Saturday, August 1, 2015

Memang Belum Saatnya Wenger Pensiun

ARSENE WENGER (foto: telegraph)
ARSENE Wenger terlalu mencintai sepak bola. Maka itu, pria yang kini telah berusia 65 tahun itu mengaku sama sekali belum berniat pensiun dari profesinya sebagai pelatih. Memikirkan pensiun, kata Wenger, membuat dirinya panik. “Pernah saya berpikir untuk pensiun. Tapi, tidak lebih dari lima detik!” ujar pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 22 Oktober 1949 itu.

Kini, usia kepelatihan Wenger telah mencapai 31 tahun, sejak dia pertama kali dipercaya melatih sebuah tim pada tahun 1984. Ketika itu, dia ditunjuk jadi pelatih Nancy, yang berlaga di Ligue 1, setelah semusim sebelumnya menjadi asisten pelatih di AS Cannes tim peserta Kompetisi Ligue 2.

Tentu, ketika itu, dirinya belum “jadi apa-apa”. Orang Prancis bahkan mulai ngeh saat Wenger membawa AS Monaco juara Ligue 1, musim 1987/88. Baru setelah itu, nama pria yang dijuluki “Sang Profesor” ini benar-benar menjulang, terutama usai direkrut Arsenal pada 1996, setelah semusim sebelumnya, bertualang di Liga Jepang bersama Nagoya Grampus Eight.

Agustus tahun ini, usia kepelatihan Wenger bakal genap 20 tahun di Arsenal. Total 14 trofi pun telah dia sumbangkan untuk klub asal London itu, termasuk tiga di antaranya trofi Liga Primer. Musim lalu pun Wenger membuat “The Gunners” berjaya di Piala FA.

Hanya memang, trofi Liga Primer terakhir yang dilabuhkan Wenger untuk Arsenal sudah lama sekali, musim 2003/04. Sejak saat itu, dari musim ke musim, Wenger selalu gagal memenuhi ekspektasi suporter “The Gunners” yang sudah sangat rindu akan trofi Liga Primer.

Mungkinkah hal ini yang membuat Wenger masih enggan untuk pensiun? Mungkinkah kegagalan demi kegagalan menjadi juara Liga Primer yang membuat tekad Wenger semakin bulat untuk mempersembahkan barang satu trofi Liga Primer lagi, sebelum pensiun?

Tidak salah tentu jika Wenger penasaran. Bahkan, hal itu seharusnya dilihat sebagai passion Wenger yang begitu kuat untuk membawa timnya jadi yang terbaik. Wenger bahkan sudah melupakan peristiwa menyakitkan saat sejumlah suporter “The Gunners” mengolok-oloknya lantaran buruk penampilan tim asuhannya.

Saat itu, 6 Desember 2014, pasukan Arsenal baru tiba di stasiun kereta setelah mengalami kekalahan 2-3 di Stoke yang membuat posisi “The Gunners” di papan klasemen menjadi genting. Sejumlah suporter Arsenal tiba-tiba mendekati Wenger dan tim asuhannya, mengejek dan menyoraki mereka. Ini pertama kalinya dialami Wenger.
“Di sepak bola saya punya pengalaman yang sangat, sangat banyak. Dengan pengalaman itu, kita bisa mengantisipasi hal-hal tak mengenakkan seperti ini,” ujar Wenger. Tidak tersinggung? “Buat apa tersinggung? Toh mereka akan kembali memuja kami, saat tim kami tampil bagus,” ujar Wenger, tersenyum.

Sederhana sebenarnya, filofosi Wenger dalam menjaga hubugannya dengan suporter. Jika Anda ingin dihargai, Anda harus menjamin mereka senang. Sebab, kata Wenger, suporter bukan cuma mendukung. Mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendukung tim Anda. Suporter adalah aset bagi klub, baik secara psikologis, maupun komersil, begitu pemikiran Wenger, tentang suporter.

Pertahankan Filosofi?
Soal kebijakan klub terkait pemain, Wenger juga selalu berpikir sederhana. Dari dulu, dia dikenal sebagai sosok yang paling concern dengan pemain-pemain muda. Bahkan, ada kesan pelit, jika kita melihat pergerakan Wenger di lantai bursa pemain dari musim ke musim. “We don’t buy stars, we create them” (“Kami tidak membeli bintang, kami menciptakan mereka”), begitulah slogan Arsenal, yang amat diagungkan Wenger.

Walau memang, ketika itu, kebijakan irit ini ada hubungannya dengan biaya besar yang dikeluarkan klub untuk membangun Stadion Emirates. Namun, faktanya, setelah Emirates selesai sekitar tahun 2007, Wenger pun tak serta-merta kalap mendatangkan pemain bintang.

Memang, Arsenal sempat memboyong Alexis Sanchez ataupun Mesut Oezil yang harganya mencapai 30 dan 40 juta pound. Namun, jika dibandingkan dengan tim-tim lain, belanjaan Arsenal di setiap musimnya, tak bisa dibilang banyak.
Wenger terakhir kali mengantar Arsenal juara liga (foto:arsenal.com)
“Jika Anda ingin tim Anda sukses, yang terbaik adalah Anda harus fokus terhadap tim Anda sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik. Percaya terhadap sepak bola yang Anda mainkan dan teruslah breusaha bermain sebaik mungkin," ujar Wenger.
Hanya memang, Wenger masih punya kewajiban untuk membuktikan filosofinya itu benar-benar bekerja. Sebab, ya itu tadi. Fakta menunjukkan, kengototan Wenger untuk tidak belanja pemain bintang hanya bisa menghasilkan Piala FA.

Lebih Percaya Diri
Namun begitu, Wenger pun tak peduli. Buktinya, musim ini pun, dia tetap mempertahankan kebijakan transfer pemainnya. Sejauh ini, Arsenal baru mendatang satu pemain penting, Petr Cech dari Chelsea yang berharga sekitar 10 juta pound. Di luar itu, Wenger ternyata masih percaya dengan pasukannya lamanya.

Wenger bahkan makin percaya diri menghadapi musim 2015/16 ini. Penyebabnya, apalagi jika bukan hasil gemilang yang ditoreh pasukannya di ajang pramusim. Dalam dua ajang yang mereka ikuti, Barclay Premiership Asia dan Piala Emirates, Arsenal selalu tampil jadi juara. Catatan “The Gunners” pun gemilang. Mereka mencetak 14 gol dan hanya kebobolan satu gol.

Tapi, tunggu dulu. Masih ada satu ujian lagi sebelum Arsenal turun ke gelanggang yang sebenarnya di ajang Liga Primer 2015/16 mulai 8 Agustus nanti. Besok, “The Gunners”, juara Piala FA 2014, akan terlebih dahulu dijajal Chelsea, selaku juara Liga Primer 2014/15 dalam laga tradisional, Community Shield. Jika menang, tentu Wenger akan semakin percaya diri untuk melanjutkan mimpinya, kembali mempersembahkan trofi Liga Primer untuk “The Gunners”. Mungkin memang belum saatnya Wenger pensiun.***

Tulisan ini dimuat di Harian Topskor 1-2 Agustus 2015
ARSENE Wenger terlalu mencintai sepak bola. Maka itu, pria yang kini telah berusia 65 tahun itu mengaku sama sekali belum berniat pensiun dari profesinya sebagai pelatih. Memikirkan pensiun, kata Wenger, membuat dirinya panik. “Pernah saya berpikir untuk pensiun. Tapi, tidak lebih dari lima detik!” ujar pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 22 Oktober 1949 itu.

Kini, usia kepelatihan Wenger telah mencapai 31 tahun, sejak dia pertama kali dipercaya melatih sebuah tim pada tahun 1984. Ketika itu, dia ditunjuk jadi pelatih Nancy, yang berlaga di Ligue 1, setelah semusim sebelumnya menjadi asisten pelatih di AS Cannes tim peserta Kompetisi Ligue 2.

Tentu, ketika itu, dirinya belum “jadi apa-apa”. Orang Prancis bahkan mulai ngeh saat Wenger membawa AS Monaco juara Ligue 1, musim 1987/88. Baru setelah itu, nama pria yang dijuluki “Sang Profesor” ini benar-benar menjulang, terutama usai direkrut Arsenal pada 1996, setelah semusim sebelumnya, bertualang di Liga Jepang bersama Nagoya Grampus Eight.

Agustus tahun ini, usia kepelatihan Wenger bakal genap 20 tahun di Arsenal. Total 14 trofi pun telah dia sumbangkan untuk klub asal London itu, termasuk tiga di antaranya trofi Liga Primer. Musim lalu pun Wenger membuat “The Gunners” berjaya di Piala FA.

Hanya memang, trofi Liga Primer terakhir yang dilabuhkan Wenger untuk Arsenal sudah lama sekali, musim 2003/04. Sejak saat itu, dari musim ke musim, Wenger selalu gagal memenuhi ekspektasi suporter “The Gunners” yang sudah sangat rindu akan trofi Liga Primer.

Mungkinkah hal ini yang membuat Wenger masih enggan untuk pensiun? Mungkinkah kegagalan demi kegagalan menjadi juara Liga Primer yang membuat tekad Wenger semakin bulat untuk mempersembahkan barang satu trofi Liga Primer lagi, sebelum pensiun?

Tidak salah tentu jika Wenger penasaran. Bahkan, hal itu seharusnya dilihat sebagai passion Wenger yang begitu kuat untuk membawa timnya jadi yang terbaik. Wenger bahkan sudah melupakan peristiwa menyakitkan saat sejumlah suporter “The Gunners” mengolok-oloknya lantaran buruk penampilan tim asuhannya.

Saat itu, 6 Desember 2014, pasukan Arsenal baru tiba di stasiun kereta setelah mengalami kekalahan 2-3 di Stoke yang membuat posisi “The Gunners” di papan klasemen menjadi genting. Sejumlah suporter Arsenal tiba-tiba mendekati Wenger dan tim asuhannya, mengejek dan menyoraki mereka. Ini pertama kalinya dialami Wenger.
“Di sepak bola saya punya pengalaman yang sangat, sangat banyak. Dengan pengalaman itu, kita bisa mengantisipasi hal-hal tak mengenakkan seperti ini,” ujar Wenger. Tidak tersinggung? “Buat apa tersinggung? Toh mereka akan kembali memuja kami, saat tim kami tampil bagus,” ujar Wenger, tersenyum.

Sederhana sebenarnya, filofosi Wenger dalam menjaga hubugannya dengan suporter. Jika Anda ingin dihargai, Anda harus menjamin mereka senang. Sebab, kata Wenger, suporter bukan cuma mendukung. Mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendukung tim Anda. Suporter adalah aset bagi klub, baik secara psikologis, maupun komersil, begitu pemikiran Wenger, tentang suporeter.

Pertahankan Filosofi?
Soal kebijakan klub terkait pemain, Wenger juga selalu berpikir sederhana. Dari dulu, dia dikenal sebagai sosok yang paling concern dengan pemain-pemain muda. Bahkan, ada kesan pelit, jika kita melihat pergerakan Wenger di lantai bursa pemain dari musim ke musim. “We don’t buy stars, we create them” (“Kami tidak membeli bintang, kami menciptakan mereka”), begitulah slogan Arsenal, yang amat diagungkan Wenger.

Walau memang, ketika itu, kebijakan irit ini ada hubungannya dengan biaya besar yang dikeluarkan klub untuk membangun Stadion Emirates. Namun, faktanya, setelah Emirates selesai sekitar tahun 2007, Wenger pun tak serta-merta kalap mendatangkan pemain bintang.

Memang, Arsenal sempat memboyong Alexis Sanchez ataupun Mesut Oezil yang harganya mencapai 30 dan 40 juta pound. Namun, jika dibandingkan dengan tim-tim lain, belanjaan Arsenal di setiap musimnya, tak bisa dibilang banyak.
“Jika Anda ingin tim Anda sukses, yang terbaik adalah Anda harus fokus terhadap tim Anda sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik. Percaya terhadap sepak bola yang Anda mainkan dan teruslah breusaha bermain sebaik mungkin," ujar Wenger.
Hanya memang, Wenger masih punya kewajiban untuk membuktikan filosofinya itu benar-benar bekerja. Sebab, ya itu tadi. Fakta menunjukkan, kengototan Wenger untuk tidak belanja pemain bintang hanya bisa menghasilkan Piala FA.

Lebih Percaya Diri
Namun begitu, Wenger pun tak peduli. Buktinya, musim ini pun, dia tetap mempertahankan kebijakan transfer pemainnya. Sejauh ini, Arsenal baru mendatang satu pemain penting, Petr Cech dari Chelsea yang berharga sekitar 10 juta pound. Di luar itu, Wenger ternyata masih percaya dengan pasukannya lamanya.

Wenger bahkan makin percaya diri menghadapi musim 2015/16 ini. Penyebabnya, apalagi jika bukan hasil gemilang yang ditoreh pasukannya di ajang pramusim. Dalam dua ajang yang mereka ikuti, Barclay Premiership Asia dan Piala Emirates, Arsenal selalu tampil jadi juara. Catatan “The Gunners” pun gemilang. Mereka mencetak 14 gol dan hanya kebobolan satu gol.

Tapi, tunggu dulu. Masih ada satu ujian lagi sebelum Arsenal turun ke gelanggang yang sebenarnya di ajang Liga Primer 2015/16 mulai 8 Agustus nanti. Besok, “The Gunners”, juara Piala FA 2014, akan terlebih dahulu dijajal Chelsea, selaku juara Liga Primer 2014/15 dalam laga tradisional, Community Shield. Jika menang, tentu Wenger akan semakin percaya diri untuk melanjutkan mimpinya, kembali mempersembahkan trofi Liga Primer untuk “The Gunners”. Mungkin memang belum saatnya Wenger pensiun.***
- See more at: http://topskor.co.id/football/news/44/top-opini/2015/08/01/7314/memang-belum-saatnya-wenger-pensiun#sthash.FNFSdORv.dpuf
ARSENE Wenger terlalu mencintai sepak bola. Maka itu, pria yang kini telah berusia 65 tahun itu mengaku sama sekali belum berniat pensiun dari profesinya sebagai pelatih. Memikirkan pensiun, kata Wenger, membuat dirinya panik. “Pernah saya berpikir untuk pensiun. Tapi, tidak lebih dari lima detik!” ujar pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 22 Oktober 1949 itu.

Kini, usia kepelatihan Wenger telah mencapai 31 tahun, sejak dia pertama kali dipercaya melatih sebuah tim pada tahun 1984. Ketika itu, dia ditunjuk jadi pelatih Nancy, yang berlaga di Ligue 1, setelah semusim sebelumnya menjadi asisten pelatih di AS Cannes tim peserta Kompetisi Ligue 2.

Tentu, ketika itu, dirinya belum “jadi apa-apa”. Orang Prancis bahkan mulai ngeh saat Wenger membawa AS Monaco juara Ligue 1, musim 1987/88. Baru setelah itu, nama pria yang dijuluki “Sang Profesor” ini benar-benar menjulang, terutama usai direkrut Arsenal pada 1996, setelah semusim sebelumnya, bertualang di Liga Jepang bersama Nagoya Grampus Eight.

Agustus tahun ini, usia kepelatihan Wenger bakal genap 20 tahun di Arsenal. Total 14 trofi pun telah dia sumbangkan untuk klub asal London itu, termasuk tiga di antaranya trofi Liga Primer. Musim lalu pun Wenger membuat “The Gunners” berjaya di Piala FA.

Hanya memang, trofi Liga Primer terakhir yang dilabuhkan Wenger untuk Arsenal sudah lama sekali, musim 2003/04. Sejak saat itu, dari musim ke musim, Wenger selalu gagal memenuhi ekspektasi suporter “The Gunners” yang sudah sangat rindu akan trofi Liga Primer.

Mungkinkah hal ini yang membuat Wenger masih enggan untuk pensiun? Mungkinkah kegagalan demi kegagalan menjadi juara Liga Primer yang membuat tekad Wenger semakin bulat untuk mempersembahkan barang satu trofi Liga Primer lagi, sebelum pensiun?

Tidak salah tentu jika Wenger penasaran. Bahkan, hal itu seharusnya dilihat sebagai passion Wenger yang begitu kuat untuk membawa timnya jadi yang terbaik. Wenger bahkan sudah melupakan peristiwa menyakitkan saat sejumlah suporter “The Gunners” mengolok-oloknya lantaran buruk penampilan tim asuhannya.

Saat itu, 6 Desember 2014, pasukan Arsenal baru tiba di stasiun kereta setelah mengalami kekalahan 2-3 di Stoke yang membuat posisi “The Gunners” di papan klasemen menjadi genting. Sejumlah suporter Arsenal tiba-tiba mendekati Wenger dan tim asuhannya, mengejek dan menyoraki mereka. Ini pertama kalinya dialami Wenger.
“Di sepak bola saya punya pengalaman yang sangat, sangat banyak. Dengan pengalaman itu, kita bisa mengantisipasi hal-hal tak mengenakkan seperti ini,” ujar Wenger. Tidak tersinggung? “Buat apa tersinggung? Toh mereka akan kembali memuja kami, saat tim kami tampil bagus,” ujar Wenger, tersenyum.

Sederhana sebenarnya, filofosi Wenger dalam menjaga hubugannya dengan suporter. Jika Anda ingin dihargai, Anda harus menjamin mereka senang. Sebab, kata Wenger, suporter bukan cuma mendukung. Mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendukung tim Anda. Suporter adalah aset bagi klub, baik secara psikologis, maupun komersil, begitu pemikiran Wenger, tentang suporeter.

Pertahankan Filosofi?
Soal kebijakan klub terkait pemain, Wenger juga selalu berpikir sederhana. Dari dulu, dia dikenal sebagai sosok yang paling concern dengan pemain-pemain muda. Bahkan, ada kesan pelit, jika kita melihat pergerakan Wenger di lantai bursa pemain dari musim ke musim. “We don’t buy stars, we create them” (“Kami tidak membeli bintang, kami menciptakan mereka”), begitulah slogan Arsenal, yang amat diagungkan Wenger.

Walau memang, ketika itu, kebijakan irit ini ada hubungannya dengan biaya besar yang dikeluarkan klub untuk membangun Stadion Emirates. Namun, faktanya, setelah Emirates selesai sekitar tahun 2007, Wenger pun tak serta-merta kalap mendatangkan pemain bintang.

Memang, Arsenal sempat memboyong Alexis Sanchez ataupun Mesut Oezil yang harganya mencapai 30 dan 40 juta pound. Namun, jika dibandingkan dengan tim-tim lain, belanjaan Arsenal di setiap musimnya, tak bisa dibilang banyak.
“Jika Anda ingin tim Anda sukses, yang terbaik adalah Anda harus fokus terhadap tim Anda sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik. Percaya terhadap sepak bola yang Anda mainkan dan teruslah breusaha bermain sebaik mungkin," ujar Wenger.
Hanya memang, Wenger masih punya kewajiban untuk membuktikan filosofinya itu benar-benar bekerja. Sebab, ya itu tadi. Fakta menunjukkan, kengototan Wenger untuk tidak belanja pemain bintang hanya bisa menghasilkan Piala FA.

Lebih Percaya Diri
Namun begitu, Wenger pun tak peduli. Buktinya, musim ini pun, dia tetap mempertahankan kebijakan transfer pemainnya. Sejauh ini, Arsenal baru mendatang satu pemain penting, Petr Cech dari Chelsea yang berharga sekitar 10 juta pound. Di luar itu, Wenger ternyata masih percaya dengan pasukannya lamanya.

Wenger bahkan makin percaya diri menghadapi musim 2015/16 ini. Penyebabnya, apalagi jika bukan hasil gemilang yang ditoreh pasukannya di ajang pramusim. Dalam dua ajang yang mereka ikuti, Barclay Premiership Asia dan Piala Emirates, Arsenal selalu tampil jadi juara. Catatan “The Gunners” pun gemilang. Mereka mencetak 14 gol dan hanya kebobolan satu gol.

Tapi, tunggu dulu. Masih ada satu ujian lagi sebelum Arsenal turun ke gelanggang yang sebenarnya di ajang Liga Primer 2015/16 mulai 8 Agustus nanti. Besok, “The Gunners”, juara Piala FA 2014, akan terlebih dahulu dijajal Chelsea, selaku juara Liga Primer 2014/15 dalam laga tradisional, Community Shield. Jika menang, tentu Wenger akan semakin percaya diri untuk melanjutkan mimpinya, kembali mempersembahkan trofi Liga Primer untuk “The Gunners”. Mungkin memang belum saatnya Wenger pensiun.***
- See more at: http://topskor.co.id/football/news/44/top-opini/2015/08/01/7314/memang-belum-saatnya-wenger-pensiun#sthash.FNFSdORv.dpuf

No comments:

Post a Comment