Wednesday, September 2, 2015

Bensoeb, Darah Rock n Roll yang Terus Bergolak

SHARKMOVE 2nd Life Project

Morning sun shine shows so fine make a sign...
So today makes my mind rather fine...
But i tried so hard to forget the past...
That comes to my mind all the time......
.........................................

PENGGEMAR Benny Soebardja pasti hapal betul penggalan lirik lagu Sharkmove, berjudul “My Life” di atas. Saya sendiri kerap merinding mendengarnya meski hanya melalui You tube, he, he, he.  Liriknya sangat kuat, tajam, bertutur tentang seseorang yang merasa kesepian dalam hidupnya.

Ada nuansa suram memang, dalam lirik dan nada-nadanya. Namun, Benny bersama Shakmove-nya berhasil meramunya dengan musik yang megah.  Saya pun tak pernah bosan saya mendengarkannya meski durasi lagunya termasuk panjang, lebih dari 9 menit!

Saya sebenarnya sudah lama sekali familiar dengan nama Benny Soebardja. Ayah saya yang “mengenalkannya”. Saya ingat betul, dulu saat masih duduk di bangku SMA, beliau pernah bilang. “Dulu tahun 1970-an, kita juga punya rocker superstar, namanya Benny Soebardja.”

Itu diungkap bokap ogut, mungkin karena kesal lantaran saya terlalu mengidolakan rocker bule model W Axl Rose, Bret Michaels, dan lain-lain. Padahal, doi dulu juga suka dengerin Led Zeppelin, Deep Purple, Grand Funk, dan sejenisnya, he, he, he.....

Namun, karena dulu, terbatasnya informasi dan teknologi di tahun 1990-an, saya jadi tidak memiliki kesempatan dan fasilitas memadai untuk lebih mengetahui sosok Kang Bensoeb, begitu Benny kerap disapa. Beruntung, belakangan, dengan semakin canggihnya teknologi informasi, saya jadi berkesempatan lebih dalam mengenal sosok Benny Soebardja. Terima kasih untuk bang Buyunk Aktuil, mantan kontributor luar negeri Aktuil, majalah musik terkenal di era 1970-1980an atas info-infonya, termasuk tentang Om Benny dan band-band yang pernah diperkuatnya. 

BENNY SOEBARDJA
Godfather of Prog
Bicara tentang Benny dan Sharkmove, berarti kita bicara tentang musik progressive rock Indonesia 1970-an.  Art-rock, dulunya, kata orang. Ada nuansa rock n roll, psychadelic rock, blues sampai nuansa-nuansa etnik diusung Sharkmove.

Tak heran banyak yang menyebut Benny sebagai salah satu pionir musik jenis ini di Indonesia. Bahkan seorang wartawan musik Selandia Baru, Graham Reid, menyebut Benny sebagai “The godfather of the Indonesian prog-rock underground” dalam tulisannya di Elsewhere Magazine.

Sementara Bob Dook, seorang geologist, yang kerap membantu Benny dalam penulisan lagu-lagu berbahasa Inggris  disebut Graham Reid sebagai “Peter Sinfield”-nya. Seperti diketahui, di era 1970-an, Sinfield seperti menjadi personel bayangan King Crimson, karena meski tak tercatat sebagai personel, namun ikut berperan dalam penulisan lagu. Dia kemudian juga membantu Emerson, Lake, dan Palmer (ELP), karena kedekatannya dengan Greg Lake, bassist King Crimson dan ELP.

Jika mengacu kepada tahun rilis album Shakrmove,  Ghede Chokra’s”, 1973, rasanya tak berlebihan pendapat Graham. Sebab, di tahun itu tak banyak grup-grup yang memainkan genre musik yang satu ini. Mungkin Gang of Harry Roesli dengan “Philosophy Gang”-nya jadi salah satu pengecualian.

Sayang, Sharkmove yang lengkapnya beranggotakan Benny Seobardja (gitar/vokal), Alm Soman Loebis (kibor), Janto Diablo (bass), dan Sammy Zakaria (drum) dan Bhagu Ramchand yang melantunkan lagu “Evil Warini tak berumur panjang.  Soman Loebis kemudian bergabung dengan God Bless, sebelum akhirnya meninggal karena kecelakaan lalu lintas bersama Fuad Hassan, drummer God Bless, ketika itu, tahun 1974.

Namun, hingga kini pun album “Ghede Chokra’s”, satu-satunya album Sharkmove tetap dicari orang. Pada tahun 2006, album ini sempat diremaster yang didistribusikan sebuah label dari Jerman, Shadoks Music. Terahir, “Ghede Chokra’s” juga sempat kembali dirilis terbatas oleh label Rockpods Record.

Namun, Benny tak berhenti di Sharkmove, namanya kemudian berkibar kencang dengan Giant Step. Seperti juga SharkMove, Giant Step diperkuat musisi-musisi jempolan. Awal mula didirikan, Benny mengajak Alm Deddy Stanzah (bass) dan Yocki Suryo Prayogo (kibor). 

Kemudian setelah itu beberapa musisi-musisi terbaik di negeri ini ikut memperkuat band asal Bandung ini. Sebut saja Albert Wernerin (gitar),  Deddy Dorres (gitar/kibor), Utje F. Tekol (bass), Triawan Munaf (kibor), Yanto Sudjono (drum), Erwin Badudu (kibor), Jelly Tobing (drum), Adhi Sibolagit (bass), hingga Donny Suhendra (gitar).

Tak kurang dari tujuh album dilahirkan Giant Step dalam kurun waktu 1974 hingga 1985. Benny juga sempat menelurkan empat album solo dibantu adik kandungnya Harry Soebardja. Sebelumnya, Benny lama juga wara-wiri di panggung musik pop bersama band The Peels.

Nama Benny juga sempat masuk dalam Dasa Tembang Tercantik Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) 1978 menyanyikan lagu “Apatis” karya Inggrid Widjanarko dan “Sesaat” karangan Harry Sabar. LCLR sendiri adalah sebuah ajang lomba cipta lagu remaja yang digelar Radio Prambors Rasisonia yang sempat jadi salah satu parameter musik Indonesia di era 1970 hingga 1980-an. Ajang ini digagas seniman senior Sys NS.

AUDI,BENNY SOEBARDJA, JORDAN
Sharkmove 2nd Life Project
Benny memang sempat menghilang dari peta musik Indonesia dan bermukim di Belanda. Baru pada medio 2000-an dia kembali ke panggung dengan dukungan para penggawa muda. Ternyata darah rock n roll di tubuh pria asal Tasikmalaya ini tak pernah padam, terus bergolak.

Dan, saya menjadi saksi betapa aura superstar Kang Benny memang tak pernah hilang. Kamis, 20 Agustus lalu, dia tampil dalam sebuah acara musik TVRI, "Taman Buaya Beat Club", yang disiarkan secara live.

Benny tampil dengan mengenakan kostum jins biru dan kemeja lengan panjang berwarna coklat dengan paduan warna emas, plus sepatu kets putih. Penampilannya tampak sporty, namun tak mengurangi kesan rocker yang mungkin memang sudah melekat dalam darahnya.

Soal kemeja itu punya cerita sendiri. Kemeja itu, disebut Benny adalah kemeja yang dia kenakan 40 tahun lalu juga di acara musik TVRI, Chandra Kirana. Kini baju bersejarah itu telah dia sumbangkan ke Galery Malang Bernyanyi, sebuah  organisasi yang didirikan untuk turut memelihara sejarah musik Indonesia.

Wawancara dengan Host. Kemeja itu...
Sharkmove 2nd Life Project, begitulah Benny menamai projek ini. Dia mengajak musisi-musisi muda berkelas seperti Johanes Jordan (gitar), Audi Adhikara (bass) dan Tiwi Shakuhachi (kibor), serta putranya, Rhama Nalendra (drum), untuk mengingatkan kembali khalayak akan masa jaya-jayanya musik rock Indonesia era 1970-an.

Total enam lagu digeber. Mulai "Decisions", "Waste Time", medley "A Fortunate Paradise" dan "Air Pollution" (Giant Step), hingga "My Life" dan “Evil War” (Sharkmove). Di lagu “Evil War”, yang merupakan lagu terakhir, Benny secara khusus mendaulat Rekti The S.I.G.I.T, untuk tampil bersama.

Wahhh..asik betul menyaksikan live Sharkmove 2nd Life Project. Lagu-lagu Sharkmove dan Giant Step tetap terlihat segar dimainkan dan sound modern. Serasa menyaksikan kembali kejayaan seorang Benny Soebardja.

Apalagi penampilan Benny yang telah berusia 64 tahun, tetap atraktif, energik, dan ekspresif. Tak segan dia bergoyang, menikmati irama musik, dan mengajak penonton ikut terlibat ...What a real superstar.

Di hadapan tiang mikrofon, Benny berdiri tegak, menyandang gitar, mengepalkan tangannya ke udara. “This is my Stage..I’m back!,” begitulah mungkin teriak Benny dalam hati. Hehhehe...piss ya kang....

AUDI ADHIKARA
JOHANES JORDAN


RHAMA NALENDRA

TIWI SHAKUHACHI
Seperti biasa, Benny tak hanya bernyanyi, dia juga bermain gitar. Jari-jarinya masih begitu lincah bercengkrama dengan senar-senar di atas fret-fret gitar. Sesekali dia berbagi isian dengan Jordan.

Benny bahkan tak terlihat panik meski beberapa kali selempang gitarnya terlepas. Dia tetap fokus, bernyanyi meneriakkan isi hatinya, menghibur penonton. Benar-benar raja panggung.
Vokalnya yang khas pun masih begitu terjaga. Wajar, karena menurut pengakuannya, Benny masih terus merawat kebugaran tubuhnya, salah satunya dengan berenang.

Benny juga sosok yang perfeksionis. Terlihat betul dia sangat mempersiapkan show ini dengan matang. Latihan demi latihan dilakoninya bersama band, seperti kerap dia unggah di status akun Facebook-nya.

Saya pun tak kalah serius mempersiapkan diri, he,he, he.... Beberapa hari sebelum “Hari H”, saya ikut sibuk menghapal lirik-lirik lagu yang akan dimainkan, sehingga saat konser saya jadi ikut larut, berteriak, bernyanyi, ber-rock n roll bersama Kang Benny.

Featuring REKTI THE S.I.G.I.T
Penampilan Benny makin sempurna karena iringan musik yang mengiringi juga begitu menyatu. Permainan gitar Jordan membuat musik Sharkmove 2nd Life Project begitu bernyawa. Meski lebih modern, sound-sound yang keluar dari gitar Ibanez pria berambut panjang ini tetap tak mengubah karakter lagu. Dia juga terampil meniup flute seperti pada lagu “My Life”, misalnya.

Tak heran memang, jika Jordan sangat ngelotok memainkan lagu-lagu Sharkmove dan Giant Step yang punya karakter progressive rock kuat. Sebab, saat ini Jordan tercatat sebagai gitaris Imanissimo, yang band yang sudah lama malang-melintang dengan mengusung genre yang mereka klaim sebagai Spacey Psychedelic Progressive Rock.

Sementara Audi, lewat permainan dan pemilihan sound bassnya, menurut saya berhasil memberikan warna funky dan groove. Lagu-lagu Sharkmove dan Giant Step yang rata-rata diciptakan tahun 1970-an pun jadi tetap catchy.

Audi memang bukan bassist sembarangan. Jam terbangnya tinggi. Bersama band terakhirnya, JAVIN, dia juga sempat merilis single di bawah label Aprilio Kingdom, milik Kevin Aprillo, putra komposer ternama Addie MS.

Musik mereka juga terasa lebih hidup berkat sound-sound khas 1970-an yang keluar dari kibor Tiwi. Tiwi, yang merupakan putri Janto Diablo Suprapto, bassist Sharkmove, juga punya suara keren.Tinggi, melengking, dan  jernih. Alhasil, teriakannya selalu berasil memberikan nyawa tersendiri, seperti di lagu “My Life”.  “Lonely daysssss....lonely tiiiiimess........” sadisss.....

Di sektor drum, Rhama juga terlihat telah menyatu betul dengan lagu-lagu sang ayah. Ketukan dan pukulannya begitu teratur, namun dahsyat. Rhama sendiri memiliki band bernama Idealego.

Singkat kata, konser live di Taman Buaya,  yang ditutup dengan penampilan keren The S.I.G.I.T. yang menampilkan lagu "Detourn", "Black Summer", "Let the right one in", dan "Black Amplifier",  itu benar-benar kimaks, menurut saya.

Ah, bukan hanya menurut saya sih sebenarnya, he, he, he.... Rekan Dwisakti Riyo Bagaskoro Notodiredjo  dan Agus Widodo, juga pasti setuju. Buktinya, sepanjang konser mereka terus bergoyang terbawa suasana.

Koleksi Pak HENDRIK yang dilegalisir Kang Benny*
Ada juga tesmoni dari seorang die hard fan Kang Benny, Hendrik Worotikan. “Dari dulu, saya memang sangat mengidolai Sharkmove dan Giant Step, terutama Kang Bensoeb,” ujar pria yang bekerja di bidang broadcasting itu. “Benny selalu memiliki prinsip dalam bermusik. Dia berani membawakan lagu-lagu sendiri, meski banyak-banyak band-band saat  itu lebih suka membawakan lagu-lagu dari grup luar.”

Pak Hendrik, yang juga merupakan kolektor memorabilia musik rock, memang benar-benar fan militan. Dia menyempatkan diri datang ke lokasi jauh lebih awal. Sebelum Sharkmove main, setelah sound check, Pak Hendrik mendaulat Kang Benny  menandatangani koleksi kaset, CD, hingga piringan hitam Sharkmove dan Giant Step miliknya. Komplet! Om Benny sendiri sampai kaget. Luar biasa Pak Hendrik...hehehehehe…..

Sementara pengamat musik Stanley Tulung menyebut, kembalinya Benny akan ikut membangkitkan kembali gairah musik rock Indonesia, pada khususnya. Stanley sendiri melihat Benny sebagai sosok musisi yang idealis.

“Kang Bensoeb memainkan musik tidak hanya dengan hati, tapi juga pikiran. Lihat saja musik-musiknya selalu berkualitas,” ujarnya dalam obrolan dengan penulis. “Dari dulu, dia selalu bermain dengan musisi-musisi hebat. Begitu juga yang sekarang ini, semuanya musisi jempolan.”

Penonton yang hadir sendiri cukup ramai. Beberapa tokoh musik juga turut hadir. Sebut saja dedengkot Komunitas Pecinta Musik Indonesia (KPMI) Gatot Triyono. Begitu juga dengan kolektor musik Roi Rahmanto. Mereka tampaknya rela meluangkan waktu di sela-sela kesibukan demi menyaksikan aksi Kang Benny.

Namun, yang membuat saya salut adalah kehadiran Batur Ulin, yang langsung datang dari Tasikmalaya. Batur Ulin ini adalah kelompok teman-teman sepermainan Kang Benny semasa di Tasik.

BATUR ULIN.. IWAN HANJUANG (ketiga dari kanan) dan kawan-kawan
Kompak men-support Kang Benny
Mereka terlihat sangat kompak, memberi dukungan khusus kepada Benny. Saat konser berlangsung, mereka, ibu-ibu dan bapak-bapak yang rata-rata berusia di atas 50 tahun, tak sungkan berteriak, bertepuk tangan kencang, menguatkan nuansa rock n roll. Wah,….  rame euyy….

Datang ke Senayan, Batur Ulin dikomandani Iwan Hanjuang, seorang musisi sengkatan Kang Benny, yang juga sempat wara-wiri di dunia musik Indonesia. Lagu ciptaan om Iwan, “Petaka” yang dinyanyikan Christine Panjaitan sempat masuk dalam 10 Lagu Terbaik LCLR 1981.

Hadir juga aktor laga senior Anton Andreas, yang merupakan sahabat kental Benny, juga berasal dari Tasikmalaya. Pak Anton adalah ayah dari Audi, sang bassist Sharkmove 2nd Life Project. Ah, sungguh sebuah kehormatan bagi saya bisa bertemu dan berkenalan dengan beliau-beliau ini.

Bagi saya konser yang tak lebih dari satu jam itu benar-benar memberikan kesan yang mendalam. Terima kasih untuk TVRI yang telah membuat acara keren ini, menampilkan musisi-musisi lokal berkualitas. Terakhir, Senin (31/8), mereka menampilkan Boomerang. Semoga acara seperti ini menjadi tren di kalangan stasiun televisi nasional lainnya, sehingga pada gilirannya akan mampu kembali mengangkat pamor musik Indonesia di negeri sendiri. Betul gak? He,he, he....

@edukrisnadefa
Foto-foto: Edu Krisnadefa, excpet noted*(koleksi pribadi Hendrik Worotikan)
Sumber: berbagai sumber, 

Di antaranya:
·         BENNY SOEBARDJA PROFILED  

 
THE S.I.G.I.T

JORDAN WITH FLUTE

BENNY SOEBARDJA dan JORDAN

PAK HENDRIK dan KANG BENNY*

DWISAKTI, KANG BENNY, IWAN HANJUANG, AGUS WIDODO

PENULIS (kiri) bersama BENNY SOEBARDJA dan STANLEY TULUNG



8 comments:

  1. Ben Soeb' music ... the music we grew up with, it's remarkable indeed ! 👍👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. sipp mas Vegas Zane..terima kasih sudah sudi membaca blog saya..sukses selalu..:)

      Delete
  2. Ben Soeb' music ... the music we grew up with, it's remarkable indeed ! 👍👍

    ReplyDelete
  3. kang Benny Soebardja bersama Giant Step memang benar-benar maestro prog rock di Indonesia, sekelas dengan Harry Roesli dan Guruh Gipsy. Dan ada satu kesamaan dari musik mereka, dalam beberapa lagu disempilkan lirik bernuansa nasionalis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju brooo...mungkin seangkatan sama Harry Roesli...tapi masih di atas Guruh bro...betul sekali bro Yos..etniknya juga sangat kuat..thanks ya brooo

      Delete
  4. Bagus sekali tulisannya mas Edu.

    ReplyDelete
  5. Bagus sekali tulisannya mas Edu.

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete