TERBAIK - Vixen formasi terbaik, dari kiri ke kanan: Roxy Petrucci (drum), Jan Kuehnemund (gitar), Janet Gardner (gitar/vokal), dan Share Pedersen (bass). (foto: bastetglasba.blogspot)
VIXEN….ah terbayang lagi goyang genit Janet Gardner, sang vokalis, raungan
gitar si cantik Jan Kuehnemund, serta gebukan drum lembut namun bertenaga milik
Roxy Petrucci. Ya, Vixen, grup heavy metal cewek asal Los Angeles, Amerika
Serikat (AS) ini memang sempat menjulang namanya di akhir tahun 1980-an.
Saya ingat betul, saat masih duduk di bangku SMP, pertama kali
menyaksikan aksi mereka lewat sebuah program musik di sebuah stasiun televisi
swasta, di akhir tahun 1980-an, bernama Rocket dengan host Jeffrey Woworuntu.
“Edge of a Broken Heart”itulah lagu pertama yang saya dengar dari grup yang juga dimotori Share
Pedersen, sebagai pemain bass ini. Lagunya asyik, gaya mereka pun menarik,
lantaran grup ini terdiri dari cewek-cewek berparas cantik.
Namun, tentu saja ini bukan soal tampang, apalagi goyangan. Sebab,
selain“Edge of a Broken
Heart”,Vixen juga
memilikihits-hitsyang membuat nama mereka pantas
disejajarkan dengan grup rock cewek yang terlebih dahulu terkenal, seperti
Hearts, Bangles, ataupun Warlock yang berasal dari Jerman.
Lagu“Edge of a Broken
Heart”memang
merupakan pintu gerbang mereka merambah pentas rock dunia. Lagu yang terdapat
di album debut mereka, Vixen di tahun 1989 ini, merupakan karya dari Richard
Marx. Namun, tentu tak hanya“Edge of a Broken
Heart”.Di album ini,
Vixen juga menghasilkan tembang-tembang berbobot lainya, seperi“Crying”dan“I Want You to Rock Me”.
Imbasnya, ketika itu, grup yang didirikan tahun 1980 dan sempat
bergonta-ganti personel sebelum album debut mereka ini mendapat kesempatan
tampil sepanggung dengan pentolan-pentolan heavy metal, seperti Ozzy Osbourne,
Bon Jovi, bahkan Scorpions. Singkat kata, Vixen sudah langsung mendapat nama
lewat debut album mereka.
Sebuah prestasi yang tak mudah, mengingat ketika itu, pada periode akhir
1980-an hingga awal 1990-an, aliran heavy metal, hair metal, glam metal,
ataupun apa pun namanya, tengah mendapat tempat istimewa di hati pecinta rock.
Sehingga, begitu banyak grup-grup bermunculan pada era tersebut.
DUO IKON - Janet Gardner (kiri) dan Jan Kuehnemund jadi dua ikon Vixen. (foto: bforoencastellano.runboard)
Memang betul, kualitas suara Janet tak sehebatJoan Jettatau
Ann Wilson (Hearts). Permainan gitar Jan ataupun gebukan Roxy mungkin tak ada
apa-apanya dibanding CC DeVille (Poison) atau Tommy Lee (Motley Crue). Namun, secara kualitas musik, album pertama
Vixen ini tetap layak mendapat tempat khusus.
Alur lagu mereka, harmonisasi vokal, serta isian-isian setiap instrument
membuat musik mereka begitu asyik didengar. Sementara napas rock jelas sekali
keluar dari raungan gitar Jan, yang sekilas miripLita Ford, mungkin karena sama-sama blonde.
Tak heran, album kedua mereka,Rev It Up(1990)
cukup mendapat tempat di kalanganmetal head.Dari album ini, dua lagu“How Much Love”dan“Love is a Killer”sempat jadihitsdan kerap diputar di MTV.
Hanya sayang, setahun setelah dirilisnya album ini, Vixen
menyatakan bubar. Konon, perbedaan dalam visi bermusik menjadi penyebab utama.
Masing-masing personel tak mau mengekang ego, sehingga sulit menyatukan
perbedaan di antara mereka.
Mungkin ini juga imbas dari semakin tingginya popularitas mereka.
Maklum, ketika itu, jam terbang Vixen juga sudah semakin tinggi.
“Teman-teman” mereka di setiap konser pun sudah merupakan band-band besar.
Sebut saja KISS ataupun Deep Purple.
Pada tahun 1997, Roxy kembali menghidupkan Vixen bersama Janet. Namun,
tak ada nama Jan dan Share, yang digantikan oleh Gina Stile dan Rana Ross.
Setahun kemudian mereka merilis album bertitelTangerine.
Formasi ini juga tak bertahan lama, karena memang “pasar” heavy metal
sudah sepi lantran tergerus tren alternatif rock yang dibawa musisi-musisi asal
Seattle. Vixen baru kembali bangkit pada tahun 2001, saat Jan kembali mengajak
Roxy dan Janet, plus pemain bass baru, Pat Holloway. Sementara Share telah
bergabung dengan band suaminya, Bam, The Dogs D’Armour.
TERKINI - Formasi Vixen terkini, tinggal menyisakan Jan (kanan) sebagai personel awal. (foto: vixenrock)
Sayang, dalam sebuah tur keliling AS deengan tajuk Voices of Metal, pada
sekitar tahun 2004, perpecahan kembali terjadi. Janet, Roxy, dan Pat memilih
hengkang, sementara Jan melanjutkan Vixen dengan menggamit Jenna Piccolo
(vokal), Lynn Louise (bass) dan Kat Kraft (drum). Formasi inilah yang berlanjut
hingga sekarang, setelah merilis album terakhir,Live and Learnpada
tahun 2006.
sumber: wikipedia, you tube, vixenrock,
bastetglasba.blogspot.com
Diskografi
1989 Vixen
1990 Rev It Up
1998 Tangerine
2006 Live and Learn
PENUTUPAN - Peserta UKW PWI JAYA, MUDA, MADYA, dan UTAMA, berfoto saat acara penutupan. (foto2: dok pribadi)
JUMAT,20 April, saya
mengirim pesan singkat senada kepada tak kurang dari 20 orang narasumber yang
mayoritas merupakan pelaku dan tokoh sepak bola Indonesia. Bunyi pesan-pesan
singkat itu hampir sama, saya meminta kepada mereka agar berkenan mengangkat
panggilan telepon dari saya pada Sabtu, 21 April.
Itu memang harus saya lakukan demi kelancaran keikutsertaan saya
dalam Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar PWI Pusat untuk wilayah
DKI Jakarta (PWI Jaya), 20-21 April.
Ya, dalam UKW yang digelar di Gedung Sekretariat
PWI Jaya, di kawasan Harmoni, memang ada satu mata ujian bernama“Jejaring”.Di
sini, peserta diminta membuktikan kepada penguji kemampuannya dalam
“memelihara” hubungan baik dengan narasumber.
Dan,Alhamdullilah,
rata-rata narasumber memberi respons baik terhadap permintaan saya yang
setengah memaksa itu. Mulai dari Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, Rahmad
Darmawan (eks pelatih timnas), Jacksen F Tiago (pelatih Persipura), Jimmy
Napitupulu (eks wasit FIFA), Ferdinand Sinaga (pemain timnas/Semen Padang)
hingga Ketua Umum PSSI versi Ancol, La Nyalla Matalitti, yang menyatakan tak
keberatan. Begitu juga dengan Faisal Abdullah, Deputi Menpora Bidang Hukum.
Bahkan, Justinus Laksana, Wakil Ketua Umum Badan Futsal Nasional, menyatakan
siap, meski tengah berada di Bangkok, Thailand, mendampingi timnas futsal, yang
tengah mengikuti ajang Piala AFF.
DISKUSI - Peserta UKW PWI - UTAMA berdiskusi dengan penguji, Kristanto Hartadi (kedua dari kanan).
Namun, tentu bukan hanya “Jejaring” mata ujian yang harus kami lalui. Masih ada mata
ujian“Rapat Redaksi”, “Mengevaluasi Rencana Liputan”,
“Menentukan Bahan Layak Siar”, “Mengarahkan Liputan Investigasi”, “Menulis
Tajuk Rencana”,dan“Kebijakan
Rubrikasi”yang
tak kalah bikin pusing.
Memang, selintas mata-mata ujian ini tampaknya tak akan sulit, lantaran
kami, para peserta, telah mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari di
media masing-masing. Namun, dalam situasi ujian, di mana setiap mata
ujian harus dilakukan dengan waktu yang supersingkat, segalanya menjadi
berbeda.
Bayangkan, Anda diharuskan membuat tajuk rencana yang isinya tentang
sikap dan pandangan media kita, terhadap sebuah isu yang tengah hangat, hanya
dalam 30 menit! Lalu, Anda diminta membuat dan merencanakan liputan investigasi
untuk reporter, lengkap dengan metode investigasi, tenggat waktu, jumlah
reporter, anggaran, juga hanya dalam 30 menit! Ya, semuanya serba 30 menit!
Bagi saya, situasi bertambah sulit, lantaran datang dari latar belakang
media olahraga, khususnya sepak bola. Sementara, materi-materi ujian, semuanya
menyangkut berita-berita konten harian umum. Mulai politik, sosial, ekonomi,
budaya, hingga hukum. Bisakebayang dong,
betapa galaunya saya.
Beruntung, saya mendapat penguji yang sangat kooperatif. Kristanto
Hartadi, mantan Pemimpin Redaksi Sinar Harapan dan Andi Usman, mantan wartawan
otomotif andal, sangat membantu kami dalam melalui UKW PWI yang didahului
Safari Jurnalistik PWI (19/4) ini. Mereka tak sekadar memberikan soal, menilai,
dan mengumumkannya kepada kami.
Lebih dari itu, Pak Kris, begitu kami memanggil Kristanto, memberikan
ilmu jurnalistik yang sangat luar biasa berguna bagi kami. Begitu juga dengan
Pak Andi yang tak bosan membagi pengalamannya. Dari mulut pria yang masih
lincah meski telah berusia lebih dari 70 tahun ini, juga, saya jadi tahu
perumus“5W,
1H”konsep keramat
dalam jurnalistik.
PENGUMUMAN - Panitia saat mengumumkan hasil UKW PWI JAYA, saat penutupan acara.
Dialah Joseph Rudyard Kipling, seorang penulis asal Inggris pemenang
Nobel Kesusasteraan 1907. Pak Andi bercerita, Kipling merumuskan konsep“5W, 1H”di
tahun 1940-an, lantaran kesal, karena banyak berita di radio yang ditayangkan
secara serampangan. Dia berharap“5W, 1H”bisa
membuat berita-berita jadi lebih terarah.
Selain Pak Kris dan Pak Andi, rekan-rekan sesama peserta UKW yang dibukaHendry Ch Bangun,
Sekjen PWI Pusat, yang juga seorang Kompasianers ini, juga sangat membantu.
Kekompakan, tak hanya dalam kelompok, melainkan juga secara keseluruhan,
membuat UKW PWI ini menjadi lebih mudah dilalui.
UKW PWI ini sendiri dibagi ke dalam tiga jenjang kompetensi:MUDAuntuk
wartawan pemula (reporter),MADYAuntuk redaktur, danUTAMAuntuk
level pimpinan redaksi, seperti redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi, dan
pemimpin redaksi. Saya sendiri, bersama 17 orang lainnya, tergabung dalam
jenjang UTAMA. Rekan KompasianerNoer Alim Harvaimajuga tergabung dalam jenjang ini.
Usai mengikuti ujian, saya jadi punya kesan yang sangat mendalam
terhadap UKW yang seluruh mata ujiannya harus berlandaskan Kode Etik
Jurnalistik ini. Bukan cuma sebagai ajang “verifikasi” bagi wartawan
profesional, melainkan juga penambah wawasan bagi para wartawan. Pantaslah,
jika UKW ini dimaksudkan di antaranya untuk meningkatkan kualitas dan
profesionalisme serta menjaga harkat dan martabat wartawan sebagai penghasil
karya intelektual.
Sayang, dalam acara penutupan, panitia mengumumkan ada empat orang dari
44 peserta yang dinyatakan belum kompeten. Kepada mereka, diberikan kesempatan
banding, atau mengulang mengikuti ujian enam bulan ke depan.
Namun, dengan kerja keras PWI Pusat dan dukungan pengurus cabang, bukan
mustahil wartawan-wartawan berkompeten akan terus bertambah di negeri ini
seperti diisyaratkan Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang
Standar Kompetensi Wartawan.
Lagipula, bukankah angka 1.131 saat ini, seperti
disebutkan dalam tulisan Bang Hendry, sudah merupakan jumlah yang luar bisa
mengingat UKW PWI ini baru dimulai tahun lalu.
Terima kasih telah membaca, semoga bermanfaat
Salam Rock N’ Roll!
Kode Etik Jurnalistik
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong,
fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi
dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk
melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off
the record” sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan
berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak
koreksi secara proporsional.
BERJAYA - KISS sempat berjaya di pelataran musik rock dunia di era 1980-90-an.
(foto: buddytv)
BEGITUbanyak
lagu yang mengusung tema rock n roll. Sebut saja“Let’s Get Rock”dari Def Leppard, “I Wanna Rock”(Twisted Sister), “Rock n Roll Train”dan“Let There Be Rock”(AC/DC),“Let It Rock”(Bon Jovi),“Rock n Roll”(Status Quo),“Rock The Night”(Europe),“Jailhouse of Rock”(Elvis Presley),“Rock N Roll”(Led Zeppelin),“I’ve Got A Rock ‘N’ Roll Heart”(Eric Clapton), ” It’s Only
Rock N Roll”(Rolling Stones),“Your Momma Dont
Dance, Your Daddy Dont Rock n Roll”(Poison),” I Love Rock N Roll”(Joan Jett),“We Will Rock You”(Queen),“Rock Bergema”(Roxx),dan ratusan lagu lainnya yang
dibawakan musisi dan penyanyi berbeda.
Namun, ada satu lagu tentang rock and roll yang sangat
berkesan di hati saya: “God Gave Rock and Roll To You”, judulnya. Pada awal tahun
1990-an, lagu ini dipopulerkan olehKISS, kelompok glam metal asal New York, Amerika Serikat
(AS) yang beranggotakan Paul Stanley (gitar/vokal), Bruce Kulick (gitar), Gene
Simmons (bass), dan Eric Carr (drum).
Lagu ini awalnya dirilis sebagaisoundtrackuntuk
filmBill and Ted’s Bogus Journey.Namun,
oleh KISS, lagu ini kemudian dimasukkan dalam album ke-16 mereka, Revenge,
pada tahun 1992.
Ketika itu, lagu ini cukup sukses di pasaran. Di AS dan
negeri-negeri Britania Raya,”God Gave Rock and Roll To You”cukup lama bertahan di 10 besar
tangga-tangga lagu bergengsi di sana.
Ini juga merupakan lagu terakhir KISS yang menampilkan
drummer Eric Carr, yang meninggal pada November 1991 lantaran kanker hati.
Hanya, lantaran kondisi kesehatannya, di lagu ini, Carr tak bermain drum,
melainkan hanya menyumbangkan suara untuk vokal latar. Sedangkan posisi drum
dimainkan Eric Singer, yang kemudian direkrut KISS sebagai pengganti Carr.
Maka itu, pernah dalam sebuah acara di stasiun televisi
khusus musik,VH1,Simmons
menyebut, bahwa lagu ini juga mereka sebuah testamen untuk Eric Carr.
Dulu, semasa SMA, hanya dengan gitar bolong, saya dan
kawan-kawan kerap menyanyikan lagu ini, di kantin sekolah saat jam istirahat,
atau saat bubaran sekolah. Maka itu, hingga sekarang, saat mendengar lagu ini,
ingatan saya selalu melayang, menerawang masa-masa saat mengenakan seragam
putih-abu-abu.
“God Gave Rock and Roll To You”ini sendiri sebenarnya bukan asli milik KISS. Lagu ini
merupakancoverdari lagu milik kelompok rock asal
Inggris, Argent, pada tahun 1972, di albumAll Together Now.
KISS sendiri, sebenarnya membawakan lagu ini tak jauh
berbeda dengan penyanyi aslinya. Cukup sederhana. Hanya memang, menurut saya,
KISS memainkannya sedikit modern (untuk ukuran tahun 1990-an) dibanding Argent.
Sound yang keluar dari gitar Paul Stanley dan Bruce Kulick pun juga jauh lebih
1990-an, di banding milik Ron Ballard, gitaris Argent, sekaligus pencipta lagu
ini. Begitu juga Petra, Midtown, The Truth, dan Bride band-band yang juga
pernah meng-coverlagu
ini.
Saat koor dalam lagu pun tak jauh berbeda. KISS sama sekali
tak memodifikasi bunyi koor atau menambah beberapa bar, misalnya. Mereka tetap
menyanyikan seperti ketika Ballard dan kawan-kawan menyanyikannya di era
1970-an.
Hanya barang kali, KISS memang punya kekuatan di sektor
vokal lantaran suara khas Paul Stanley. Di lagu ini pula, dia berduet dengan
Simmons dan menghasilkan harmonisasi vokal yang unik.
Entahlah, mungkin ini hanya “sentimen angkatan” lantaran
saya tumbuh di era 1990-an, sehingga versi KISS lebih mengena di telinga saya,
ketimbang komposisi yang dibawakan musisi aslinya. Tentu, ini sangat subjektif,
karena generasi kang Ahmad Jayakardi mungkin akan menilai sebaliknya.. he, he,
he, he…..
Tapi, bagaimanapun, salut kepada Argent yang telah membuat
lagu ini begitu berkarakter. Tak perlu entakan drum dan paduan bass yang
mendentum-dentum. Cukup dengan raungan distorsi gitar yang sederhana dan tempo
yang sedang-sedang saja, lagu ini sudah sangat bernyawa, sangat rock n roll.
KISS, yang juga punya lagu“I Wanna Rock N
Roll All Night”,punmembawakan“God Gave Rock and
Roll to You”seperti
itu. Tak perlu habis-habisan, mereka sudah mendapatkan nyawa rock and
roll yang kental lantaran kuatnya lirik yang ditulis Ballard.
Lagu ini misalnya, menyebut Anda tak perlu punya banyak uang
atau mobil mewah untuk ber-rock n roll ria. Dengarkan saja raungan distori
gitar, maka rock n roll akan ada di hati Anda.
Atau, ada bagian lain dalam syair lagu ini yang
bertutur: Anda bisa bernyanyi sesukanya, bermain gitar semaunya, karena
Anda punya rock n roll… karena rock and roll untuk semua.
Namun, menurut saya, bagian paling asyik dari syair lagu ini
adalah di bagian terakhir yang berbunyi…….
I know life sometimes can get tough! And I know life
sometimes can be a drag! But people, we
have been given a gift, we have been given a role And that roles
name is… Rock and Roll!”
Ya…. hidup kadang memang sulit, sangat sulit bahkan. Tapi,
kita beruntung, karena Tuhan telah memberi kita rock and roll!
KLASIK - White Lion formasi klasik dari kiri ke kanan: James Lomenzo (bass), Mike Tramp (vokal), Greg D'Angelo (drum)
WHITELion….
Di era 1990-an, penggemar musik mana yang tak kenal grup asal New York, Amerika
Serikat (AS) ini. Di negeri ini, nama grup yang dulu digawangi Mike Tramp
(vokal), Vito Bratta (gitar), Jame Lomenzo (bass), dan Greg D’Angelo
(drum) ini pertama kali dikenal lewat single“When The Children Cry”yang
diambil dari album kedua mereka,Pride,
di tahun 1987. Dan, sejak itu pula petikan dan sayatan gitar Bratta serta
lengkingan parau voal Tramp jadi begitu familiar di telinga saya ini.
Nama White Lion, kemudian menjadi salah satu grup favorit
saya, saat mulai serius mendengarkan musik, ketika menginjak masa SMA. Di hati
saya, White Lion ketika itu mendapat tempat yang nyaris sejajar dengan Bon
Jovi, Gun’s N Roes, Mr. Big, Iron Maiden, dan tentu saja Iwan Fals.
White Lion memang merupakan bagian dari kejayaan glam rock,
hair metal, hard rock, heavy metal, apa pun namanya, di era pertengahan 1980-an
hingga awal 1990-an. Masa di mana ingar-bingar distorsi gitar yang
meraung-raung, dentuman bass drum yang berpadu dengan atribut ala rock
star. Rambut panjang, jaket-celana jins belel, plus bandana di kepala.
Namun, ada kalanya, mereka, band-band glam rock ini
bersenjatakan lagu-lagu balada. White Lion inilah salah satunya. Lagu“When The Children Cry”membuat
albumPridemendapat
double platinum. Lagu ini juga sempat bertengger di tangga laguThe Billboard 200selama
tahun penuh.
Ketika itu, berbekal tiga album awal,Fight To Survive (1985), Pride (1987),danBig Game (1989),White Lion termasuk salah satu grup
hair metal papan atas. Di Indonesia, nama White Lion makin dikenal saat merilis
album keempat,Mane Attraction,
di tahun 1991. Hits-hits seperti“You’re All I
Need”, “Till Death Do Us Part”,ataupun“Broken Heart”kerap diputar di radio-radio
terkemuka, ketika itu.
Selintas didengar, musik-musik White Lion sepertinya
sederhana. Namun, jika dicerna lebih jauh, Tramp dan kawan-kawan ternyata tak
sekadar bermain musik. Mereka bermain dengan teknik yang luar biasa.
Mulai ketukan drum yang gantung, dentuman bass yang tak
umum, melodi serta kocokan gitar yang dimainkan dengan teknik tinggi.
Coba saja dengarlagu “Till Death
Do Us Part”dari
albumMane Attraction.
EKSIS - Mike Tramp hingga kini masih eksis. (foto: braingel.com)
Di bagian interlude, Bratta memainkan melodi yang bukan
hanya begitu enak didengar, menyanyat, pas dengan suasana lagu. Melainkan juga
dengan teknik gitaran yang tinggi dengan tekniktappingyang
luar biasa. Pilihansound-nya
juga luar biasa, benar-benar mampu menyatu dengan nuansa yang dibangun syair
lagu.
Tak heran, selain Tramp yang memang menjadifront man, Bratta juga disebut-sebut sebagai ruh utama White
Lion. Sebab, praktis, semua musik mereka, salah satunya ditentukan oleh
gitaran-gitaran pria bermata sendu itu.
Karakter
Kuat
Membuat lagu dengan teknik sulit menjadi sederhana memang
salah satu kelebihan White Lion. Lihat saja, lagu-lagu mereka jadi
terdengareasy listening.
Padahal, jika Anda coba kulik atau pelajari, susahnya bukan main. Tak heran,
meskieasy listening,lagu-lagu White Lion dikenal tetap
memiliki karakter kuat.
Tak heran juga, nyaris semua lagu balada atauslowrockmereka, selain mendapat tempat di
kalangan penggemar musik rock. Selain“When The Children
Cry”,White Lion
memang juga melahirkan hit-hits balada semacam“Broken Home”, “Till Death Do Us Part”, “Going Home Tonight”, “Cry For
Freedom”, “Farewell To You”,dan
tentu sajamasterpiecebalada mereka,“You’re All I Need”.
Tema cinta yang jadi andalan, dibungkus dengan lirik
yang kuat dan melodi garang namun manis, sehingga tak ada kesan mellow sedikit
pun. Padahal, syair-syair yang kebanyakan ditulis Tramp sangat, sangat
romantis. Tengok saja syair dalam refrain lagu“You’re All I Need”ini.
you’re all I need beside me girl
you’re all I need to turn my world
you’re all I want inside my heart
you’re all I need when we’re apart
Atau lirik di lagu“Wait”yang terdapat di albumPride.
Wait… just a moment before our love
will die
Cause I must know the reason why we say
goodbye
Wait…. just a moment and tell me why
Cause I can show you lovin´ that you
won’t deny
Tak heran, seperti band-band glam rock lainnya, White Lion punya
begitu banyak penggemar dari kaum hawa. Tentu saja ini tak lepas dari
ketampanan wajah Tramp, sangfront man,
yang kini jadi suami dari artis Ayu Azhari ini.
Tapi, bukan cuma soal cinta sebenarnya yang jadi andalan
White Lion. Sejak dulu, grup yang pertama kali didirikan 1983 ini memang sudahconcernterhadap
masalah-masalah sosial. Maka itu, selain cinta, tema-tama kehidupan juga begitu
banyak menghiasi lagu-lagu White Lion.
Sebut saja“Broken Home”,yang bercerita tentang
tingginya tingkat perceraian di AS, sehingga menyebabkan penderitaan luar biasa
bagi sang anak. Atau“War Song”di albumMane Attractionyang
bertutur tentang kegalauan veteran perang Vietnam. Sementara lagu“Cry Freedom”merupakan
kritik penggawa White Lion terhadap kebijakan politikApartheidyang
ketika itu masih berlaku di Afrika Selatan.
Bahkan, White Lion, ketika itu, di tahun 1990-an juga sudah
peduli terhadap lingkungan alam. Lagu“Little Fighter”mereka dedikasikan untuk Greenpeace,
kelompok pecinta lingkungan yang ketika itu kapalnya dihancurkan oleh sebuah
operasi intelejen Prancis.
Di luar itu, vokal Tramp yang unik juga jadi salah satu
keunggulan White Lion dibanding grup-grup glam rock kala itu. Vokal Tramp
memang tak biasa, tipis tapi sangat berkarakter.
Namun, di lagu-lagu tertentu, Tramp bisa saja menampilkan
karakter vokal yang garang, serak-serak parau, khas rocker sejati. Namun, di
lagu lainnya, dia bisa bernyanyi kelewat manis seperti dalam tembang“You’re All I Need”atau“Going HomeTonight”.
Hanya memang, patut disayangkan, di saat menjulang mereka
justru langsung tenggelam. Ya, White Lion dengan formasi terbaik, Tramp,
Bratta, Lomenzo dan D’Angelo, harus bubar di tahun 1991, tahun di mana mereka
juga merilis albumMane
Attraction.
Pada tahun 2003, sebenarnya sempat terjadi wacana untuk
menghidupkan kembali White Lion. Namun, Tramp menyebut, Bratta keberatan,
sehingga dia hanya mengajak Lomenzo dan D’Angelo plus Warren De Martini,
gitaris RATT. Namun, masalah jadi rumit lantaran Bratta mengajukan tuntutan
hukum. Sebelumnya, pada tahun 1999, Tramp juga sempat merilisRemembering White Liondengan
sejumlah musisi.
Lantaran tuntutan Bratta ini, Tramp sempat menggunakan nama
Tramp’s White Lion (TWL) pada tahun 2005, saat berusaha membangkitkan kejayaan
White Lion. Namun, belakangan, dia kembali menggunakan nama White Lion dan
merilis albumReturn
of The Pridepada
tahun 2008. Mereka juga sempat menggelar tur ke Indonesia.
Pengaruh
Bratta
TERBAIK - Vito Bratta sempat dinobatkan
sebagai Gitaris Terbaik oleh majalah Guitar World. (foto:bobleafe)
Memang sulit dimungkiri, sepanjang karier musik White Lion,
setidaknya, hingga albumMane Attraction,
pengaruh Bratta begitu kental pada musik White Lion. Betul, Tramp memang
memiliki peran besar dalam penulisan lagu.
Namun, saat membentuknya menjadi sebuah musik, peran Bratta
yang sangat besar. Lewat sentuhan jari-jarinya lahirlah aransemen-aransemen
yang penuh warna namun tetap berada dalam koridor hard rock.
Dengan gitar buntungnya yang keluaran Steinberger, gitaran Bratta
memang sangat dominan di setiap lagu White Lion. Hebatnya, dia tak hanya bisa
pamer teknik kecepatan sertasoundyang
meraung-raung. Namun, Bratta juga bisa bermain sangat indah dengan gitar
akustik.
Lagu“When The Children
Cry”, ” Broken Home”serta“You’re All I Need”adalah beberapa contohnya. Sementara
di beberapa lagu, Bratta juga selalu mampu menggabungkan unsur akustik danelectricdengan sangat manis.
Tak heran, pada tahun 1988 Bratta sempat didaulat sebagai
gitaris terbaik oleh MajalahGuitar Worlduntuk
kategoriBest New Guitarist.
Ketika itu, orang pun percaya, Bratta tak hanya pantas digelarishredder guitaristkarena
kecepatan bermainnya. Namun juga ciamik dalam pemilihan melodi-melodi yang
harmonis dengan teknik tinggi.
Saya sendiri menilai, permainan tergila Bratta ada di albumBig Game.Di
album ini, dia benar-benar mengeksplor kelihaiannya memainkan instrument enam
dawai ini.
Dengar saja lagu-lagu seperti “Going Home Tonight”, “Let’s Get Crazy”, “Cry For
Freedom”atau lagu
daur ulang grup Golden Earring, “Radar Love”di
mana Bratta bermain begitu liar, dengan kecepatan tangannya plus, keindahansoundyang
keluar dari gitarnya.
Jika Anda penggemar gitar, pasti ngeh betapa dahsyat
permainan Bratta di lagu-lagu ini. Tapi, ya itu tadi, secepat apapun, segila
apapun permainan Bratta, melodi-melodi yang keluar dari gitarnya tetaplah
terdengar manis.
Namun begitu, di albumMane Attraction,permainan Bratta sebenarnya juga tak
kalah gila. Dengar saja lagu“Love Don’t Come
Easy”di mana dia bermaintappingbegitu halus di awal lagu. Sementar pada interlude,tapping-tappingitu
jadi begitu gila.
Sementara pada lagu“Leave Me Alone”Bratta bermain begitu cepat,
dengan kocokan yang dalam, serta aksen-aksen yang kuat, sehingga lagu ini
terdengar begitu ngerock. Itu satu lagi kelebihan Bratta. Dia sering membuatfil-filyang
sulit terduga.
Di album ini juga adalah lagu instrumental khusus,“Blue Monday“, yang didedikasikan Bratta dan White Lion
untuk mendiang pendekar blues, Stevie Ray Vaughan, yang meninggal saat White
Lion mengerjakan album ini.
Kembali
Reuni?
Hanya lagi-lagi disayangkan, setelah White Lion bubar, nama
Bratta seperti hilang ditelan bumi. Padahal, ketika itu, namanya boleh dibilang
sudah diperhitungkan sebagai salah satu gitaris rock terbaik sejajar dengan
Paul Gilbert atau Stevie Vai yang tengah berkibar ketika itu.
Rumor pun bertebaran. Ada yang menyebut, Bratta mengalami
cedera serius pada tangannya, sehingga tak bisa lagi bermain gitar. Ada juga
yang menyebut, dia mengalami depresi berat sehingga trauma melakukan aktivitas
musik.
TERKINI - Mike Tramp (tengah) dengan formasi terkini White Lion. (foto: myspace)
Baru, pada 16 Februari 2007, Bratta untuk pertama kalinya
muncul ke hadapan publik dalam sebuah talk show radio terkenal, Eddie Trunk,“Friday Night Rocks”yang ditayangkan
secaralive.
Di acara ini, Bratta bicara banyak soal karier musiknya dan White Lion.
Bratta tak membantah, bahwa dia memang sempat mengalami
cedera pada tangannya. “Cedera itu membuat saya sangat menderita. Bayangkan,
saat menekan senar gitar, jari-jari saya seperti tersengat setrum,” ujarnya,
seperti dikutipultimate-guitar.
Namun, Bratta menuturkan, alasan utama dia menghilang selama
ini adalah lantaran sibuk menemani sang ayah yang sakit keras dan
berkepanjangan. Dia khawatir tak bisa berkonsentrasi jika memaksakan diri tetap
aktif di musik. “Ayah saya membutuhkan saya,” ujarnya, lirih.
Namun begitu, ketika itu, Bratta juga menyebut tak menutup
kemungkinan kembali reuni dengan White Lion formasi klasik. Hanya dia tidak
tahu, kapan itu akan terjadi.
sumber: wikipedia, you tube, allmusic, heavymetalparadise,
ultimate-guitar, blabbermouth, berbagai sumber