Sunday, April 22, 2012

Dari Uji Kompetensi Wartawan PWI

PENUTUPAN - Peserta UKW PWI JAYA, MUDA, MADYA, dan UTAMA,
berfoto saat acara penutupan. (foto2: dok pribadi)
JUMAT, 20 April, saya mengirim pesan singkat senada kepada tak kurang dari 20 orang narasumber yang mayoritas merupakan pelaku dan tokoh sepak bola Indonesia. Bunyi pesan-pesan singkat itu hampir sama, saya meminta kepada mereka agar berkenan mengangkat panggilan telepon dari saya pada Sabtu, 21 April.

Itu memang harus saya lakukan demi kelancaran keikutsertaan saya  dalam Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar PWI Pusat untuk wilayah DKI Jakarta (PWI Jaya), 20-21 April. 

Ya, dalam UKW yang digelar di Gedung Sekretariat PWI Jaya, di kawasan Harmoni, memang ada satu mata ujian bernama “Jejaring”. Di sini, peserta diminta membuktikan kepada penguji kemampuannya dalam “memelihara” hubungan baik dengan narasumber.

Dan, Alhamdullilah, rata-rata narasumber memberi respons baik terhadap permintaan saya yang setengah memaksa itu. Mulai dari Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, Rahmad Darmawan (eks pelatih timnas), Jacksen F Tiago (pelatih Persipura), Jimmy Napitupulu (eks wasit FIFA), Ferdinand Sinaga (pemain timnas/Semen Padang) hingga Ketua Umum PSSI versi Ancol, La Nyalla Matalitti, yang menyatakan tak keberatan. Begitu juga dengan Faisal Abdullah, Deputi Menpora Bidang Hukum. Bahkan, Justinus Laksana, Wakil Ketua Umum Badan Futsal Nasional, menyatakan siap, meski tengah berada di Bangkok, Thailand, mendampingi timnas futsal, yang tengah mengikuti ajang Piala AFF.

DISKUSI - Peserta UKW PWI - UTAMA berdiskusi dengan penguji, Kristanto Hartadi (kedua dari kanan).

Namun, tentu bukan hanya “Jejaring” mata ujian yang harus kami lalui. Masih ada mata ujian “Rapat Redaksi”, “Mengevaluasi Rencana Liputan”, “Menentukan Bahan Layak Siar”, “Mengarahkan Liputan Investigasi”, “Menulis Tajuk Rencana”, dan“Kebijakan Rubrikasi” yang tak kalah bikin pusing.

Memang, selintas mata-mata ujian ini tampaknya tak akan sulit, lantaran kami, para peserta, telah mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari di media masing-masing. Namun, dalam situasi ujian, di mana setiap  mata ujian harus dilakukan dengan waktu yang supersingkat, segalanya menjadi berbeda.

Bayangkan, Anda diharuskan membuat tajuk rencana yang isinya tentang sikap dan pandangan media kita, terhadap sebuah isu yang tengah hangat, hanya dalam 30 menit! Lalu, Anda diminta membuat dan merencanakan liputan investigasi untuk reporter, lengkap dengan metode investigasi, tenggat waktu, jumlah reporter, anggaran, juga hanya dalam 30 menit! Ya, semuanya serba 30 menit!

Bagi saya, situasi bertambah sulit, lantaran datang dari latar belakang media olahraga, khususnya sepak bola. Sementara, materi-materi ujian, semuanya menyangkut berita-berita konten harian umum. Mulai politik, sosial, ekonomi, budaya, hingga hukum. Bisa kebayang dong, betapa galaunya saya.

Beruntung, saya mendapat penguji yang sangat kooperatif. Kristanto Hartadi, mantan Pemimpin Redaksi Sinar Harapan dan Andi Usman, mantan wartawan otomotif andal, sangat membantu kami dalam melalui UKW PWI yang didahului Safari Jurnalistik PWI (19/4) ini. Mereka tak sekadar memberikan soal, menilai, dan mengumumkannya kepada kami.

Lebih dari itu, Pak Kris, begitu kami memanggil Kristanto, memberikan ilmu jurnalistik yang sangat luar biasa berguna bagi kami. Begitu juga dengan Pak Andi yang tak bosan membagi pengalamannya. Dari mulut pria yang masih lincah meski telah berusia lebih dari 70 tahun ini, juga, saya jadi tahu perumus“5W, 1H” konsep keramat dalam jurnalistik.

PENGUMUMAN - Panitia saat mengumumkan hasil UKW PWI JAYA, saat penutupan acara.

Dialah Joseph Rudyard Kipling, seorang penulis asal Inggris pemenang Nobel Kesusasteraan 1907. Pak Andi bercerita, Kipling merumuskan konsep “5W, 1H” di tahun 1940-an, lantaran kesal, karena banyak berita di radio yang ditayangkan secara serampangan. Dia berharap“5W, 1H” bisa membuat berita-berita jadi lebih terarah.

Selain Pak Kris dan Pak Andi, rekan-rekan sesama peserta UKW yang dibukaHendry Ch Bangun, Sekjen PWI Pusat, yang juga seorang Kompasianers ini, juga sangat membantu. Kekompakan, tak hanya dalam kelompok, melainkan juga secara keseluruhan, membuat UKW PWI ini menjadi lebih mudah dilalui.

UKW PWI ini sendiri dibagi ke dalam tiga jenjang kompetensi: MUDA untuk wartawan pemula (reporter), MADYA untuk redaktur, dan UTAMA untuk level pimpinan redaksi, seperti redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi, dan pemimpin redaksi. Saya sendiri, bersama 17 orang lainnya, tergabung dalam jenjang UTAMA. Rekan Kompasianer Noer Alim Harvaima juga tergabung dalam jenjang ini.

Usai mengikuti ujian, saya jadi punya kesan yang sangat mendalam terhadap UKW yang seluruh mata ujiannya harus berlandaskan Kode Etik Jurnalistik ini. Bukan cuma sebagai ajang “verifikasi” bagi wartawan profesional, melainkan juga penambah wawasan bagi para wartawan. Pantaslah, jika UKW ini dimaksudkan di antaranya untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme serta menjaga harkat dan martabat wartawan sebagai penghasil karya intelektual.
Sayang, dalam acara penutupan, panitia mengumumkan ada empat orang dari 44 peserta yang dinyatakan belum kompeten. Kepada mereka, diberikan kesempatan banding, atau mengulang mengikuti ujian enam bulan ke depan.

Saat ini, menurut Bang Hendry, sudah lebih dari seribu seratus wartawan yang telah dinyatakan kompeten melalui sertifikasi dari Dewan Pers. Memang, masih sangat jauh dari total sekitar 14.000 wartawan yang terdaftar sebagai anggota PWI.

Namun, dengan kerja keras PWI Pusat dan dukungan pengurus cabang, bukan mustahil wartawan-wartawan berkompeten akan terus bertambah di negeri ini seperti diisyaratkan Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan. 

Lagipula, bukankah angka 1.131 saat ini, seperti disebutkan dalam tulisan Bang Hendry, sudah merupakan jumlah yang luar bisa mengingat UKW PWI ini baru dimulai tahun lalu.
Terima kasih telah membaca, semoga bermanfaat

Salam Rock N’ Roll!

Kode Etik Jurnalistik
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.


Friday, March 16, 2012

God Gave Rock and Roll To You


BERJAYA - KISS sempat berjaya di pelataran musik rock dunia di era 1980-90-an.
 (foto: buddytv)
BEGITU banyak lagu yang mengusung tema rock n roll. Sebut saja “Let’s Get Rock”dari Def Leppard, “I Wanna Rock” (Twisted Sister), “Rock n Roll Train” dan “Let There Be Rock” (AC/DC), “Let It Rock” (Bon Jovi), “Rock n Roll” (Status Quo), “Rock The Night” (Europe), “Jailhouse of Rock” (Elvis Presley), “Rock N Roll” (Led Zeppelin), “I’ve Got A Rock ‘N’ Roll Heart” (Eric Clapton), ” It’s Only Rock N Roll”(Rolling Stones), “Your Momma Dont Dance, Your Daddy Dont Rock n Roll”(Poison), ” I Love Rock N Roll” (Joan Jett), “We Will Rock You” (Queen), “Rock Bergema” (Roxx), dan ratusan lagu lainnya yang dibawakan musisi dan penyanyi berbeda.

Namun, ada satu lagu tentang rock and roll yang sangat berkesan di hati saya: “God Gave Rock and Roll To You”, judulnya. Pada awal tahun 1990-an, lagu ini dipopulerkan oleh KISS, kelompok glam metal asal New York, Amerika Serikat (AS) yang beranggotakan Paul Stanley (gitar/vokal), Bruce Kulick (gitar), Gene Simmons (bass), dan Eric Carr (drum).

Lagu ini awalnya dirilis sebagai soundtrack untuk film Bill and Ted’s Bogus Journey.Namun, oleh KISS, lagu ini kemudian dimasukkan dalam album ke-16 mereka, Revenge, pada tahun 1992.

Ketika itu, lagu ini cukup sukses di pasaran. Di AS dan negeri-negeri Britania Raya,”God Gave Rock and Roll To You” cukup lama bertahan di 10 besar tangga-tangga lagu bergengsi di sana.

Ini juga merupakan lagu terakhir KISS yang menampilkan drummer Eric Carr, yang meninggal pada November 1991 lantaran kanker hati. Hanya, lantaran kondisi kesehatannya, di lagu ini, Carr tak bermain drum, melainkan hanya menyumbangkan suara untuk vokal latar. Sedangkan posisi drum dimainkan Eric Singer, yang kemudian direkrut KISS sebagai pengganti Carr.
Maka itu, pernah dalam sebuah acara di stasiun televisi khusus musik, VH1,Simmons menyebut, bahwa lagu ini juga mereka sebuah testamen untuk Eric Carr.

Dulu, semasa SMA, hanya dengan gitar bolong, saya dan kawan-kawan kerap menyanyikan lagu ini, di kantin sekolah saat jam istirahat, atau saat bubaran sekolah. Maka itu, hingga sekarang, saat mendengar lagu ini, ingatan saya selalu melayang, menerawang masa-masa saat mengenakan seragam putih-abu-abu.

“God Gave Rock and Roll To You” ini sendiri sebenarnya bukan asli milik KISS. Lagu ini merupakan cover dari lagu milik kelompok rock asal Inggris, Argent, pada tahun 1972, di album All Together Now.

KISS sendiri, sebenarnya membawakan lagu ini tak jauh berbeda dengan penyanyi aslinya. Cukup sederhana. Hanya memang, menurut saya, KISS memainkannya sedikit modern (untuk ukuran tahun 1990-an) dibanding Argent. Sound yang keluar dari gitar Paul Stanley dan Bruce Kulick pun juga jauh lebih 1990-an, di banding milik Ron Ballard, gitaris Argent, sekaligus pencipta lagu ini. Begitu juga Petra, Midtown, The Truth, dan Bride band-band yang juga pernah meng-coverlagu ini.

Saat koor dalam lagu pun tak jauh berbeda. KISS sama sekali tak memodifikasi bunyi koor atau menambah beberapa bar, misalnya. Mereka tetap menyanyikan seperti ketika Ballard dan kawan-kawan menyanyikannya di era 1970-an.

Hanya barang kali, KISS memang punya kekuatan di sektor vokal lantaran suara khas Paul Stanley. Di lagu ini pula, dia berduet dengan Simmons dan menghasilkan harmonisasi vokal yang unik.

Entahlah, mungkin ini hanya “sentimen angkatan” lantaran saya tumbuh di era 1990-an, sehingga versi KISS lebih mengena di telinga saya, ketimbang komposisi yang dibawakan musisi aslinya. Tentu, ini sangat subjektif, karena generasi kang Ahmad Jayakardi mungkin akan menilai sebaliknya.. he, he, he, he…..

Tapi, bagaimanapun, salut kepada Argent yang telah membuat lagu ini begitu berkarakter. Tak perlu entakan drum dan paduan bass yang mendentum-dentum. Cukup dengan raungan distorsi gitar yang sederhana dan tempo yang sedang-sedang saja, lagu ini sudah sangat bernyawa, sangat rock n roll.

KISS, yang juga punya lagu “I Wanna Rock N Roll All Night”, pun membawakan“God Gave Rock and Roll to You” seperti itu.  Tak perlu habis-habisan, mereka sudah mendapatkan nyawa rock and roll yang kental lantaran kuatnya lirik yang ditulis Ballard.

Lagu ini misalnya, menyebut Anda tak perlu punya banyak uang atau mobil mewah untuk ber-rock n roll ria. Dengarkan saja raungan distori gitar, maka rock n roll akan ada di hati Anda.
Atau, ada bagian lain dalam syair lagu ini yang bertutur:  Anda bisa bernyanyi sesukanya, bermain gitar semaunya, karena Anda punya rock n roll… karena rock and roll untuk semua.
Namun, menurut saya, bagian paling asyik dari syair lagu ini adalah di bagian terakhir yang berbunyi…….

I know life sometimes can get tough!
And I know life sometimes can be a drag!
But people, we have been given a gift, we have been given a role
And that roles name is… Rock and Roll!”

Ya…. hidup kadang memang sulit, sangat sulit bahkan. Tapi, kita beruntung, karena Tuhan telah memberi kita rock and roll!

Salam rock and roll!
sumber: wikipedia, youtube,loudwire,blabbermouth, winnipreg




Friday, January 20, 2012

White Lion, Berkibar di Awal Era 1990-an

KLASIK - White Lion formasi klasik dari kiri ke kanan: James Lomenzo (bass), Mike Tramp (vokal), Greg D'Angelo (drum)
WHITE Lion…. Di era 1990-an, penggemar musik mana yang tak kenal grup asal New York, Amerika Serikat (AS)  ini. Di negeri ini, nama grup yang dulu digawangi Mike Tramp (vokal), Vito Bratta (gitar),  Jame Lomenzo (bass), dan Greg D’Angelo (drum) ini  pertama kali dikenal lewat single “When The Children Cry” yang diambil dari album  kedua mereka, Pride, di tahun 1987. Dan, sejak itu pula petikan dan sayatan gitar Bratta serta lengkingan parau voal Tramp jadi begitu familiar di telinga saya ini.

Nama White Lion, kemudian menjadi salah satu grup favorit saya, saat mulai serius mendengarkan musik, ketika menginjak masa SMA. Di hati saya, White Lion ketika itu mendapat tempat yang nyaris sejajar dengan Bon Jovi, Gun’s N Roes, Mr. Big, Iron Maiden, dan tentu saja Iwan Fals.

White Lion memang merupakan bagian dari kejayaan glam rock, hair metal, hard rock, heavy metal, apa pun namanya, di era pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an. Masa di mana ingar-bingar distorsi gitar yang meraung-raung, dentuman bass drum yang berpadu dengan atribut ala rock star.  Rambut panjang, jaket-celana jins belel, plus bandana di kepala.

Namun, ada kalanya, mereka, band-band glam rock ini bersenjatakan lagu-lagu balada. White Lion inilah salah satunya. Lagu “When The Children Cry” membuat album Pride mendapat double platinum. Lagu ini juga sempat bertengger di tangga lagu The Billboard 200 selama tahun penuh.

Ketika itu, berbekal tiga album awal, Fight To Survive (1985), Pride (1987), dan Big Game (1989), White Lion termasuk salah satu grup hair metal papan atas. Di Indonesia, nama White Lion makin dikenal saat merilis album keempat, Mane Attraction, di tahun 1991. Hits-hits seperti “You’re All I Need”, “Till Death Do Us Part”, ataupun “Broken Heart” kerap diputar di radio-radio terkemuka, ketika itu.

Selintas didengar, musik-musik White Lion sepertinya sederhana. Namun, jika dicerna lebih jauh, Tramp dan kawan-kawan ternyata tak sekadar bermain musik. Mereka bermain dengan teknik yang luar biasa.

Mulai ketukan drum yang gantung, dentuman bass yang tak umum, melodi serta kocokan gitar  yang dimainkan dengan teknik tinggi. Coba saja dengar lagu “Till Death Do Us Part” dari album Mane Attraction.

EKSIS - Mike Tramp hingga
kini masih eksis. (foto: braingel.com)
Di bagian interlude, Bratta memainkan melodi yang bukan hanya begitu enak didengar, menyanyat, pas dengan suasana lagu. Melainkan juga dengan teknik gitaran yang tinggi dengan teknik tapping yang luar biasa. Pilihan sound-nya juga luar biasa, benar-benar mampu menyatu dengan nuansa yang dibangun syair lagu.

Tak heran, selain Tramp yang memang menjadi front man, Bratta juga disebut-sebut sebagai ruh utama White Lion. Sebab, praktis, semua musik mereka, salah satunya ditentukan oleh gitaran-gitaran pria bermata sendu itu.

Karakter Kuat
Membuat lagu dengan teknik sulit menjadi sederhana memang salah satu kelebihan White Lion. Lihat saja,  lagu-lagu mereka jadi terdengar easy listening. Padahal, jika Anda coba kulik atau pelajari, susahnya bukan main. Tak heran, meski easy listening, lagu-lagu White Lion dikenal tetap memiliki karakter kuat.

Tak heran juga, nyaris semua lagu balada atau slow rock mereka, selain mendapat tempat di kalangan penggemar musik rock. Selain “When The Children Cry”, White Lion memang juga melahirkan hit-hits balada semacam “Broken Home”, “Till Death Do Us Part”, “Going Home Tonight”, “Cry For Freedom”, “Farewell To You”, dan tentu saja masterpiece balada mereka, “You’re All I Need”.

Tema cinta  yang jadi andalan, dibungkus dengan lirik yang kuat dan melodi garang namun manis, sehingga tak ada kesan mellow sedikit pun. Padahal, syair-syair yang kebanyakan ditulis Tramp sangat, sangat romantis. Tengok saja syair dalam refrain lagu “You’re All I Need” ini.

you’re all I need beside me girl
you’re all I need to turn my world
you’re all I want inside my heart
you’re all I need when we’re apart

Atau lirik di lagu “Wait” yang terdapat di album Pride.
Wait… just a moment before our love will die
Cause I must know the reason why we say goodbye
Wait…. just a moment and tell me why
Cause I can show you lovin´ that you won’t deny

Tak heran, seperti band-band glam rock lainnya, White Lion punya begitu banyak penggemar dari kaum hawa. Tentu saja ini tak lepas dari ketampanan wajah Tramp, sang front man, yang kini jadi suami dari artis Ayu Azhari ini.

Tapi, bukan cuma soal cinta sebenarnya yang jadi andalan White Lion. Sejak dulu, grup yang pertama kali didirikan 1983 ini memang sudah concern terhadap masalah-masalah sosial. Maka itu, selain cinta, tema-tama kehidupan juga begitu banyak menghiasi lagu-lagu White Lion.

Sebut saja “Broken Home”, yang bercerita tentang tingginya tingkat perceraian di AS, sehingga menyebabkan penderitaan luar biasa bagi sang anak. Atau “War Song” di album Mane Attraction yang bertutur tentang kegalauan veteran perang Vietnam. Sementara lagu “Cry Freedom” merupakan kritik penggawa White Lion terhadap kebijakan politik Apartheid yang ketika itu masih berlaku di Afrika Selatan.

Bahkan, White Lion, ketika itu, di tahun 1990-an juga sudah peduli terhadap lingkungan alam. Lagu “Little Fighter” mereka dedikasikan untuk Greenpeace, kelompok pecinta lingkungan yang ketika itu kapalnya dihancurkan oleh sebuah operasi intelejen Prancis.

Di luar itu, vokal Tramp yang unik juga jadi salah satu keunggulan White Lion dibanding grup-grup glam rock kala itu. Vokal Tramp memang tak biasa, tipis tapi sangat berkarakter.
Namun, di lagu-lagu tertentu, Tramp bisa saja menampilkan karakter vokal yang garang, serak-serak parau, khas rocker sejati. Namun, di lagu lainnya, dia bisa bernyanyi kelewat manis seperti dalam tembang “You’re All I Need” atau “Going Home Tonight”.

Hanya memang, patut disayangkan, di saat menjulang mereka justru langsung tenggelam. Ya, White Lion dengan formasi terbaik, Tramp, Bratta, Lomenzo dan D’Angelo, harus bubar di tahun 1991, tahun di mana mereka juga merilis albumMane Attraction.

Pada tahun 2003, sebenarnya sempat terjadi wacana untuk menghidupkan kembali White Lion. Namun, Tramp menyebut, Bratta keberatan, sehingga dia hanya mengajak Lomenzo dan D’Angelo plus Warren De Martini, gitaris RATT. Namun, masalah jadi rumit lantaran Bratta mengajukan tuntutan hukum. Sebelumnya, pada tahun 1999, Tramp juga sempat merilis Remembering White Lion dengan sejumlah musisi.

Lantaran tuntutan Bratta ini, Tramp sempat menggunakan nama Tramp’s White Lion (TWL) pada tahun 2005, saat berusaha membangkitkan kejayaan White Lion. Namun, belakangan, dia kembali menggunakan nama White Lion dan merilis albumReturn of The Pride pada tahun 2008. Mereka juga sempat menggelar tur ke Indonesia.

Pengaruh Bratta
TERBAIK - Vito Bratta sempat dinobatkan 
sebagai Gitaris Terbaik oleh majalah Guitar World. (foto:bobleafe)

Memang sulit dimungkiri, sepanjang karier musik White Lion, setidaknya, hingga album Mane Attraction, pengaruh Bratta begitu kental pada musik White Lion. Betul, Tramp memang memiliki peran besar dalam penulisan lagu.

Namun, saat membentuknya menjadi sebuah musik, peran Bratta yang sangat besar. Lewat sentuhan jari-jarinya lahirlah aransemen-aransemen yang penuh warna namun tetap berada dalam koridor hard rock.

Dengan gitar buntungnya yang keluaran Steinberger, gitaran Bratta memang sangat dominan di setiap lagu White Lion. Hebatnya, dia tak hanya bisa pamer teknik    kecepatan serta sound yang meraung-raung. Namun, Bratta juga bisa bermain sangat indah dengan gitar akustik.

Lagu “When The Children Cry”, ” Broken Home” serta “You’re All I Need” adalah beberapa contohnya. Sementara di beberapa lagu, Bratta juga selalu mampu menggabungkan unsur akustik dan electricdengan sangat manis.

Tak heran, pada tahun 1988 Bratta sempat didaulat sebagai gitaris terbaik oleh MajalahGuitar World untuk kategori Best New Guitarist.  Ketika itu, orang pun percaya, Bratta tak hanya pantas digelari shredder guitarist karena kecepatan bermainnya. Namun juga ciamik dalam pemilihan melodi-melodi yang harmonis dengan teknik tinggi.

Saya sendiri menilai, permainan tergila Bratta ada di album Big Game. Di album ini, dia benar-benar mengeksplor kelihaiannya memainkan instrument enam dawai ini.

Dengar saja lagu-lagu seperti “Going Home Tonight”, “Let’s Get Crazy”, “Cry For Freedom” atau lagu daur ulang grup Golden Earring, “Radar Love” di mana Bratta bermain begitu liar, dengan kecepatan tangannya plus, keindahan sound yang keluar dari gitarnya.

Jika Anda penggemar gitar, pasti ngeh betapa dahsyat permainan Bratta di lagu-lagu ini. Tapi, ya itu tadi, secepat apapun, segila apapun permainan Bratta, melodi-melodi yang keluar dari gitarnya tetaplah terdengar manis.

Namun begitu, di album Mane Attraction, permainan Bratta sebenarnya juga tak kalah gila. Dengar saja lagu “Love Don’t Come Easy” di mana dia bermain tappingbegitu halus di awal lagu. Sementar pada interlude, tapping-tapping itu jadi begitu gila.

Sementara pada lagu “Leave Me Alone” Bratta bermain begitu cepat, dengan kocokan yang dalam, serta aksen-aksen yang kuat, sehingga lagu ini terdengar begitu ngerock. Itu satu lagi kelebihan Bratta. Dia sering membuat fil-fil yang sulit terduga.

Di album ini juga adalah lagu instrumental khusus, “Blue Monday“, yang didedikasikan Bratta dan White Lion untuk mendiang pendekar blues, Stevie Ray Vaughan, yang meninggal saat White Lion mengerjakan album ini.

Kembali Reuni?
Hanya lagi-lagi disayangkan, setelah White Lion bubar, nama Bratta seperti hilang ditelan bumi. Padahal, ketika itu, namanya boleh dibilang sudah diperhitungkan sebagai salah satu gitaris rock terbaik sejajar dengan Paul Gilbert atau Stevie Vai yang tengah berkibar ketika itu.

Rumor pun bertebaran. Ada yang menyebut, Bratta mengalami cedera serius pada tangannya, sehingga tak bisa lagi bermain gitar. Ada juga yang menyebut, dia mengalami depresi berat sehingga trauma melakukan aktivitas musik.

TERKINI - Mike Tramp (tengah) dengan formasi terkini White Lion. (foto: myspace)
Berbeda dengan rekan-rekan segrupnya, yang terus berkibar setelah bubarnya White Lion. Lomenzo dan D’Angelo sempat menggarap proyek Pride and Glory bersama gitaris Zakk Wylde. LoMenzo bahkan terus berkibar dengan bergabung dengan David Lee Roth  serta Megadeth. Sementara Tramp sendiri sempat membentuk grup Freak of Nature. Dia juga sempat merilis beberapa album solo dan menggelar konser solo pertama kalinya di Indonesia, di Fashion Café, di tahun 2002.

Baru, pada 16 Februari 2007, Bratta untuk pertama kalinya muncul ke hadapan publik dalam sebuah talk show radio terkenal, Eddie Trunk, “Friday Night Rocks”yang ditayangkan secara live. Di acara ini, Bratta bicara banyak soal karier musiknya dan White Lion.
Bratta tak membantah, bahwa dia memang sempat mengalami cedera pada tangannya. “Cedera itu membuat saya sangat menderita. Bayangkan, saat menekan senar gitar, jari-jari saya seperti tersengat setrum,” ujarnya, seperti dikutip ultimate-guitar.

Namun, Bratta menuturkan, alasan utama dia menghilang selama ini adalah lantaran sibuk menemani sang ayah yang sakit keras dan berkepanjangan. Dia khawatir tak bisa berkonsentrasi jika memaksakan diri tetap aktif di musik. “Ayah saya membutuhkan saya,” ujarnya, lirih.

Namun begitu, ketika itu, Bratta juga menyebut tak menutup kemungkinan kembali reuni dengan White Lion formasi klasik. Hanya dia tidak tahu, kapan itu akan terjadi.

sumber: wikipedia, you tube, allmusic, heavymetalparadise, ultimate-guitar, blabbermouth, berbagai sumber

Diskografi
1985 Fight To Survive
1987 Pride
1989 Big Game
1991 Mane Attraction
1999 Remembering White Lion
2008 Return of The Pride




Friday, December 16, 2011

Rock of Ages, Ketika Glam Rock Berjaya

Poster Fiml Rock of Ages (foto: elbrooklyntaco)
ANDA penggemar Tom Cruise? Jika ya, bersiaplah menyaksikan penampilan berbeda dari aktor ganteng Hollywood itu. Dalam film terbarunya, Rock fo Ages,suami Katie Holmes ini memang tampil tidak seperti biasanya, lantaran berperan sebagai rock star.

Namanya rocker, penampilan Cruise tentu harus nyeleneh. Jadi, jangan berharap Cruise tampil manis dan santun seperti dalam A Few Good Men, atau macho, layaknya Letnan Pete Mitchell dalam Top Gun.

Yang ada, di film musikal yang rencananya dirilis 1 Juni 2012 ini, Tom tampil dengan kesan urakan. Lengkap dengan rambut panjang serta tato di sekujur tubuhnya.
Beberapa hari lalu, New Line Cinema, selaku pihak distributor, telah merilis trailer film garapan sutradara Adam Shankman ini. Tanggapan pasar Hollywood pun bermacam-macam. Yang jelas, sosok dan tampilan Cruise yang memerankan rock star  bernama Stacee Jaxx mendapat sorotan paling banyak.

“Kami bekerja keras untuk mencari tampilan tepat untuk mewakili Tom. Sebab, jelas, dia mengambil peran yang besar di film ini,” ujar Shankman, seperti dikutipmoviesblog.mtv.com.  ”Mungkin kita membayangkan akan melihat dia bernanyi. Tapi, untuk sementara, biarkan itu jadi misteri.”

Film ini sendiri merupakan adaptasi dari drama musikal Broadway dengan judul sama, yang diangkat dari buku kaya Chris D’Arienzo. Ceritanya mengambil settingdi tahun 1980-an, di saat glam rock tengah berjaya di belantara musik dunia.

Tom Cruise berperan sebagai Stacee Jaxx (foto:hbo)
Tak heran, dalam setiap pementasannya, Rock of Ages, selalu menampilkan lagu-lagu hits dari band-band glam rock terkemuka mulai STYX, Twisted Sister, Journey, Pat Benatar, Posion, Whitesnake, hingga Bon Jovi. Bahkan, vokalis Twisted Sister, Dee Snider juga pernah terlibat ikut berperan di drama ini.

Rock of Ages sendiri bercerita tentang kisah cinta Drew Boley, seorang busboy alias tukang bersih-bersih di bar/club bernama The Bourbon Room, dengan Sherrie Christian, yang bekerja sebagai pelayan di  bar yang sama. Sejak dulu, Boley punya mimpi menjadi rock star.
Namun, konflik sesungguhnya berawal saat datang berita tentang penggusuran The Bourbon Room. Kabarnya, ada developer yang berniat menjadikan sebagai area yang clean, sebuah kompleks perumahan elite.

Dennis Dupree, sang pemilik, kemudian berusaha mengomersilkan keadaan dengan berniat mendatangkan band rock terkenal, Arsenal, dengan sang vokalis bernama Stacee Jaxx, sebagai konser terakhir di The Bourbon Room. Sebelum ngetop, Arsenal memang dikisahkan kerap tampil di The Bourbon Room.

Masalah kemudian muncul, lantaran Sherrie kemudian malah dekat dengan Jaxx. Hal ini dilakukan Sherrie lantaran dia merasa Bowie tak memiliki perasaan yang sama dengannya. Sherrie dan Jaxx bahkan sempat bercinta di toilet pria The Bourbon Room.

Sherrie tak tahu, Jaxx ternyata hanya memanfaatkannya. Buktinya, sebelum konser, Jaxx meminta Dennis untuk memecat Sherie. Gitaris band Arsenal, ternyata tahu tindakan licik Jaxx itu, sehingga mereka kemudian memecatnya dan menarik Boley sebagai vokalis baru Arsenal.

Boley pun  mewujudkan mimpinya menjadi rock star.  Dia mendapat kontrak dari produser bersama Arsenal. Sementara Sherrie yang telah dipecat, kemudian bekerja sebagai penari striptease di sebuah bar bernama Venus Club, tak jauh dari The Bourbon Room.

Di sisi lain, Boley ternyata tak mendapatkan mimpinya sebagai rock star sejati. Pasalnya, sang produser ternyata berniat mengubah band Arsenal menjadi boy band. Boley pun memilih mundur.

Boley dan Sherrie akhirnya bersatu
Dia kemudian mendatangi Venus Club demi bertemu Sherri. Namun, di sana dia justru melihat Sherrie tengah kedatangan tamu, Jaxx. Boley pun frustrasi.

Dia merasa tak satupun mimpinya jadi kenyataan. Bahkan, dia harus kembali dari nol, dengan bekerja sebagai pengantar pizza. Untung, takdir masih berbaik kepadanya. Di akhir cerita, Boley kembali dipertemukan Sherrie yang ternyata memang cinta sejatinya.

Selain Tom Cruise, film ini juga dibintangi aktor dan aktris kawakan, Alec Baldwin dan Catherine Zeta Jones. Baldwin berperan sebagai Dennis Dupree, pemilik The Bourbon Room. Sementara Zeta Jones memerankan istri walikota yang sangat berambisi menutup The Bourbon Room.

Patut juga disimak akting aktor Meksiko, Diego Boneta dan penyanyi country Julianne Hough yang memerankan Drew Boley dan Sherrie Christian. Ada juga penyanyi  R&B,Mary J. Blige, yang berperan sebagai Justice Charlier, pemilik The Venus Club.

Jika selintas menyaksikan trailernya, pastilah film ini akan heboh. Para penggila glam rock wajib menonton film ini, karena lagu-lagu classic rock legendaris akan berseliweran dan mengangkat kembali memori kita saat glam rock meraja di belantara musik dunia. Sebut saja “We Built This City” dari Starship, “Any Way You Want It” (Journey), atau yang ini favorit saya, “We’re Not Gonna Take It,” dari Twisted Sister.

“Film ini memang tentang pesta raksasa, bolehlah dikatakan pesta rock n roll,” ujar Shankman, yang juga dikenal sebagai koreografer andal. “Jadi, bawalah teman-teman Anda untuk berpesta bersama kami, musim panas nanti.” *

Sumber: Wikipedia, youtube, moviesblog.mtv.com, slate.com, weblogs.sun-sentinel.com




Thursday, December 15, 2011

Sore Hari Bersama Adele

ADELE/foto:popcrush
LAGU-lagu Adele paling asyik dinikmati pada sore hari. Tak percaya? Coba saja. Di saat hujan mendinginkan udara di luar,  bersama secangkir teh hangat, plus kretek mungkin, Anda akan mendapatkan suasana yang romantis namun segar, saat mendengar alunan nada dari penyanyi cewek asal Inggris itu.

Setidaknya, itulah yang saya rasakan. Sore itu, di kantor, saat menghadapi jadwal deadline yang ketat, saat otak dipaksa berpikir mencari kalimat-kalimat yang tidak basi untuk urusan sepak bola, lagu-lagu penyanyi bernama lengkap Adele Laurie Blue Adkins ini seperti memberi inspirasi.

Lagu “Rumor Has It”, yang terdapat dalam album kedua Adele, 21, memberikan nuansa yang segar. Tentu, suasana yang saya dapat berbeda dengan saat saya mendengarkan Iron Maiden, Twisted Sister, ataupun Guns N’ Roses.  Lagu  “Rumor Has It” ini rame, lumayan nge-beat, namun tetap punya keindahan irama untuk dinikmati, terutama lantaran vokal Adele yang benar-benar membuat lagu ini hidup.

Lagu kedua yang saya putar adalah “Someone Like You”, yang juga terdapat di album 21. Lagi-lagi saya ternganga mendengar vokal khas Adele, terutama pada refrain. Dengan sempurna, dia mampu menggapai nada-nada tinggi dan rendah. Cengkok vokal Adele juga asyik. Aksen khas Inggris yang keluar kerongkongannya tanpa sengaja membentuk suara Adele jadi semakin unik.
Ditingkahi dengan jentikan piano yang juga sederhana, vokal Adele jadi sangat meraja, indah sekali. Apalagi, saat muncul suara dua pada bridge sebelum refrain. Ada sensasi yang berbeda, saya rasakan.

Sementara pada lagu “One and Only” Adele begitu fasih bernyanyi dalam alunan blues yang kental. Bahkan, pada refrain, dia berteriak ala Janis Joplin, sang ratu blues.

Ada juga lagu “Make You Feel My Love” yang merupakan cover version milik penyanyi legendaris Bob Dylan. Sekali lagi, hanya dengan berbekal piano, Adele mampu memberi nuansa yang sangat berbeda di lagu ini. Pantaslah jika lagu ini dijadikan salah satu jagoan, selain “Chasing Pavements” di album pertamanya, 19,yang dirilis tahun 2008.

Hal yang sama juga dia lakukan saat menyanyikan ulang lagu The Cure,“Lovesong”, pada album 21. Nuansa kelam yang dibangun penyanyi aslinya dibongkar Adele dengan gaya bossa nova yang asyik. Jadilah lagu ini lebih “ceria” dibandingkan versi aslinya.

Harus diakui, cewek kelahiran London, Inggris, 5 Mei 1988 ini memang punya bakat luar biasa. Mungkin juga dia memiliki aura khusus. Buktinya, meski baru mengeluarkan dua album studio, namanya sudah langsung menjulang.

Album 21, yang juga memuat hits-hits seperti“Rolling in the Deep”, “Turning Tables”, dan “Set Fire to the Rain” , hingga kini, telah terjual lebih dari 3,4 juta kopi! Tak heran album ini pun dinobatkan sebagai “Album Abad Ini”, usai menggusur rekor penjualan album Back to Black milik mendiang Amy Winehouse, 3,3 juta kopi.

Hebatnya, album 21 hanya butuh 10 bulan sejak dirilis untuk mencapai penjualan 3,4 juta kopi. Sementar Winehouse memerlukan lima tahun! Album ini juga sempat 18 minggu bertengger di puncak tanggal lagu bergengsi di Inggris, UK Albums Chart.

Tak hanya di Inggris sebenarnya, di Amerika Serikat, Selandia Baru, serta Australia, album ini juga sempat meraja di tangga-tangga lagu bergengsi. Tak heran, album 21 ini pun sempat tercatat dalam Guinness World Records, edisi tahun 2011.

Adele saat meraih Grammy 2009 untuk kategori
Best New Artist/foto:billboard
Nama Adele juga masuk dalam nominasi untuk enam kategori Grammy Awards 2012 yang akan digelar Februari mendatang. Sebelumnya, pada tahun 2009, Adele sukses menyabet Grammy Awards untuk kategori Best New Artist. Itu belum termasuk penghargaan-penghargaan lain yang tak kalah bergengsi seperti American Music Awards ataupun BRIT Music Awards.

Pencipta Lagu Andal
Adele juga seorang pencipta lagu yang andal. Hampir semua lagu di album 19 dan21, adalah hasil ciptaannya, dengan bantuan beberapa teman. Kebanyakan, lagu-lagu Adele bertutur tentang pengalaman pribadinya di masa lalu, termasuk saat-saat mengalami patah hati.

Di luar kemampuannya mengolah vokal dan menulis lagu, musik yang diusung Adele juga menjadi faktor pendukung sukses lagu-lagunya di pasar. Adele termasuk berani dalam mencampur berbagai unsur jenis musik. Ada nuansa blues yang kental, country, R&B, jazz, soul, bahkan gospel pada lagu “Rolling in the Deep” dan“Rumor Has It” tadi.

Namun, rasanya wajar, jika sekarang Adele menoreh sukses luar biasa. Pasalnya, dia sudah mulai bernyanyi sejak usia 4 tahun. Kelompok vokal  Spice Girls dan Pink disebut Adele sebagai sosok-sosok yang sangat memengaruhi perjalanan kariernya.

Namun, tentu, butuh perjuangan berat bagi Adele untuk mendapatkan sinar terang kariernya. Baru-baru ini, misalnya, dia baru saja menjalani operasi khusus lantaran mengalami  sakit tengkorakan akut, yang membuat dia harus beristirahat cukup lama dari dunia tarik suara.


Lalu, kapan cewek perokok berat ini bakal mengeluarkan album terbarunya? Dalam wawancara lewat surat elektronik dengan Billboard, Adele menyebut mungkin baru akan merilis album barunya, dua atau tiga tahun lagi.

“Saya membayangkan, baru pada usia 25 atau 26 tahun nanti, saya akan mengeluarkan album baru,” ujar Adele seperti dikutip nzherald.co.nz. “Saat ini, saya belum memikirkan itu. Saya ingin santai dulu. Tak akan ada album baru sampai saya benar-benar siap.”

Sumber: wikipedia, youtube, nzherald, dailymail,askmen,singersroom, scotsman
Diskografi
  • 19 (2008)
  • 21 (2011)