Friday, June 25, 2010

Vuvuzela, Mengapa Harus Dilarang?

TRADISIONAL - Vuvuzela, alat musik tradisional Afsel (foto: wikipedia)
VUVUZELA masih jadi kontroversi. Alat tiup khas Afrika Selatan (Afsel) itu dituding banyak orang telah merusak makna khusus Piala Dunia kali ini. “Suaranya, gak jelas, mirip sekumpulan tawon,” ujar seorang kawan di komplek perumahan saya. “Kenikmatan menonton sepak bola jadi hilang. Ilfil.”

Dari lapangan sendiri, tak sedikit pemain yang merasa terganggu. Cristiano Ronaldo, bintang Portugal, adalah satu figur yang menolak kehadiran vuvuzela di dalam stadion. Kiper Denmark, Thomas Sorensen, yang gawangnya kebobolan dua gol saat lawan Belanda, juga menyatakan hal serupa.

Maka itu tak sedikit yang melontarkan wacana agar vuvuzela dilarang. Sayangnya, sejauh ini, Sepp Blatter, Presiden FIFA sendiri, menyebut pihaknya tak punya niat melarang vuvuzela masuk ke dalam stadion.

Alhasil, banyak penonton yang mencari cara agar terbebas dari gangguan suara bising vuvuzela. Salah satunya dengan menggunakan ear plugs, yang kini banyak dijual di depan stadion-stadion. Stasiun televisi BBC bahkan kabarnya berencana menghilangkan suara vuvuzela dalam setiap tayangan langsung pertandingan Piala Dunia.

Jika hanya seorang yang memainkannya, suara vuvuzela sebenarnya tak berbeda dengan bunyi trompet. Namun, jika seisi stadion membunyikan alat tiup dengan panjang sekitar satu meter itu, jelas suaranya akan sangat memekakkan.  Dan, dengan frekuensi yang konstan selama 90 menit, suara vuvuzela konon cukup untuk membuat orang menderita demam dan flu.

Namun, tak semua orang bisa meniup vuvuzela. Sebab, diperlukan trik khusus untuk membuat alat tiup dari plastik yang biasanya dijual seharga 14-30 Rand (sekitar Rp 16-34 ribu) itu berbunyi. Jika salah meniup, bukan tak mungkin Anda akan menderita cedera tenggorokan. Ini bukti, bahwa vuvuzela bukan alat tiup sembarangan.

Kontroversi vuvu zela sebenanya bukan hal baru. Saat berkesempatan meliput Piala Konfederasi 2009, di negara yang sama, saya juga sempat pusing lantaran seisi stadion membunyikan vuvuzela.

Saya ingat betul, dalam sebuah konferensi pers, pemain bintang Spanyol, Xabi Alonso, menyebut tidak suka mendengar suara vuvuzela. Seketika itu juga, mantan bintang Liverpool itu meminta agar vuvuzela dilarang masuk stadion.

Namun, apakah bijak kita melarang bangsa Afsel memainkan vuvuzela, yang sudah menjadi bagian budaya dan identitas mereka, di kampung mereka sendiri? Padahal, mereka tengah asyik berpesta, merayakan Piala Dunia yang untuk pertama kalinya digelar di Benua Afrika.

Di Afsel, vuvuzela memang sudah mendarah daging. Dulunya, alat tiup ini dibuat dari tanduk kudu, binatang sejenis rusa yang banyak berkembang biak di Afsel. Alat ini digunakan untuk memanggil warga masyarakat untuk bergabung dalam sebuah pertemuan.

Baru, pada era 1990-an, vuvuzela mulai identik dengan sepak bola. Saat pertandingan dua tim rival sekota di Johannesburg, Orlando Pirates lawan Kaiser Chiefs  berlangsung, semua pendukung kedua tim  membawa vuvuzela ke dalam stadion. Vuvuzela milik suporter Pirates berwarna kuning. Sedangkan suporter Chiefs membawa vuvuzela berwarna hitam-putih.

Pembakar Semangat
Orang Afsel sendiri marah jika vuvuzela dibilang menggangu jalannya pertandingan. Mereka mengklaim, suara berisik dari vuvuzela justru membakar semangat para pemain di lapangan.

“Kami memang bangsa yang berisik. Kami bangga akan hal itu,” ujar seorang suporter Afsel kepada saya, ketika itu. “Melarang vuvuzela sama saja dengan melarang kami  melestarikan budaya kami. Jika begitu, untuk apa menggelar Piala Konfederasi dan Piala Dunia di negeri kami.”

Ini juga sesuai dengan pernyataan Rick Mkhondo, Juru Bicara Panitia Lokal Piala Dunia 2010, beberapa waktu lalu.  “Vuvuzela adalah bagian dari budaya Afrika Selatan dalam merayakan Piala Dunia. Dan, sebagai tamu, tolong hormatilah budaya kami. Terimalah cara kami merayakan pesta (Piala Dunia) ini,” katanya.

Belakangan, pernyataan Mkhondo terbukti. Sebab, ternyata, tak hanya suporter tuan rumah Afsel yang meniupkan vuvuzela di dalam stadion. Pendukung dari negara-negara lain, seperti Belanda, Ghana, Spanyol, bahkan Jerman, sekalipun ikut meniupkan vuvuzela untuk mendukung tim kesayangan mereka.

Yang menarik, klub Inggris, Arsenal, bahkan telah mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya tak akan keberatan, jika musim depan, ada suporter mereka membawa vuvuzela ke dalam Stadion Emirates di laga Liga Primer. Jadi, kenapa vuvuzela harus  dilarang?*

Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor Edisi Kamis, 24 Juni 2010

No comments:

Post a Comment