SHARKMOVE 2nd Life Project |
Morning
sun shine shows so fine make a sign...
So
today makes my mind rather fine...
But
i tried so hard to forget the past...
That comes to my mind all the time......
.........................................
.........................................
PENGGEMAR Benny Soebardja pasti hapal betul
penggalan lirik lagu Sharkmove, berjudul “My
Life” di atas. Saya sendiri kerap merinding mendengarnya meski hanya
melalui You tube, he, he, he. Liriknya sangat kuat, tajam, bertutur tentang
seseorang yang merasa kesepian dalam hidupnya.
Ada
nuansa suram memang, dalam lirik dan nada-nadanya. Namun, Benny bersama
Shakmove-nya berhasil meramunya dengan musik yang megah. Saya pun tak pernah bosan saya
mendengarkannya meski durasi lagunya termasuk panjang, lebih dari 9 menit!
Saya
sebenarnya sudah lama sekali familiar dengan nama Benny Soebardja. Ayah saya
yang “mengenalkannya”. Saya ingat betul, dulu saat masih duduk di bangku SMA,
beliau pernah bilang. “Dulu tahun 1970-an, kita juga punya rocker superstar,
namanya Benny Soebardja.”
Itu
diungkap bokap ogut, mungkin karena kesal lantaran saya terlalu mengidolakan
rocker bule model W Axl Rose, Bret Michaels, dan lain-lain. Padahal, doi dulu
juga suka dengerin Led Zeppelin, Deep Purple, Grand Funk, dan sejenisnya, he,
he, he.....
Namun,
karena dulu, terbatasnya informasi dan teknologi di tahun 1990-an, saya jadi tidak
memiliki kesempatan dan fasilitas memadai untuk lebih mengetahui sosok Kang
Bensoeb, begitu Benny kerap disapa. Beruntung,
belakangan, dengan semakin canggihnya teknologi informasi, saya jadi
berkesempatan lebih dalam mengenal sosok Benny Soebardja. Terima kasih untuk bang Buyunk
Aktuil, mantan kontributor luar negeri Aktuil, majalah musik terkenal di era 1970-1980an atas info-infonya, termasuk tentang
Om Benny dan band-band yang pernah diperkuatnya.
BENNY SOEBARDJA |
Godfather of
Prog
Bicara
tentang Benny dan Sharkmove, berarti kita bicara tentang musik progressive rock
Indonesia 1970-an. Art-rock, dulunya,
kata orang. Ada nuansa rock n roll, psychadelic rock, blues sampai
nuansa-nuansa etnik diusung Sharkmove.
Tak
heran banyak yang menyebut Benny sebagai salah satu pionir musik jenis ini di
Indonesia. Bahkan seorang wartawan musik Selandia Baru, Graham Reid, menyebut
Benny sebagai “The godfather of the Indonesian prog-rock underground” dalam tulisannya di Elsewhere
Magazine.
Sementara Bob Dook, seorang geologist, yang kerap membantu Benny dalam penulisan
lagu-lagu berbahasa Inggris disebut
Graham Reid sebagai “Peter Sinfield”-nya. Seperti diketahui, di era 1970-an,
Sinfield seperti menjadi personel bayangan King Crimson, karena meski tak tercatat
sebagai personel, namun ikut berperan dalam penulisan lagu. Dia kemudian juga membantu
Emerson, Lake, dan Palmer (ELP), karena kedekatannya dengan Greg Lake, bassist
King Crimson dan ELP.
Jika mengacu kepada tahun rilis album
Shakrmove, “Ghede Chokra’s”, 1973,
rasanya tak berlebihan pendapat Graham. Sebab, di tahun itu tak banyak
grup-grup yang memainkan genre musik yang satu ini. Mungkin Gang of Harry Roesli dengan “Philosophy Gang”-nya jadi salah satu
pengecualian.
Sayang,
Sharkmove yang lengkapnya beranggotakan Benny Seobardja (gitar/vokal), Alm Soman Loebis (kibor), Janto Diablo (bass), dan Sammy Zakaria (drum) dan Bhagu Ramchand yang melantunkan lagu “Evil
War” ini
tak berumur panjang. Soman Loebis kemudian
bergabung dengan God Bless, sebelum akhirnya meninggal karena kecelakaan lalu
lintas bersama Fuad Hassan, drummer God Bless, ketika itu, tahun 1974.
Namun,
hingga kini pun album “Ghede Chokra’s”,
satu-satunya album Sharkmove tetap dicari orang. Pada tahun 2006, album ini
sempat diremaster yang didistribusikan sebuah label dari Jerman, Shadoks Music.
Terahir, “Ghede Chokra’s” juga sempat kembali dirilis
terbatas oleh label Rockpods Record.
Namun,
Benny tak berhenti di Sharkmove, namanya kemudian berkibar kencang dengan Giant
Step. Seperti juga SharkMove, Giant Step diperkuat musisi-musisi jempolan. Awal
mula didirikan, Benny mengajak Alm Deddy
Stanzah (bass) dan Yocki Suryo
Prayogo (kibor).
Kemudian setelah itu beberapa musisi-musisi terbaik di
negeri ini ikut memperkuat band asal Bandung ini. Sebut saja Albert Wernerin (gitar), Deddy
Dorres (gitar/kibor), Utje F. Tekol (bass), Triawan Munaf (kibor), Yanto Sudjono (drum), Erwin Badudu (kibor), Jelly Tobing (drum), Adhi Sibolagit (bass), hingga Donny Suhendra (gitar).
Tak
kurang dari tujuh album dilahirkan Giant Step dalam kurun waktu 1974 hingga
1985. Benny juga sempat menelurkan empat album solo dibantu adik kandungnya Harry Soebardja. Sebelumnya, Benny lama
juga wara-wiri di panggung musik pop bersama band The Peels.
Nama
Benny juga sempat masuk dalam Dasa Tembang Tercantik Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) 1978 menyanyikan lagu “Apatis” karya
Inggrid Widjanarko dan “Sesaat” karangan Harry Sabar. LCLR sendiri adalah sebuah ajang lomba cipta lagu
remaja yang digelar Radio Prambors Rasisonia yang sempat jadi salah satu parameter musik Indonesia di era 1970
hingga 1980-an. Ajang ini digagas seniman senior Sys NS.
AUDI,BENNY SOEBARDJA, JORDAN |
Sharkmove 2nd Life Project
Benny
memang sempat menghilang dari peta musik Indonesia dan bermukim di
Belanda. Baru pada medio 2000-an dia kembali ke
panggung dengan dukungan para penggawa muda. Ternyata darah rock n roll di
tubuh pria asal Tasikmalaya ini tak pernah padam, terus bergolak.
Dan,
saya menjadi saksi betapa aura superstar Kang Benny memang tak pernah hilang. Kamis, 20 Agustus lalu, dia tampil dalam sebuah acara musik TVRI, "Taman Buaya Beat Club", yang disiarkan secara live.
Benny tampil dengan mengenakan kostum jins biru dan kemeja
lengan panjang berwarna coklat dengan paduan warna emas, plus sepatu kets putih. Penampilannya tampak sporty, namun tak mengurangi kesan rocker yang mungkin memang
sudah melekat
dalam darahnya.
Soal kemeja itu punya cerita sendiri. Kemeja itu, disebut Benny adalah kemeja yang
dia kenakan 40 tahun lalu juga di acara musik TVRI,
Chandra Kirana. Kini baju bersejarah itu telah dia sumbangkan ke Galery Malang Bernyanyi, sebuah organisasi yang didirikan untuk turut
memelihara sejarah musik Indonesia.
Wawancara dengan Host. Kemeja itu... |
Sharkmove 2nd Life Project, begitulah
Benny menamai projek ini. Dia mengajak musisi-musisi muda berkelas seperti
Johanes Jordan (gitar), Audi Adhikara (bass) dan Tiwi Shakuhachi (kibor), serta
putranya, Rhama Nalendra (drum), untuk mengingatkan kembali khalayak akan masa
jaya-jayanya musik rock Indonesia era 1970-an.
Total enam lagu digeber. Mulai
"Decisions", "Waste Time", medley "A
Fortunate Paradise" dan "Air Pollution" (Giant Step), hingga
"My Life" dan “Evil War” (Sharkmove). Di lagu “Evil War”, yang
merupakan lagu terakhir, Benny secara khusus mendaulat Rekti The S.I.G.I.T, untuk tampil bersama.
Wahhh..asik
betul menyaksikan live Sharkmove 2nd
Life Project.
Lagu-lagu Sharkmove dan Giant Step tetap terlihat segar dimainkan dan sound
modern. Serasa menyaksikan kembali kejayaan seorang Benny Soebardja.
Apalagi
penampilan Benny yang telah berusia 64 tahun, tetap atraktif, energik, dan
ekspresif. Tak segan dia bergoyang, menikmati irama musik, dan mengajak
penonton ikut terlibat ...What a real superstar.
Di
hadapan tiang mikrofon, Benny berdiri tegak, menyandang gitar, mengepalkan
tangannya ke udara. “This is my Stage..I’m back!,” begitulah mungkin teriak
Benny dalam hati. Hehhehe...piss ya kang....
AUDI ADHIKARA |
JOHANES JORDAN |
RHAMA NALENDRA |
TIWI SHAKUHACHI |
Seperti
biasa, Benny tak hanya bernyanyi, dia juga bermain gitar. Jari-jarinya masih
begitu lincah bercengkrama dengan senar-senar di atas fret-fret gitar. Sesekali
dia berbagi isian dengan Jordan.
Benny
bahkan tak terlihat panik meski beberapa kali selempang gitarnya terlepas. Dia
tetap fokus, bernyanyi meneriakkan isi hatinya, menghibur penonton. Benar-benar
raja panggung.
Vokalnya
yang khas pun masih begitu terjaga. Wajar, karena menurut pengakuannya, Benny
masih terus merawat kebugaran tubuhnya, salah satunya dengan berenang.
Benny
juga sosok yang perfeksionis. Terlihat betul dia sangat mempersiapkan show ini
dengan matang. Latihan demi latihan dilakoninya bersama band, seperti kerap dia
unggah di status akun Facebook-nya.
Saya
pun tak kalah serius mempersiapkan diri, he,he, he.... Beberapa hari sebelum “Hari
H”, saya ikut sibuk menghapal lirik-lirik lagu yang akan dimainkan, sehingga
saat konser saya jadi ikut larut, berteriak, bernyanyi, ber-rock n roll bersama
Kang Benny.
Featuring REKTI THE S.I.G.I.T |
Penampilan
Benny makin sempurna karena iringan musik yang mengiringi juga begitu menyatu. Permainan
gitar Jordan membuat musik Sharkmove 2nd
Life Project begitu
bernyawa. Meski lebih modern, sound-sound yang keluar dari gitar Ibanez pria
berambut panjang ini tetap tak mengubah karakter lagu. Dia juga terampil meniup
flute seperti pada lagu “My Life”, misalnya.
Tak heran memang, jika Jordan sangat ngelotok memainkan lagu-lagu
Sharkmove dan Giant Step yang punya karakter progressive rock kuat. Sebab, saat
ini Jordan tercatat sebagai gitaris Imanissimo,
yang band yang sudah lama malang-melintang dengan mengusung genre yang mereka
klaim sebagai Spacey Psychedelic Progressive Rock.
Sementara
Audi, lewat permainan dan pemilihan sound bassnya, menurut saya berhasil memberikan
warna funky dan groove. Lagu-lagu Sharkmove dan Giant Step yang rata-rata
diciptakan tahun 1970-an pun jadi tetap catchy.
Audi
memang bukan bassist sembarangan. Jam terbangnya tinggi. Bersama band
terakhirnya, JAVIN, dia juga sempat
merilis single di bawah label Aprilio Kingdom, milik Kevin Aprillo, putra
komposer ternama Addie MS.
Musik
mereka juga terasa lebih hidup berkat sound-sound khas 1970-an yang keluar dari kibor Tiwi.
Tiwi, yang merupakan putri Janto Diablo
Suprapto, bassist Sharkmove, juga punya suara keren.Tinggi, melengking,
dan jernih. Alhasil, teriakannya selalu berasil
memberikan nyawa tersendiri, seperti di lagu “My Life”. “Lonely daysssss....lonely tiiiiimess........”
sadisss.....
Di
sektor drum, Rhama juga terlihat telah menyatu betul dengan lagu-lagu sang
ayah. Ketukan dan pukulannya begitu teratur, namun dahsyat. Rhama sendiri
memiliki band bernama Idealego.
Singkat
kata, konser live di Taman Buaya, yang
ditutup dengan penampilan keren The S.I.G.I.T. yang menampilkan lagu "Detourn",
"Black Summer", "Let the right one in", dan "Black Amplifier", itu benar-benar kimaks, menurut saya.
Ah,
bukan hanya menurut saya sih sebenarnya, he, he, he.... Rekan Dwisakti Riyo Bagaskoro
Notodiredjo dan Agus Widodo, juga pasti setuju. Buktinya, sepanjang konser mereka terus bergoyang
terbawa suasana.
Koleksi Pak HENDRIK yang dilegalisir Kang Benny* |
Ada juga tesmoni dari seorang die hard fan Kang Benny, Hendrik Worotikan. “Dari dulu,
saya memang sangat mengidolai Sharkmove dan Giant
Step, terutama
Kang Bensoeb,” ujar pria yang bekerja di bidang broadcasting
itu. “Benny
selalu memiliki prinsip dalam bermusik. Dia berani
membawakan lagu-lagu sendiri, meski banyak-banyak band-band saat itu lebih suka membawakan lagu-lagu dari grup
luar.”
Pak Hendrik, yang juga merupakan kolektor
memorabilia musik rock, memang benar-benar
fan militan. Dia menyempatkan diri datang ke lokasi jauh
lebih awal. Sebelum Sharkmove main, setelah sound
check, Pak Hendrik mendaulat Kang Benny menandatangani koleksi kaset, CD,
hingga piringan hitam Sharkmove dan Giant Step miliknya. Komplet! Om
Benny sendiri sampai kaget. Luar biasa Pak Hendrik...hehehehehe…..
Sementara
pengamat musik Stanley Tulung menyebut,
kembalinya Benny akan ikut membangkitkan kembali gairah musik rock Indonesia, pada khususnya. Stanley sendiri
melihat Benny sebagai sosok musisi yang idealis.
“Kang
Bensoeb memainkan musik tidak hanya dengan hati, tapi juga pikiran. Lihat saja
musik-musiknya selalu berkualitas,” ujarnya dalam obrolan dengan penulis. “Dari
dulu, dia selalu bermain dengan musisi-musisi
hebat. Begitu juga yang sekarang ini, semuanya musisi jempolan.”
Penonton
yang hadir sendiri cukup ramai. Beberapa tokoh musik juga turut hadir. Sebut
saja dedengkot Komunitas Pecinta Musik
Indonesia (KPMI) Gatot Triyono. Begitu
juga dengan kolektor musik Roi Rahmanto. Mereka tampaknya rela meluangkan waktu di sela-sela kesibukan
demi menyaksikan aksi Kang Benny.
Namun,
yang membuat saya salut adalah kehadiran Batur Ulin, yang langsung datang dari Tasikmalaya. Batur Ulin ini adalah kelompok teman-teman
sepermainan Kang Benny semasa di Tasik.
BATUR ULIN.. IWAN HANJUANG (ketiga dari kanan) dan kawan-kawan Kompak men-support Kang Benny |
Mereka terlihat sangat kompak, memberi dukungan khusus kepada Benny. Saat
konser berlangsung, mereka, ibu-ibu dan bapak-bapak yang rata-rata berusia di
atas 50 tahun, tak sungkan berteriak, bertepuk tangan kencang, menguatkan nuansa rock n roll. Wah,….
rame euyy….
Datang ke Senayan, Batur Ulin dikomandani Iwan Hanjuang, seorang musisi sengkatan Kang Benny,
yang juga sempat wara-wiri di dunia musik Indonesia. Lagu ciptaan om Iwan, “Petaka” yang dinyanyikan
Christine Panjaitan sempat masuk dalam 10 Lagu Terbaik LCLR
1981.
Hadir
juga aktor laga senior Anton Andreas,
yang merupakan sahabat kental Benny, juga berasal dari Tasikmalaya. Pak Anton
adalah ayah dari Audi, sang bassist Sharkmove 2nd Life Project. Ah,
sungguh sebuah kehormatan bagi saya bisa bertemu dan berkenalan dengan
beliau-beliau ini.
Bagi saya konser yang tak lebih dari satu jam itu benar-benar
memberikan kesan yang mendalam. Terima kasih untuk TVRI yang telah membuat
acara keren ini, menampilkan musisi-musisi lokal berkualitas. Terakhir, Senin (31/8),
mereka menampilkan Boomerang. Semoga acara seperti ini menjadi tren di kalangan
stasiun televisi nasional lainnya, sehingga pada gilirannya akan mampu kembali
mengangkat pamor musik Indonesia di negeri sendiri. Betul gak? He,he, he....
@edukrisnadefa
Foto-foto: Edu Krisnadefa, excpet noted*(koleksi pribadi Hendrik Worotikan)
Sumber: berbagai sumber,
Sumber: berbagai sumber,
Di
antaranya:
JORDAN WITH FLUTE |
BENNY SOEBARDJA dan JORDAN |
PAK HENDRIK dan KANG BENNY* |
DWISAKTI, KANG BENNY, IWAN HANJUANG, AGUS WIDODO |
PENULIS (kiri) bersama BENNY SOEBARDJA dan STANLEY TULUNG |
Ben Soeb' music ... the music we grew up with, it's remarkable indeed ! 👍👍
ReplyDeletesipp mas Vegas Zane..terima kasih sudah sudi membaca blog saya..sukses selalu..:)
DeleteBen Soeb' music ... the music we grew up with, it's remarkable indeed ! 👍👍
ReplyDeletekang Benny Soebardja bersama Giant Step memang benar-benar maestro prog rock di Indonesia, sekelas dengan Harry Roesli dan Guruh Gipsy. Dan ada satu kesamaan dari musik mereka, dalam beberapa lagu disempilkan lirik bernuansa nasionalis.
ReplyDeleteSetuju brooo...mungkin seangkatan sama Harry Roesli...tapi masih di atas Guruh bro...betul sekali bro Yos..etniknya juga sangat kuat..thanks ya brooo
DeleteBagus sekali tulisannya mas Edu.
ReplyDeleteBagus sekali tulisannya mas Edu.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete