Trooper 7. Blood Brothers 8.
The Wickerman 9. When The Wild Wind Blows 10. The Talisman 11.Evil
That Man Do 12. Fear of The Dark 13. Iron Maiden Encore 14 The Number of The
Beast 15 Hallowed Be Thy Name 16 Running Free
BONO atau Paul David Hewson lengkapnya, semakin mengukuhkan diri sebagai salah satu musisi terkaya di dunia. Telegraph menulis, vokalis kelompok musik U2 itu mendapat keuntungan bersar lantaran makin menjulangnya situs jejaring sosial Facebook.
Saham Bono, sebesar 1,5 persen di Facebook, Inc, konon kini bernilai 728 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,5 triliun! Padahal, tahun lalu, saat Elevation Partners, perusahaan investasi milik Bono membelinya, harga saham tersebut “hanya” sekitar 195 juta dolar AS.
Seperti diketahui, dengan modal baru, Facebook yang pertama kali di-launching pada Februari 2004 kini telah bernilai 33,7 miliar dolar AS. Dan, sang pendiri sekaligus CEO, Mark Zuckerberg, memiliki 25 persen di antaranya.
Sebelumnya, Bono sendiri-juga bersama grupnya-telah dikenal sebagai musisi dengan penghasilan melimpah. Bahkan, di tahun 2010 lalu, oleh Majalah Forbes, grup asal Dublin, Republik Irlandia ini ditempatkan di posisi paling atas sebagai musisi berpedapatan paling tinggi, dengan torehan 129 juta dolar AS.
Pemasukan terbanyak mereka dapat dari rangkaian tur “360 Degree” dalam rangka mempromosikan album No Line on the Horizon, di tahun 2009.
Bono, 50 tahun, yang pertama kali membentuk U2 pada 1976, belakangan memang sibuk berbisnis bersama Elevation Partners-nya. Selain di Facebook, dia juga memiliki investasi di Forbes dan Palm, sebuah perusahaan yang bergerak di sistem komunikasi.
Nama Bono sendiri, pertama kali menjulang pada tahun 1980 saat mengeluarkan album Boy bersama U2. Dengan genre musik khas, lirik yang pintar saat bicara cinta atau sosial, serta gaya menyanyi Bono yang karismatik, U2 langsung melesat. Mereka jadi salah satu band rock papan atas di Amerika Serikat dan Eropa. Hingga kini, mereka telah merilis total 12 studio album.
Perlu dicatat, hampir semua album mereka ini mendapat tempat istimewa di berbagai music charts, terutama di Inggris. Lagu-lagu mereka pun seperti “I Will Follow”, “The Sweetest Thing”, “Pride”, “When The Street Has no Name”, “With or Without You”, Sunday Bloody Sunday, “I Still Haven’t Found What I’m Looking For” , hingga “Elevation” dan “Beatiful Day”, seperti telah menjadi legenda.
Bahkan, hingga kini, lagu-lagu U2 masih kerap dimainkan di kafe-kafe di Jakarta. Protonema, band asal Bandung yang sempat menjulang lewat lagu “Kiranya” dan “Rinduku Adinda”, adalah salah satu band yang memainkan lagu-lagu U2 sebelum masuk dapur rekaman.
Tak Melulu Musik dan Bisnis
Namun, Bono dan U2 tak melulu berpikir tentang musik dan bisnis. Sejak awal, dia memang sudah peduli akan masalah-masalah sosial dunia. Pada awal tahun 1980-an, mereka bahkan sudah terlibat proyek sosial bersama penyanyi country Bob Geldof, untuk menggalang dana demi membantu membasmi wabah kelaparan di Ethiopia.
Pada tahun 2005, bersama Geldof pula, Bono mengelar Live 8 project, yang fenomenal itu. Ketika itu, dengan dukungan tak kurang dari seribu musisi, mereka menggelar sepuluh konser secara bersamaan di negara-negara anggota G8 dan Afrika Selatan pada tanggal 2 dan 6 Juli 2005, sebagai bentuk kampanye mereka untuk menggalang dana untuk memberantas kemiskinan. Sesuai dengan motto mereka ketika itu, “Make Povery History”.
Konser ini sendiri disiarkan langsung di 182 jaringan stasiun televisi. Hebatnya, pada tahun 7 Juli, para pemimpin G8 mengumumkan mereka akan menyumbang total 50 miliar dolar AS untuk membasmi kemiskinan di dunia. Jumlah itu dua kali lipat dari yang mereka sumbangkan setahun sebelumnya.
Aksi Adrian Smith, Dave Murray, dan Janick Gers (foto:kjagen)
IRON Maiden tak ingin membuang waktu
percuma. Di konser pertama mereka dalam rangkaian "The Final Frontier
World Tour 2001", kelompok yang digawangi Bruce Dickinson (vokal), Steve
Harris (bass), Nicko McBrain (drum), serta Janick Gers, Dave Murray, dan Adrian
Smith (gitar) ini langsung menyengat di Moskow, Rusia, Jumat (11/2). Seperti
dilaporkan Aif.ru, puluhan ribu metal head Rusia yang memadati
Stadion Olimpysky, tempat berlangsungnya konser, dibuat terkesima oleh aksi
menakjubkan kelompok heavy metal yang personelnya rata-rata telah berusia di
atas 52 tahun itu.
Aksi
panggung dan lengkingan vokal Bruce masih prima, begitu juga dengan gebukan
McBrain dan cabikan bas Harris. Sementara aksi-aksi "3 Amigos",
julukan untuk trio gitaris: Gers, Smith, dan Murray, membuat
komposisi-kompisisi milik kelompok asal Inggris ini jadi tetap megah.
Tata panggung
juga digarap sedemikian rupa, seperti metal hangar dengan menara-menara yang
tinggi di sekitar panggung, plus tata lampu yang memukau. Sebagai latar
belakang panggung, tampak gambar tengkorak raksasa dengan tongkat yang
diikatkan bendera Inggris Raya. Aif.rumelaporkan, set panggung, dengan
berbagai gambar monster di sekelilingnya, lebih mirip suasana dalam film-film
horror. Hebatnya, set panggung juga sempat beberapa kali diganti.
Para penonton
memang sempat terkesan dingin saat grup Rise to Remain, yang dimotori putra
Bruce, Austin, tampil sebagai band pembuka. Mungkin karena aliran musik yang
diusung Austin dan kawan-kawan jauh berbeda dengan musik kelompok ayahnya.
Namun, begitu lampu enam personel Iron Maiden muncul di panggung, sontak
suasana gaduh tak terelakkan. Bruce, yang memang "master panggung"
ini lalu berlari ke bibir panggung. Sambil menyorongkan mikrofon, dia pun
berteriak, "Screaaam for me, Moscooowwwww".
Penampilan
Bruce sendiri sporty. Dia mengenakan kaus buntung warna hitam bertuliskan "Psych
Ward" yang sengaja disobek-sobek. Bruce tampak santai mengenakan celana
army dan sepatu kets. Dia juga menggunakan armbands warna hitam, di kedua
tangannya.
Tak pula dia mengenakan kupluk berwarna hitam. Setelah itu, dapat
ditebak, adrenalin dan emosi para penonton pun terus diaduk-aduk. Aif.rumenyebutkan,
penonton memang hanya loncat-loncat dan mengepalkan tangan saat dua lagu
pertama: "Satellite 15... The Final Frontier" dan "El
Dorado ",dari album "The Final Frontier" dimainkan.Mungkin
karena belum familiar.
Namun, begitu memasuki lagu ketiga, saat Iron Maiden
memainkan lagu "2 Minutes To Midnight ", para penonton pun
sontak turut bernyanyi. Disusul kemudian dengan lagu-lagu legendaris mereka
lainnya, semodel "Dance Of Death", "The Trooper",
"The Wicker Man", "Blood Brothers", "Evil That Men
Do", ataupun "Fear Of The Dark" , suasana pun jadi
panas luar biasa.
Suasana
makin riuh, saat karakter Mr. Eddie, monster yang merupakan maskot Iron Maiden,
muncul di panggung saat lagu "Iron Maiden". Tak pelak,
kehadiran "monster" setinggi 8 meter itu pun membuat konser makin
panas. Dan, sebagai lagu penutup, Bruce dan kawan-kawan pun tiga lagu: "The
Number Of The Beast", "Hallowed Be Thy Name", dan "Running
Free", digeber sekaligus. Dari Moskow, Iron Maiden akan mampir
terlebih dahulu di Singapura, pada 15 Februari, sebelum menyengat Jakarta dan
Bali, 17 dan 20 Februari.