Monday, June 14, 2010

Biarkan Afrika Berpesta

GONG Piala Dunia 2010 telah ditabuh, Jumat (11/6). Lewat sebuah pesta pembukaan super meriah yang melibatkan lebih dari seribu artis dan pementasan berbagai kebudayaan lokal, resmi sudah gelaran sepak bola paling akbar sejagad itu dimulai di Afrika Selatan (Afsel).

Ada hasrat yang begitu menggelora dipertontonkan masyarakat Afrika, khususnya Afsel sebagai tuan rumah. Ada antusiasme yang begitu menyala seiring mereka tak pernah henti meniupkan vuvuzela. Dan, yang paling penting, tentu, ada  semangat yang begitu masif untuk menjadikan Piala Dunia edisi ke-19 ini, sebagai yang terbaik yang pernah ada.

Sayangnya, beberapa hari sebelum Piala Dunia digelar, kerap terdengar berita miring. Yang paling utama, tingkat kriminalitas yang begitu tinggi. Terakhir, dua rekan penulis yang meliput di Afsel: Akmal Marhali dan Irfan Sudrajat melaporkan sejauh ini telah ada delapan wartawan yang mengalami perampokan.

Tingkat kriminalitas yang tinggi di “Negeri Nelson Mandela” itu memang bukan sekadar anekdot.  Afsel sudah lama dikenal salah satu negara dengan tingkat kejahatan paling tinggi dunia. Konon, rata-rata tak kurang dari 50 orang meninggal akibat tindak kriminal, setiap harinya.

Bahkan, berdasarkan data yang dirilis South African Police Service and Home Office Recorded Crime Statistics, ada tak kurang dari 18 ribu pembunuhan sepanjang tahun 2008-2009. Wow!

Beberapa tempat di kota-kota besar di Afsel, seperti Hilbrow di Johannesburg, Mamelodi di Pretoria atau Kwa Mashu di Durban, bahkan dikenal sebagai “pusat kejahatan”. Bahkan, nomor polisi kendaraan di Johannesburg, “GP”,, yang merupakan singkatan dari Gauteng Province, sering diplesetkan sebagai singkatan dari “Gangster Paradise” alias surganya para kriminal.

Tingkat kejahatan yang tinggi ini sendiri mencuat begitu Afsel mengenal kebebasan mereka dari politik pembedaan warna kulit, Apartheid, di tahun 1994.  Di awal era kebebasan itu, segalanya menjadi kebablasan. Tingkat pengangguran yang tinggi disertai kebutuhan yang sulit mereka tampik, membuat banyak warga Afsel kulit hitam, mengambil jalan pintas, melakukan tindak kriminal.

Sialnya lagi, sejak saat itu, banyak juga imigran gelap yang datang dari negara tetangga, seperti Mozambik, Malawi, Burundi, Angola, ataupun Nigeria, ikut mencari peruntungan di “Negeri Pelangi” itu. Sebab, mereka menganggap Afsel sebagai “promise land”. 

Tak heran, dua tahun lalu sempat terjadi fenomena Xenophobia yang menghebohkan, di mana para warga pribumi memerangi  kaum pendatang yang dianggap mengambil lahan mereka di “dunia hitam”. Kabarnya, total korban meninggal mencapai 67 orang.

Satu hal lagi, yang berpotensi membuat cacat Piala Dunia kali ini adalah masalah transportasi. Rekan Akmal, dalam laporannya menyebut betapa sulit beraktivitas lantaran minimnya akses transportasi.

Memang menjelang Piala Dunia, Pemerintah Afsel telah merilis Gautrain, kereta api yang menghubungkan Bandara OR Tambo, Johannesburg, dan Pretoria yang berjarak sekitar 80 kilometer. Di Johannesburg juga telah dirilis Rea Vaya, sejenis bus way, untuk memudahkan suporter dan wartawan ke Stadion Ellis Park dan Soccer City.

Namun, tetap saja, untuk beraktivitas, sangat sulit lantaran kendaraan umum di dalam kota nyaris tak ada. Suporter atau wartawan tetap harus menggunakan taksi dengan “argo kuda” dengan harga minimal 200 rand (sekitar Rp 250 ribu) untuk jarak sekitar 25 kilometer.

Tapi, apakah semua itu akan melunturkan semangat warga Afsel? Rasanya tidak. Sebab, berdasarkan pengalaman meliput Piala Konfederasi, saya tahu betul betapa masyarakat Afsel sebenarnya sangat mendambakan Piala Dunia 2010 ini berjalan lancar.  Sebab, bagi mereka, Piala Dunia bukan sekadar pesta sepak bola.

Piala Dunia 2010, bagi mereka adalah simbol persatuan di mana warga kulit putih dan kulit hitam bergandengan tangan mendukung habis “Bafana Bafana-julukan tim nasional Afsel. Jadi, biarkanlah Afrika Berpesta. *


*Akmal Marhali dan Irfan Sudrajat adalah dua rekan penulis yang tengah meliput Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

No comments:

Post a Comment