RICADO KAKA (foto: favim) |
“CINTA yang tak pernah berakhir….”
Bukan, itu bukan sepenggal syair lagu milik Fatur yang sempat happening di
tahun 1997-an. Melainkan ungkapan penuh hasratMilanisti-tifosi AC Milan- saat menyambut
kembalinya Ricardo Kaka, Senin, 2 September lalu. Ya, Kaka datang kembali untuk
membela “I Rossoneri”,
klub yang sempat diperkuatnya periode 2003-09, sebelum bergabung dengan klub
Spanyol, Real Madrid, sejak 2009.
“Certi
amori non finiscono mai” alias “ada cinta yang tak pernah
berakhir” kata tifosiMilan.
Kalimat itu mereka tuliskan di atas sebuah kue tart, lengkap dengan foto Kaka
mengenakan seragam Milan, saat menyambut pemain asal Brasil itu di depan
sekretariat Milan di Via Turatti 3. Mereka, Milanisti dan
juga Fatur, berdendang soal cinta. Cinta yang tak mengenal lelah untuk selalu
mencintai, cinta sejati. Mungkin juga yang paling hakiki.
Hanya bedanya, jika Fatur,
mantan vokalis grup Java Jive itu agak skeptis dalam lagunya yang berjudul “Selalu
untuk Selamanya” itu-lantaran masih meragukan cinta sang kekasih-Milanisti telah berani menjanjikan cinta sejati
mereka kepada Kaka.
Bagi mereka, Milanisti, Kaka memang tetap sama. Sosok yang sempat sukses
membawa Milan meraih kejayaan dengan memenangkan lima gelar bergengsi: Serie A
2003/04, Piala Super Italia, 2004, Liga Champions 2006/07, Piala Super Eropa
2007, dan Piala Dunia Klub 2007.
Kaka pun tak mau melewatkan
momen penting ini. Dari balkon sekretariat Milan, dia menyempatkan diri menyapa
pengagumnya. Mengibarkan kostum merah-hitam khas Milan, kemudian memakainya.
“Aksi” Kaka pun mendapat aplaus meriahMilanisti.
Tak heran, Senin itu, Kaka
seperti bernostalgia, mengenang tahun 2003 lalu, saat pertama kali diboyong “I Rossoneri” dari
klub Brasil, Sao Paulo. “Saya seperti pulang ke rumah,” ujar pemain kelahiran
Brasilia, Brasil, 22 April 1982 itu saat diwawancara La Gazzetta dello Sport.
Kaka memang boleh dibilang
jadi salah satu primadona mercato musim panas ini, terutama di
detik-detik terakhir. Bukan karena harganya, lantaran rekor itu menjadi milik
Gareth Bale yang diboyong Madrid seharga 100 juta euro (sekitar Rp 1,4 triliun)
dari Tottenham Hotspur. Melainkan karena pilihan Kaka untuk kembali ke Milan,
setelah empat musim yang tak menyenangkan di Madrid.
Tapi, Kaka tak datang
membawa luka dari Madrid. Kekecewaan yang dia rasakan karena seperti tak
dibutuhkan di skuat “Los Galacticos” begitu saja sirna lantaran mendapat
sambutan yang wah dari pendukungnya. Dan, sebagai bonusnya, Kaka mendapatkan
kembali nomor punggung “22″. Nomor yang dulu dikenakannya selama membela Milan.
Itu tentu saja bisa jadi
modal bagus bagi Kaka untuk kembali mengais kejayaan kariernya. Masa suram di
Madrid, di mana dia lebih banyak menjadi cadangan-hanya tampil di 120 laga
dalam empat musim, plus 29 gol-akan disulapnya kembali jadi kemilau, demi hasrat
kembali membela Brasil di Piala Dunia 2014. Dan, tentu juga hasrat untuk
membayar rasa cinta tifosi. Sebab, di Milan tidak ada Jose Mourinho,
tiada juga Cristiano Ronaldo.
Keuntungan Milan
Sementara bagi Milan,
secara ekonomis saja sudah untung. Pasalnya, Kaka datang dengan cuma-cuma alias
gratis. Bandingkan dengan harga hampir 70 juta euro yang harus dikeluarkan
Madrid saat menjemput sang pemain dari Milan, tahun 2009. Sudah begitu, Kaka
pun rela gajinya, yang 9 juta euro per musim di Madrid, dipangkas hingga 4 juta
euro.
Sementara, dari sisi
teknis, Milan tentu saja masih berharap tuah Kaka kembali ampuh. Kaka, kini
memang telah berusia 31 tahun. Namun, soal skill dan pengalaman, pemain yang sukses
mengantar Brasil juara dunia 2002 dan Piala Konfederasi 2005 dan 2009 ini tak
perlu diragukan lagi.
Posisi trequartista alias
penyerang lubang pun telah disiapkan pelatih Massimiliano Allegri untuknya.
Posisi yang begitu dirindukan Kaka semasa mengenakan seragam Madrid.
Allegri juga bisa saja
memodifikasi skema pasukannya menjadi 4-3-1-2 atau 4-3-2-1 demi mengakomodasi
kehadiran Kaka yang juga bisa bermain sebagai playmakeratau fantasista.
Sebagai catatan, dengan dua
skema ini pula, di bawah asuhan Carlo Ancelotti, pelatih Madrid-yang
“merekomendasikannya” kembali ke Milan-Kaka mendapatkan musim terbaiknya
bersama “I Rossoneri”, 2006/07, saat membawa “I Rossoneri”memenangkan Liga Champions, Piala Super Eropa,
dan Piala Dunia Klub. Kaka sendiri di akhir musim,meraih penghargaan Ballon
d’Or, Pemain Terbaik Eropa.
Di dua skema ini pula, Kaka
menemukan masa kejayaan sepanjang kariernya. Dua musim setelah itu, Kaka juga
berturut-turut menjadi pencetak gol terbanyak Milan dengan torehan 15 dan 16
gol di musim 2007/08 dan 2009. Torehan golnya melewati catatan penyerang-penyerang
Milan ketika itu, seperti Alexandre Pato, Filippo Inzaghi, Alberto Gilardino,
ataupun Ronaldinho sekalipun.
Tapi, yang paling penting,
tentu saja motivasi yang dibawa Kaka ke Milan. Dia sendiri menyebut, Milan
telah mengembalikan hasratnya untuk kembali menjadi yang terbaik di lapangan.
Sebab, sebenarnya, Kaka sendiri juga sudah kadung jatuh cinta setengah mati
kepada Milan.
Proses transfernya ke
Madrid, di tahun 2009 itu, adalah kecelakaan, lantaran alasan ekonomis. “Sulit
bagi kami menolak uang 70 juta euro dari Madrid, sementara kondisi
finansial kami sedang buruk,” demikian diungkap Wakil Presiden Milan, Adriano
Galliani, beberapa pekan setelah melepas Kaka ke Madrid.
Jadi, Kaka memang punya
modal yang sangat kuat untuk membalas cinta tifosi. Cinta yang tak pernah
berakhir….
Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor edisi Sabtu-Minggu, 7-8 September 2013
Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor edisi Sabtu-Minggu, 7-8 September 2013
No comments:
Post a Comment