Friday, March 11, 2011

Steven Tyler Tolak Bergabung dengan Led Zeppelin?

STEVEN TYLER (foto:93,6KKLZ)
NAMA band legendaris Inggris, Led Zeppelin, sepertinya tak cukup besar bagi Steven Tyler. Buktinya, vokalis Aerosmith itu menolak kesempatan menjadi penyanyi utama Zeppelin, menggantikan Robert Plant.

“Saya memang sempat mengikuti audisi untuk menggantikan Robert Plant. Tapi, saya berubah pikiran,” ujar Tyler seperti dikutip Guardian, beberapa hari lalu.  ”Saat Jimmy Page (gitaris Zeppelin) menanyakan apakah saya bersedia merekam lagu bersama mereka, saya katakan ‘tidak’. Saya masih penyanyi Aerosmith.”

Seperti diketahui, Zeppelin yang namanya benar-benar menjulang pada pertengahan tahun 1970-an itu memang berniat melakukan reuni dan mengeluarkan album baru. Page dan John Paul Jones tetap memainkan gitar dan bass. Sementara posisi drummer yang lowong lantaran meninggalnya John Bonham di tahun 1980, diisi putranya, Jason. Hanya Robert Plant, yang menolak kembali bergabung.

Untuk itulah, Zeppelin menggelar audisi, sejak November tahun lalu. Beberapa nama vokalis top pun dijajal, termasuk Myles Kennedy, vokalis Alter Bridge. Sayang, begitu mereka merasa cocok dengan Tyler, ayah model dan aktris cantik, Liv Tyler itu malah menolak.

RETAK - Steven Tyler dan Joe Perry dikabarkan retak (foto:nightmaircreative)
Tyler  yang telah menelurkan 14 album bersama Aerosmith itu mengaku, awalnya mengetahui Zeppelin menggear audisi dari manajer grup tersebut, Peter Mench, yang juga sahabatnya. “Dia mengatakan Robert Plant tak mau lagi bermain dengan Page dan menanyakan apakah saya mau bermain dengan Zeppelin. Saat itu saya memang tertarik,” Tyler, 62 tahun, menjelaskan.

Status Tyler sendiri sebenarnya sedang tidak jelas di Aerosmith. Gitaris Joe Perry, bahkan sempat menyebut bahwa Tyler telah mundur dari Aerosmith, meski belakangan, mereka dikabarkan kembali rujuk.  Hanya saja, Perry tampaknya belum sepenuhnya bisa menghilangkan kekesalannya terhadap Tyler, yang diawali dengan bergabungnya Tyler sebagai salah satu juri program American Idols.

Tak heran, terkait pernyataan Tyler yang menyebut dirinya menolak bergabung dengan Zeppelin, Perry menanggapinya dengan nyinyir. Kepada Pulse of Radio, dia menyebut, dalam audisi tersebut, Tyler sebenarnya gagal karena terkesan gugup dan tidak hapal lirik lagu Zeppelin. “Jadi, Zeppelin yang memutuskan tak merekrutnya. Bukan Tyler yang menolak bergabung,” ujar Perry. Jadi, mana yang benar?

Refrensi: avclub, guardian, Wikipedia

Lenny Kravitz, Sang Rocker Plus

LENNY KRAVITZ (foto:fansshare)
YA, sebutlah dia, Lenny Kravitz, sang rocker plus. Sebagai penyanyi rock, dia tak hanya memiliki karakter vokal yang khas, melainkan juga mempunyai kemampuan memainkan alat musik, dari gitar, bass, drum, hingga keyboard.

Tak hanya bisa, melainkan mahir. Bahkan, kerap, di album-albumnya, Kravitz memainkan semua instrumen di atas. Julukan rocker plus, rasanya juga makin lengkap lantaran dalam musiknya, Kravitz mencampur rock dengan unsur-unsur soul, funk, reggae, hard rock, psychedelic, folk, dan balada.

Namun, tetap, warna rock selalu dominan dalam musik pria kelahiran New York, Amerika Serikat (AS), 26 Mei 1964 ini. Itu setidaknya terlihat dengan upaya Kravitz mempertahankan sound gitar rock yang menjadi nyawa di setiap lagunya. 

Kravitz memang bukan musisi kemaren sore. Sejak merilis album debutnya, Let Love Rule, di tahun 1989, total, tak kurang dari sembilan album telah dilahirkan putra aktris Roxie Roker ini. Album terbaru Kravitzs sendiri, Black and White America, kabarnya akan dirilis musim panas, tahun ini. Namun, salah satu singlenya, "Come On Get It" telah dirilis sejak 2010 lalu, dan menjadi theme song iklan komersial kompetisi NBA.

Empat penghargaan bergengsi  di ajang Grammy Award, "Best Male Rock Vocal Performance" empat tahun berturut-turut (1999-02) juga membuktikan kapasitas mantan suami aktris Lisa Bonet mantan bintang "The Cosby Show" itu.

Di luar itu, dia juga sempat terlibat di beberapa produksi film Hollywood. Salah satunya, Precious, di mana Kravitz berperan sebagai perawat. Di film ini, Kravitz beradu peran dengan Mariah Carey.

Satu lagi kehebatan Kravitz, dia tak hanya menulis lagu untuk dinyanyikannya sendiri. Melainkan juga untuk penyanyi-penyanyi terkenal lainnya. Mulai dari Madonna, Steven Tyler, hingga mendiang Michael Jackson.

Kehebatan Kravitz memang tak hanya terletak pada melodi-melodi yang unik, rift-rift catchy, dan enak didengar, seperti pada latu "Mr. Cab Driver", "American Woman", "Are Gonna Go My Way", ataupun "Love Revolution". Melainkan juga kekuatannya dalam membuat lirik di setiap lagunya.

Lagu untuk Ayah
Tak hanya soal cinta, Kravitz juga kerap mengangkat tema-tema sosial. Salah satu lagunya, "A Long and Sad Goodbye" di album It Is Time for a Love Revolution, bahkan dia buatnya khusus sebagai ode untuk sang ayah, Sy Kravitz, seorang produser di NBC Tv, yang meninggal pada tahun 2005 lantaran leukemia.

Seperti diketahui, Kravitz memang tak memiliki hubungan harmonis dengan sang ayah. 
Papa, who's to blame?
Why you never had your fortune and fame Papa, what did you gain?
To leave the love you had for a two bit dame Papa, you meant the world to me
Why did you abandon me?
Now, it's a long and sad goodbye.

LENNY KRAVITZ (foto: theplace2)
Dalam sebuah wawancara, Kravitz menuturkan, dirinya dengan ayahnya sempat berbaikan dua minggu sebelum sang ayah meninggal. "Hubungan saya memang buruk dengan ayah karena dia telah menyakiti ibu saya, dengan berselingkuh," ujar Kravitz. "Suatu hari, dia pergi meninggalkan kami. Begitu saja, tanpa bicara apa-apa."

Kravitz, yang sempat menggunakan nama panggung Romeo Blue, memang langsung menjulang saat merilis album debut Let Love Rule di tahun 1989. Album tersebut cukup sukses, terutama di pasar Eropa, di mana mampu terjual 2 juta kopi, dan mendapat sertifikat gold di AS, tahun 1995.

Nama Kravitz kian menjulang usai mengeluarkan album kedua, Mama Said, tahun 1991. Di album ini, dia menggandeng gitaris Slash, yang tengah berkibar namanya bersama Guns N' Roses dan Sean Lennon, putra mendiang John Lennon, dedengkot The Beatles.

Album ini sendiri konon banyak bercerita tentang kisah kehidupan Kravitz dengan Lisa Bonet, wanita yang dinikahinya pada tahun 1987 dan diceraikannya enam tahun kemudian. Saat ini, buah cinta Kravitz dan Bonet, telah berusia 22 tahun, Zoe yang mulai merintis dunia model dan film.

Tembang "It Ain't Over 'til It's Over" dan "Always on the Run", yang mengandalkan gaya gitaran Slash, menjadi jagoan di album ini. Namun, lagu-lagu balada seperti "Stand by My Woman" dan "All I Ever Wanted" (featuring Sean Lennon) juga cukup menyita perhatian pencinta musik rock saat itu.
Setelah itu, bisa ditebak, jalan Kravitz di pentas musik dunia pun kian lapang.  Tak heran, enam album selanjutnya: Are You Gonna Go My Way (1993), Circus (1995), 5 (1998), Lenny (2001), Baptism (2004), serta It Is Time for a Love Revolution (2008) pun selalu menangguk sukses.

Album 5 yang menelurkan hits-hits macam "I Belong to You", "Thinking of You", dan "Fly Away" bahkan sempat meraih dua Grammy Award, untuk Best Rock Album dan Best Male Rock Vocal Performance. So, are you gonna go my way?

Diskografi
1989       Let Love Rule
1991       Mama Said
1993       Are You Gonna Go My Way
1995       Circus
1998       5
2001       Lenny
2004       Baptism
2008       It Is Time for a Love Revolution

2011       Black and White America 

Sumber: Wikipedia, musicroom, The Desert Sun, Independent, youtube, berbagai sumber 



Friday, February 18, 2011

Iron Maiden Membius Jakarta


SEMPURNA - Iron Maiden tampil sempurna malam itu (foto:tioabi)
YA, kehadiran Iron Maiden di Pantai Karnaval, Ancol, Kamis (17/2) malam, benar-benar telah membius para metal head yang hadir. Lewat aksi memukau, grup heavy metal asal Inggris yang beranggotakan Bruce Dickinson (vokal), Steve Harris (bass), Nicko McBrain (drum), serta Janick Gers, Adrian Smith, dan Dave Murray ini membuat mabuk kepayang sekitar 200 ribu penonton yang hadir. Memang, kami, penonton, sempat frustrasi berat lantaran harus begitu lama menunggu kemunculan Bruce dan kawan-kawan di atas pangung. Bayangkan, kami sudah berada di area panggung, sejak pukul 18.00. 

Namun, baru lebih dari pukul 20.00, Rise To Remain, band putra Dickinson, Austin, yang jadi grup pembuka muncul di atas panggung. Namun, semua kepenatan, kekecewaan, kebetean itu sirna begitu saja, saat Iron Maiden muncul di depan mata kami, sekitar pukul 21.20. Ya, setelah Rise To Remain tampil sekitar setengah jam, Iron Maiden, legenda heavy metal itu memang benar-benar hadir di depan mata kami.  Wowwwwww......ini bagaikan mimpi. 
 
Para penonton pun langsung gaduh tak karuan. Mereka yang sebelumnya berada di belakang barisan festival A, pelan-pelan merangsek ke depan, sehingga kami yang berada di tengah, tak jauh dari bibir panggung mulai terdesak. Namun, lantaran euforia yang begitu menyengat, kami tak terlalu merasakannya. 

Dave Murray (kiri) dan Steve Harris (foto:tioabi)
Seperti konser di Moskow dan Singapura, Iron Maiden membuka konser dengan dua lagu dari album terakhir mereka, The Final Frontier:   "Satelite 15... The Final Frontier" disusul "El Dorado" yang baru memenangkan penghargaan Grammy Awards untuk kategori Best Metal Performance. Suasana baru mulai panas, saat lagu ketiga, "2 Minutes to Midnight" digeber. Para penonton yang ada di depan panggung pun melompat-lompat sambil mengacung-ngacungkan tangan.

Sayang, beberapa dari mereka masih saja ada yang norak alias kampungan. Mereka seenaknya ber-head banging, moshpit, tanpa mempedulikan penonton lain, sehingga beberapa penonton memilih agak mundur ke belakang, daripada berperkara . 

Termasuk saya, dan rekan saya, Charles Simanjutak, beserta istrinya. Suasana makin panas begitu nomor "The Trooper" digeber setelah sebelumnya Dickinson menyanyikan "Coming Home" dan "Dance of Death". Dan, setelah lagu "The Trooper" yang membuat kocar-kacir penonton, saya tak tahu lagi di mana Charles, yang merupakan produser program Wara-Wiri di Trans7 itu berada.

Ogut (kiri) dan Charles narsis di depan panggung :)
Untung, saya bertemu kawan lama saya, Tioabi yang  yang saat ini menjadi manajer Stairway to Zinna, band yang segera merilis album, April mendatang. Saya juga bertemu Arkanda, mantan additional keyboard The Flowers, dan Laura Iyos. Satu hal yang membuat saya terkagum-kagum adalah stamina luar biasa yang dipertontonkan para personel grup yang dibentuk tahun 1975.  Dengan usia mereka yang rata-rata di atas 50 tahun, Bruce dan kawan-kawan tampak masih energik di atas panggung.

Steve Harris, bassist idola saya, begitu liar mencabik dawai-dawai bassnya meski telah berusia 54 tahun. Beberapa kali, dia juga memperlihatkan gaya andalannya, merunduk menyorongkan bassnya,  ibarat tengah menembakkan sesuatu melalui bassnya. Begitu juga dengan Janick Gers, yang menurut saya menjadi salah satu yang paling atraktif, malam itu. 

Mengenakan kaus buntung Iron maiden dan celana hitam ketat, beberapa kali, Gers, 54 tahun, melakukan atraksi dengan memutar-memutar gitar di sekujur tubuhnya. Petikan gitarnya juga masih heboh. Tak hanya di lagu-lagu kencang , saat membawakan lagu "Dance of Death", nyawa dan soul lagu yang diciptakan sound gitaran Gers juga benar-benar muncul. Entah mengapa, menyaksikan gaya dia bermain, saya teringat  sahabat saya, almarhum Ivan Bathox, yang juga seorang gitaris.

Aksi Janick Gers (foto:tioabi)
Sementara Bruce, dengan aksinya yang khas, masih begitu lincah, melompat ke sana-sini. Dia bahkan sempat mengibar-ngibarkan bendera Union Jack Britania Raya. Namun, hebatnya, vokalnya sama sekali tak terganggu, tetap stabil. Dia memang musisi berkelas. 

Bruce juga sangat komunikatif terhadap audiens. Sebelum menyanyikan lagi "Blood Brothers", yang diambil dari album Brave New World di tahun 2000, dia sempat mengajak penonton ngobrol. Dia menyebut, bagi Maiden, bertemu dengan budaya baru, orang baru, makanan baru di setiap negara, bukanlah hal istimewa. Tapi, yang membuat mereka selalu terharu adalah saat menyaksikan para penonton mereka datang dari berbagai ras, agama, suku, yang berkumpul jadi satu.  

"Di sini ada yang dari Malaysia, dari Singapura, dari Australia bahkan Amerika, right? Tapi, tak ada perbedaan di sini. Kita semua satu," ujar Bruce, yang juga berkali-kali meneriakkan "Scream for me, Jakartaaaaaaaaaaa". Saya sendiri merinding, saat Gers dan Dave Murray, lewat petikan gitarnya,  memainkan intro lagu "Fear of The Dark" yang kemudian disusul koor para penonton "Oooooooooo...ooooooooooo". 

Wuuiihhhhhhhhhhhhhh... benar-benar sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan. Kami pun bernyanyi bersama untuk beberapa bait awal: I am the man who walks alone And when I'm walking a dark road At night or strolling through the park When the light begins to change I sometimes feel a little strange A little anxious when it's dark Fear of the dark, fear of the dark I have constant fear that something's always near Fear of the dark, fear of the dark I have a phobia that someone's always there.................................

Seperti juga di Rusia, pada lagu ke-13, "Iron Maiden", monster Mr. Eddie, versi baru, yang tingginya sekitar 6 meter juga muncul di atas panggung. Dia sempat bercengkerama dengan Janick Gers, yang sejak awal  memang begitu atraktif di sisi kiri panggung. 

Usai lagu ini, para personel menghilang di balik panggung, sebelum akhirnya muncul kembali, setelah kami, penonton, berteriak  "We want more.....we want more..........................". Trik yang biasa dilakukan musisi dunia. Setelah itu, tiga lagu berturut-turut: "The Number of The Beast", "Hallowed Be Thy Name," dan "Running Free" berturut-turut mereka geber, untuk menutup konser yang berakhir sekitar pukul 23.30 WIB itu. 

Gout with Kanda, Tio Abi, dan Laura
Terus terang, secara umum saya sendiri sangat puas menyaksikan penampilan Iron Maiden yang begitu prima, karena juga  mendapat dukungan sound system yang memadai. Saya juga tak heran, jika begitu banyak musisi lokal menyempatkan diri hadir di konser ini. Sebut saja Bagus Netral, Maki & Enda (Ungu), Once (Dewa), Eros (Sheila on Seven), ataupun presenter Arie Dagink, yang begitu sering berseliweran di depan saya. 

Salut dan terima kasih untuk Original Production, yang telah bekerja keras untuk bisa memujudkan mimpi "The Troopers" menyaksikan langsung Iron Maiden di Jakarta, Konon, untuk hal ini, Tommy Pratama, sang dedengkot Original Production, butuh waktu lima tahun untuk meyakinkan manajemen Iron Maiden agar mau main di Indonesia.  Is it worth? Absolutely yes!  

Salam Maiden 
Setlist Iron Maiden di Ancol 1. Satelite 15… The Final Frontier 2. El Dorado 3. 2 Minutes to Midnight 4. Coming Home 5. Dance of Death 6. The Trooper 7. Blood Brothers 8. The Wickerman 9.   When The Wild Wind Blows 10. The Talisman 11.Evil That Man Do 12. Fear of The Dark 13. Iron Maiden Encore 14 The Number of The Beast 15 Hallowed Be Thy Name 16 Running Free 

Wednesday, February 16, 2011

Bono U2 Makin Kaya lantaran Facebook

BONO (foto:voices.washingtonpost)
BONO atau Paul David Hewson lengkapnya, semakin mengukuhkan diri sebagai salah satu musisi terkaya di dunia. Telegraph menulis, vokalis kelompok musik U2 itu mendapat keuntungan bersar lantaran makin menjulangnya situs jejaring sosial Facebook.

Saham Bono, sebesar 1,5 persen di Facebook, Inc, konon kini bernilai 728 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,5 triliun! Padahal, tahun lalu, saat Elevation Partners, perusahaan investasi milik Bono membelinya, harga saham tersebut “hanya” sekitar 195 juta dolar AS.

Seperti diketahui, dengan modal baru, Facebook yang   pertama kali di-launching pada Februari 2004 kini telah bernilai 33,7 miliar dolar AS. Dan, sang pendiri sekaligus CEO, Mark Zuckerberg, memiliki 25 persen di antaranya.

Sebelumnya, Bono sendiri-juga bersama grupnya-telah dikenal sebagai musisi dengan penghasilan melimpah. Bahkan, di tahun 2010 lalu, oleh Majalah Forbes, grup asal Dublin, Republik Irlandia ini ditempatkan di posisi paling atas sebagai musisi berpedapatan paling tinggi, dengan torehan 129 juta dolar AS.

Pemasukan terbanyak mereka dapat dari  rangkaian tur “360 Degree” dalam rangka mempromosikan album No Line on the Horizon, di tahun 2009.

Bono, 50 tahun, yang pertama kali membentuk U2 pada 1976, belakangan memang sibuk berbisnis bersama Elevation Partners-nya. Selain di Facebook, dia juga memiliki investasi di Forbes dan Palm, sebuah perusahaan yang bergerak di sistem komunikasi.

Nama Bono sendiri, pertama kali menjulang pada tahun 1980 saat mengeluarkan album Boy bersama U2. Dengan genre musik khas, lirik yang pintar saat bicara cinta atau sosial, serta gaya menyanyi Bono yang karismatik, U2 langsung melesat. Mereka jadi salah satu band rock papan atas di Amerika Serikat dan Eropa. Hingga kini, mereka telah merilis total 12 studio album.

Perlu dicatat, hampir semua album mereka ini mendapat tempat istimewa di berbagai music charts, terutama di Inggris. Lagu-lagu mereka pun seperti “I Will Follow”, “The Sweetest Thing”, “Pride”, “When The Street Has no Name”, “With or Without You”, Sunday Bloody Sunday, “I Still Haven’t Found What I’m Looking For” , hingga “Elevation” dan “Beatiful Day”, seperti telah menjadi legenda.

Bahkan, hingga kini, lagu-lagu U2 masih kerap dimainkan di kafe-kafe di Jakarta. Protonema, band asal Bandung yang sempat menjulang lewat lagu “Kiranya” dan “Rinduku Adinda”, adalah salah satu band yang memainkan lagu-lagu U2 sebelum masuk dapur rekaman.

Tak Melulu Musik dan Bisnis

Namun, Bono dan U2 tak melulu berpikir tentang musik dan bisnis. Sejak awal, dia memang sudah peduli akan masalah-masalah sosial dunia. Pada awal tahun 1980-an, mereka bahkan sudah terlibat proyek sosial bersama penyanyi country Bob Geldof, untuk menggalang dana demi membantu membasmi wabah kelaparan di Ethiopia.

Pada tahun 2005,  bersama Geldof pula, Bono mengelar Live 8 project, yang fenomenal itu. Ketika itu, dengan dukungan tak kurang dari seribu musisi, mereka menggelar sepuluh konser secara bersamaan di negara-negara anggota G8 dan Afrika Selatan pada tanggal 2 dan 6 Juli 2005, sebagai bentuk kampanye mereka untuk menggalang dana untuk memberantas kemiskinan. Sesuai dengan motto mereka ketika itu, “Make Povery  History”.

Konser ini sendiri disiarkan langsung  di 182 jaringan stasiun televisi. Hebatnya, pada tahun 7 Juli, para pemimpin G8 mengumumkan mereka akan menyumbang total 50 miliar dolar AS untuk membasmi kemiskinan di dunia.  Jumlah itu dua kali lipat dari yang mereka sumbangkan setahun sebelumnya.

Salam U2

Saturday, February 12, 2011

Iron Maiden Langsung Menyengat di Moskow



Aksi Adrian Smith, Dave Murray, dan Janick Gers (foto:kjagen)
IRON Maiden tak ingin membuang waktu percuma. Di konser pertama mereka dalam rangkaian "The Final Frontier World Tour 2001", kelompok yang digawangi Bruce Dickinson (vokal), Steve Harris (bass), Nicko McBrain (drum), serta Janick Gers, Dave Murray, dan Adrian Smith (gitar) ini langsung menyengat di Moskow, Rusia, Jumat (11/2). Seperti dilaporkan Aif.ru, puluhan ribu metal head Rusia yang memadati Stadion Olimpysky, tempat berlangsungnya konser, dibuat terkesima oleh aksi menakjubkan kelompok heavy metal yang personelnya rata-rata telah berusia di atas 52 tahun itu. 
 
Aksi panggung dan lengkingan vokal Bruce masih prima, begitu juga dengan gebukan McBrain dan cabikan bas Harris. Sementara aksi-aksi "3 Amigos", julukan untuk trio gitaris: Gers, Smith, dan Murray, membuat komposisi-kompisisi milik kelompok asal Inggris ini jadi tetap megah. 

Tata panggung juga digarap sedemikian rupa, seperti metal hangar dengan menara-menara yang tinggi di sekitar panggung, plus tata lampu yang memukau. Sebagai latar belakang panggung, tampak gambar tengkorak raksasa dengan tongkat yang diikatkan bendera Inggris Raya. Aif.rumelaporkan, set panggung, dengan berbagai gambar monster di sekelilingnya, lebih mirip suasana dalam film-film horror. Hebatnya, set panggung juga sempat beberapa kali diganti. 

Para penonton memang sempat terkesan dingin saat grup Rise to Remain, yang dimotori putra Bruce, Austin, tampil sebagai band pembuka. Mungkin karena aliran musik yang diusung Austin dan kawan-kawan jauh berbeda dengan musik kelompok ayahnya. Namun, begitu lampu enam personel Iron Maiden muncul di panggung, sontak suasana gaduh tak terelakkan. Bruce, yang memang "master panggung" ini lalu berlari ke bibir panggung. Sambil menyorongkan mikrofon, dia pun berteriak, "Screaaam for me, Moscooowwwww".

Penampilan Bruce sendiri sporty. Dia mengenakan kaus buntung warna hitam bertuliskan "Psych Ward" yang sengaja disobek-sobek. Bruce tampak santai mengenakan celana army dan sepatu kets. Dia juga menggunakan armbands warna hitam, di kedua tangannya. 

Tak pula dia mengenakan kupluk berwarna hitam. Setelah itu, dapat ditebak, adrenalin dan emosi para penonton pun terus diaduk-aduk. Aif.rumenyebutkan, penonton memang hanya loncat-loncat dan mengepalkan tangan saat dua lagu pertama: "Satellite 15... The Final Frontier" dan "El Dorado ",dari album "The Final Frontier" dimainkan.Mungkin karena belum familiar. 

Namun, begitu memasuki lagu ketiga, saat Iron Maiden memainkan lagu "2 Minutes To Midnight ", para penonton pun sontak turut bernyanyi. Disusul kemudian dengan lagu-lagu legendaris mereka lainnya, semodel "Dance Of Death", "The Trooper", "The Wicker Man", "Blood Brothers", "Evil That Men Do", ataupun "Fear Of The Dark" , suasana pun jadi panas luar biasa.

Suasana makin riuh, saat karakter Mr. Eddie, monster yang merupakan maskot Iron Maiden, muncul di panggung saat lagu "Iron Maiden". Tak pelak, kehadiran "monster" setinggi 8 meter itu pun membuat konser makin panas. Dan, sebagai lagu penutup, Bruce dan kawan-kawan pun tiga lagu: "The Number Of The Beast",  "Hallowed Be Thy Name", dan "Running Free", digeber sekaligus. Dari Moskow, Iron Maiden akan mampir terlebih dahulu di Singapura, pada 15 Februari, sebelum menyengat Jakarta dan Bali, 17 dan 20 Februari.  

Salam Maiden sumber: aif.ru