ZLATAN IBRAHIMOVIC (foto: totaldutchfootball) |
MIMPI itu terus didekap erat
Zlatan Ibrahimovic. Mimpi yang dirajut
sejak mengawali karier di sepak bola profesional yang dia awali sejak tahun 1999 bersama Malmoe FF, klub asal kampung
halamannya, Swedia.
Setiap musim baru, mimpi itu selalu dia “upgrade”, tentu dengan skala motivasi dan usaha tertentu. Namun, namanya mimpi, hasrat
untuk menjadi juara Liga Champions, hingga kini belum juga mampu diwujudkan Ibrahimovic.
Kutukan? Orang bilang begitu. Pasalnya, untuk level klub,
sudah begitu banyak gelar liga dia torehkan.
Ibra memang selalu mampu membawa
klubnya jadi kampiun di liga domestik. Bersama Ajax Amsterdam
di Belanda, usai
hengkang dari Malmoe pada 2001, Ibrahimovic jadi
juara Eredivisie 2001/02 dan 2003/04. Kemudian, prestasi serupa dia torehkan bersama Juventus di Italia, sebelum gelar itu
dicabut kareka skandal Calciopoli.
Setelah Juventus, Ibrahimovic lalu pindah
ke FC Internationale pada
2006. Hebatnya, tiga musim berturut-turut, “I Nerazzurri” dia bawa meraih scudetto. Dari Italia, Ibrahimovic
menyeberang ke Spanyol dan langsung sukses membawa Barcelona menjuarai La Liga 2009/10. Pun ketika dia kembali
ke Italia, dan berlabuh di AC Milan. Gelar scudetto
kembali dia raih bersama rival sekota Inter itu.
Kini, tiga musim terakhir, Ibrahimovic membela klub Prancis, Paris Saint
Germain (PSG). Dan, dalam tiga musim berturut-turut itu pula, “Les Parisiens” merajai Ligue 1,
kompetisi level tertinggi di “Negeri Napoleon”.
Tapi, ya itu tadi. Sihir Ibrahimovic begitu saja meredup saat kita
bicara level Liga Champions, ajang antarklub paling akbar di Eropa. Perjuangan
Ibrahimovic selalu berujung kegagalan.Sejauh ini, prestasi terbaiknya di ajang ini adalah saat membawa Barcelona ke semifinal
musim 2009/10.
Bahkan, beberapa kali, Ibra “dikecoh” peruntungan di Liga
Champions.
Pada musim 2009/10,
saat dia memutuskan hengkang dari Inter ke Barcelona, justru Inter tampil menjadi
juara Liga Champions. Begitu juga saat Ibra pergi dari Barcelona ke Milan pada musim
2010/11. Di ujung musim, malah Barcelona yang jadi juara Eropa.
Fakta-fakta ini pula yang membuat orang
menyebut Ibra seperti terkena kutukan di Liga Champions. Atau tepatnya, Ibra tak punya peruntungan
bagus di ajang
ini. Terakhir,
musim lalu, Ibra hanya mampu mengantar PSG ke perempat final, usai disingkirkan
Barcelona dengan agregat 1-5.
Saat diperkenalkan sebagai pemain baru Barcelona (foto: bbc) |
Kembali ke Malmoe
Musim ini, mimpi itu kembali dirajut Ibra. Tapi, ada yang spesial, karena PSG
berada satu grup dengan Malmoe, selain Real Madrid dan Shakhtar Donetsk di Grup
A. Artinya, Ibra harus dua kali berhadapan langsung dengan klub yang yang membesarkannya.
Ibra sendiri mengaku sangat
antusias, terutama saat PSG tampil kandang di Stadion Swedbank, yang pernah begitu
akrab dengan dirinya. Hasratnya untuk pulang kampung pun kian menggebu.
Memang, sehari sebelum undian fase grup ini, Ibra sempat yang mengucapkan
selamat kepada Malmoe yang berhasil lolos ke fase grup lewat akun Twitter-nya yang memiliki lebih dari 3 juta followers . Ibra juga menyebut, “Suatu hari nanti, saya
berharap bisa merasakan pengalaman bermain di Liga Champions di rumput lapangan
Malmoe.” Dan, hasrat Ibra jadi
kenyataan.
Banyak orang percaya, musim ini, ambisi Ibra semakin
menggebu untuk jadi juara Liga Champions. Dia juga diyakini akan
habis-habisan setiap PSG mentas di ajang ini. Pasalnya, di usianya
yang sudah 33 tahun, sulit bagi Ibra berharap musim depan kembali mendapat kesempatan yang
sama.
Apalagi, musim ini merupakan musim terakhirnya bersama PSG. Tentu, akan
menjadi kado yang teramat istimewa jika nantinya Ibra pergi dengan meninggalkan
piala Liga Champions di lemari trofi markas klub “Les Parisiens”.
Pribadi Pejuang
Ibra sendiri sudah lama dikenal sebagai pribadi yang determinan, yang
selalu berjuang habis-habisan dengan apa yang dia inginkan. Di lapangan dia
terkenal ulet dan tak kenal menyerah.
Ibra punya mental luar biasa. Mungkin karena dia sudah terbiasa menghadapi
begitu banyak masalahnya sepanjang hidupnya,
sejak kecil.
Bahkan, Ibra sudah merasakan kerasnya hidup sejak berusia dua tahun, sejak
ibunya yang keturunan Kroasia dan ayahnya yang berdarah Bosnia bercerai.
Bersama saudara-saudaranya Ibra lalu tinggal di perkampungan kaum imigran di
Rosengard, sebuah kawasan bronx terkenal di Malmoe.
Bersama Ajax (foto: pinterest) |
Untung, Ibra tak terjebak dengan
kehidupan keras di sana. Meski sempat terlibat
tindak kriminal karena mencuri sepeda
tetangga, dia
akhirnya bisa lepas dari “dunia keras” dengan mengerahkan semua tenaga dan konsentrasinya ke lapangan hijau. Ibra
juga sempat mendalami olahraga taekwondo.
David Lagercrantz,
penulis biografi
Ibra, “I Am Zlatan”, menyebut betapa Ibra,
yang beristrikan Helena
Seger ini memiliki tekad dan determinasi yang luar biasa dalam
hidupnya. “Jelas, dia sosok pekerja keras, tak kenal menyerah,” ujar
Lagercrantz. “Tidak heran jika sekarang dia menjadi pemain hebat.”
Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor Edisi Sabtu-Minggu 29-30 Agustus 2015
No comments:
Post a Comment