Monday, August 17, 2015

Long Live Rock Hits, Never Ending Rock n Roll.....



Keluarga Besar Rock Hits
AHH... sudah lama sebenarnya gue pengen nulis buat grup super keren ini. Rock Hits namanya. Ini adalah grup Facebook turunan dari Brur & Zus, yang sempat jadi fenomena dengan nama lama, Hits From The 80s & 90s.

Nicko Krisna, sang founder, tahu betul betapa generasi  1980-1990-an sama sekali tak bisa dilepaskan dengan yang namanya rock n roll. Mungkin memang sudah “takdir” kita.. ha, ha, ha.... Rock n roll memang sudah dari dahulu ada, bahkan sebelum generasi ini lahir. Benar gak?  God gave rock and roll to you....Put it in the soul of everyone...” begitu kata KISS.

Maka itu, sekitar setahun yang lalu, grup ini pun resmi di-launching. "Semua tentang Rock, dari pertama kali muncul di muka bumi, hingga gemanya di hari ini, esok, dan masa mendatang" begitu deskripsi yang dicantumkan tim admin di “pintu depan” grup kece ini. Dahsyaatt...

Terbukti, grup ini pun langsung hidup, dinamis, terus bergerak, menandakan rock n roll yang memang  tak pernah mati. Para member tak cuma mem-posting lagu-lagu rock beragam genre kesukaan mereka dan saling berkomen kosong.

Tapi, kerap terjadi diskusi-diskusi hangat dan seru tentang musik rock itu sendiri. Wawasan masing-masing member pun makin luas. Hubungan pertemanan kami kian rekat. Kawan pun bertambah. Kini, Rock Hits tidak hanya hidup di dunia maya, melainkan juga dunia nyata. Persahabatan kami tulus tanpa modus. Hehehehe..

NICKO KRISNA-CLARA SP
Nah, Sabtu (15/8), Rock Hits menggelar gathering. Ini bukan yang pertama, melainkan yang ketiga. Hebatnya, gathering kedua digelar hanya berselang seminggu sebelumnya. Luar biasa ini grup, dalam seminggu menggelar dua gathering di tempat yang berbeda. Dan, hasilnya...sama pecahnya! Gimana gak pecah, karena semua yang datang, pengisi acara, admin, semuanya ikut berpartisipasi aktif. Sesuai dengan temanya, “member to member”.

Kami berkumpul, saling bertanya kabar, bersenda gurau, dan tentu saja berusaha saling lebih mengenal, karena banyak di antara kami, sebelumnya hanya mengenal lewat akun-akun Facebook. Wah, seru pokoknya......it was a party! A Rock n roll party.

Kebetulan di gathering ketiga ini, band ogut, Mawar Berduri, yang personelnya semuanya merupakan member Rock Hits (satu lagi kehebatan Rock Hits bisa melahirkan band..ha, ha, ha) ikutan tampil. Cuma buat senang-senang aja, tapi kami tetap berusaha memberikan yang terbaik. Tentu, begitu juga dengan performer lainnya.

Bagi gue pribadi, ini kesempatan yang luar biasa. Bisa kembali berdiri di atas panggung, menyandang bass, disaksikan banyak orang, sungguh satu hal yang gak pernah gue bayangkan sebelumnya. Mimpi pun enggak. Beneran.... Bayangin, terakhir kali, ogut manggung, bersama “band serius” gue di awal tahun 1997! Di acara New Years Eve.  

ROCK REUNION
Panas Sejak Awal
Acara malam itu digelar di Grand Charly, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Tanpa banyak ba, bi, bu, Nicko yang juga berlaku sebagai host bersama Clara Sofiana Primartuti, langsung membuka gig malam itu dengan penampilan Rock Reunion sekitar pukul 19.30 WIB.

Ini band asik banget, berkelas broo... Gitarisnya, Josef Yuyu Roestam, cool banget mainnya. Sang vokalis juga sangat komunikatif dengan gayanya yang khas. Lagu-lagu rock hits era 1980-1990-an pun digeber.

Mulai “Here I Go Again” (Whitesnake), “Hard to Handle” (Black Crowes), hingga “Are You Gonna Go My Way” (Lenny Kravitz) plus nomor lawas dari The Beatles dan Jimi Hendrix mereka bawakan dengan rapi.

Rock Reunion juga menggeber lagu Deep Purple, “Burn” di ujung penampilan mereka. Wah.... itu salah satu lagu favorit ogut sepanjang zaman. Adrenalin pun mulai naik, begitu juga dengan member lainnya.

Band kedua, Morning Casablanca juga tidak kalah asik. Memainkan lagu-lagu Nirvana, band yang dimotori Dziki Achmad Dzikrillah ini makin menaikkan adrenalin pengunjung. Morning Casablanca juga dibantu Elfian Widy Prihatna, yang di gathering sebelumnya tampil bersama The Kulums.

Wueedann gaya panggungnya ini orang. Di tengah gig, doi sempat turun dari stage, tiduran di lantai sambil main gitar. Alhasil, suasana pun makin panas. Apalagi lagu-lagu yang dimainkan juga termasuk yang cukup familiar. Model “Smells Like Teen Spirit”, “Lithium”, “Sliver” dan lainnya.

MORNING CASABLANCA
Penampilan Morning Casablanca juga dipungkasi aksi gila-gilaan sang bassist Yudo Irawan Tahesa. Tiba-tiba saja doi melepas selempang bassnya, menanggalkan gitar empat senar itu, menyambar mikrofon, dan menjelma menjadi seorang vokalis. Sadisss....

Nah, band gue, Mawar Berduri, yang beranggotakan  Satia Adhi Pradana (drum), Charles Alphares (gitar), Roy Aritonang (gitar), dan Joe Tobing (vokal), serta gue (bass), tampil di sesi ketiga. 

Sempat nervous juga di awal-awal, karena kami udah lama banget gak manggung. Apalagi, saat kami main, master bass, Wisnu Whardana, nongkrong tepat di bibir panggung...ha,ha,ha.... Kenal Mas Wisnu dong? Bandnya, Romantic Warriors juga tampil di gathering kedua. Tapi, demi Rock Hits, kami pun siap tempur. “Show Must Go On” kata Queen.

Total lima lagu kami mainkan: “I’ll Cry For You” (Europe), “Summer 69” (Bryan Adams), “Every Rose Has Its Thorn” (Poison), “Sweet Emotion” (Aerosmith), dan “Malam Ini” (Power Slaves). Kami juga sempat menyelipkan lagu “Kebyar Kebyar” karya almarhum Gombloh, untuk memperingati hari kemerdekaan negeri ini. Ini ide dari Wiedherry Nugroho. Sok nasionalis nih....ceritanya..he, he, he... 

Dan, alhamdulillah...respons teman-teman member sih kayaknya lumayan..ha, ha..ha..ha.. Paling tidak, gue dapat pujian dari istri tercinta, yang ikut hadir di Grand Charly. Thanks for the support my lady... wuhuuu....

MAWAR BERDURI
Oya hampir lupa, kami juga mendapat gues star dadakan. Di ujung lagu “Every Rose Has Its Thorn”, mbak Seus Eky naik ke atas panggung, dan bernyanyi bersama Joe! You ruoock mbak Eky!

Ada sedikit gimmick kami hadirkan malam itu. Di lagu “Malam Ini” yang merupakan nomor pamungkas Mawar Berduri, kami juga menampilkan slide foto-foto yang memperlihatkan betapa hangatnya persahabatan yang terjadi di antara sesama member Rock Hits.

Ini idenya Satia. Tujuannya, ya itu tadi, karena ini acara member to member, kami ingin melibatkan semua member, sehingga bisa semakin mengeratkan persahabatan kita semua.
“Mawar Berduri ini bukan apa-apa tanpa teman-teman yang lain. Karena mereka juga kita bisa bikin band ini. Kita main untuk mereka,” ujar Satia, bijak. “Kita adalah mereka. Mereka adalah kita.”

Bukan hanya slide, Satia, dibantu Cilegowo Woweko, juga secara khusus membuat konsep kampanye “MB”, sejak sekitar sepekan sebelum acara. Sebab, sekali lagi, kami ingin semua member merasa dilibatkan dalam acara ini. 

Maka itu, Cilegowo pun bisa dibilang merupakan Mawar Berduri keenam. Begitu juga dengan Ical Cadix Tiga Belas, Nenny Mike, dan Natalia Nurika, yang juga sangat membantu proses kreatif Mawar Berduri menuju “Hari H”. 

Dukungan Abroaders
Dan, betul kata Satia. Teman-teman, para member begitu antusias menyambut ide kami. Buktinya, ketika kami meminta kesediaan mereka untuk membuat video testimoni tentang acara Rock Hits Gathering, mereka sangat mensupport. Untuk yang satu ini, kami berterima kasih khusus kepada member-member di luar negeri. Mereka: Yanti Niels Lubis (Belanda), Patrisia Rabot (Prancis), Novianti Supriyadi (Italia), dan Nona Nessa (Swiss), bahkan dengan tulus memberikan ucapan dan dukungan untuk penampilan kami. 

Begitu juga dengan Roni Skolnick Peterson (Batam), Ashbar Khairiy (Makassar), Alexander Dabukke (Jambi), dan Wiedherry Nugroho yang sedang berada di luar kota. Bahkan, Mawar Berduri mendapat kehormatan karena ada beberapa teman yang datang secara khusus untuk melihat kami main. Wah, ini pasti korban kampanyenya Satia-Cile nih. He, he, he...

Bang Henry, gitaris Sacred of Midnight (SOM), grup yang khusus meng-cover lagu-lagu Judas Priest bahkan datang langsung dari Bogor. Begitu juga dengan Rahadian Sulaiman, drummer I SKIP, grup yang kerap memainkan lagu-lagu Lenny Kravitz. I SKIP pernah tampil juga di acara Rock Hits.

Satu lagi tamu kehormatan Mawar Berduri malam itu adalah Rama Ibud Jaya, drummer ganteng yang punya pengetahuan musik, terutama jazz rock dan progressif yang super sekali.
Sore sebelum acara, doi sempat komentar di status Facebook ogut, yang menginformasikan tentang acara ini. “Jam berapa manggungnya?” begitu komentar doi. Gak nyangka nyampe juga dia ke Grand Charly bersama istri tercinta. Thanks broo....

Ya, dukungan mereka, begitu juga dengan member-member yang hadir di Grand Charly sangat berarti bagi kami. Sumpe deh....

Selapas kami main, tampillah Abidirt, yang dimotori gitaris Ardian, yang juga merupakan admin Rock Hits. Siapa yang gak kenal Ardian? Ardian Shinning Wave, tepatnya.  Shinning Wave itu nama band lainnya selain Abidirt.

Di gathering sebelumnya, doi juga sempat membantu The Kulums, band beraliran punk rock yang digawangi Cnoe Herlambang (drum), Denny Harsono (bass), Elfian (gitar), dan Anes Cartney Kellen (vokal).

Eh, udah tau belum singkatan The Kulums? Kuda lumping! Hahahahahaha...itu sebutan kita-kita untuk kita-kita sendiri hahahaa... termasuk dua biangnya: Muhammad Taufik dan Dwi Agri. Eh, Admin Dewi S Sari dan Herlina Sb, termasuk juga gak yaa? Ha,ha,ha,....

Seperti biasa, sesuai spesialisasi mereka, Abidirt yang juga diperkuat Abu Asma (gitar/vokal), Ahmad (bass), dan Ajoe (drum), memainkan lagu-lagu Megadeth. Nomor-nomor cepat seperti “Tornado of Souls”, “This Was My Life” “Trust, Holly War, “Ashes in Your Mouth”, serta “Five Magics” pun digeber dan membuat suasana panas lagi. 


ABIDIRT-HUT ARDIAN
HUT Admin
Tapi, ada yang spesial di gig Abidirt kali ini. Sehari sebelumnya, Ardian berulang tahun, sehingga di tengah gig, doi pun dapat kejutan berupa kue tart yang memang sudah disiapkan panitia.

Jadilah, kami semua merayakan hari jadi Ardian di atas panggung, sambil mendoakan yang terbaik untuk ayah dua anak ini. “Seumur-umur belum pernah ulang tahun dirayain semetal ini... dan rasanya memukau bener. Punya sobat2 baru dan sobat lama yg bisa gabung dalam atmosfir yg sama....” begitu dia menulis di status Facebook-nya, usai acara. Kayaknya terharu nih..ha, ha, ha....

Abidirt bukan satu-satunya band metal yang tampil malam itu. Sebab, begitu mereka turun, panggung langsung dipanaskan lagi oleh penampilan Tribal Tone. Ini band keren. Bener. Mereka membawakan lagu-lagu Sepultura dengan begitu rapi.

Dengan formasi dua gitar, mereka menggeber altar dengan begitu bersemangat. Salut berat untuk Tribal Tone. Oiya, mereka juga sempat tampil di gathering Rock Hits sebelumya.

Dan, akhirnya, sebagai penutup, tampillah FLIM, band spesialis membawakan lagu-lagu Iron Maiden. Malam itu, FLIM memang tampil tidak full. Sang bassist, Bram berhalangan, sehingga tempatnya digantikan Andy Seven. Namun, penampilan Andy juga tak kalah garang. Dia bahkan sudah terlihat sangat padu dengan Eanggy dan Nicko (gitar) serta Agung (drum). Wajar, karena Andy memang sudah terbiasa membawakan lagu-lagu Maiden, dengan bandnya, The Airens.

Seperti biasa, penampilan FLIM selalu memukau. Sang vokalis, Tito Trisetiayoga tampil begitu total, energik, dan ekspresif. Benderanya pun tidak ketinggalan . Ini membuat tensi panggung tetap terjaga, panas! Beberapa member bahkan ikutan berhead banging di bibir panggung dengan puncaknya aksi “keren dan heboh” dari Muhammad Taufik (kuda lumping lagi...)

FLIM
Berturut-turut hits-hits Maiden, seperti  “Moonchild”, “Aces High”,  “Can I Play With Madness”, “Wasted Years”, “Children of The Damnes”, hingga “The Troopers” pun meluncur dari kerongkongan Tito. Sementara Eanggy  dan Nicko meningkahinya dengan raungan gitar yang penuh distorsi namun harmonis, khas Maiden.

Gue pun gak tahan... Sebab, Iron Maiden adalah salah satu grup favorit gue. Dari SMP udah denger Iron Maiden broo! Maka itu, saat ada kesempatan di lagu “Wasted Years”, gue memberanikan diri menyambar mikrofon dari tangan Tito. Gue pun berteriak......“Sooo....understand, dont waste your time searching for wasted yearrssss...” Yah gitu deh kalo urat malu udah putus.....ha, ha, ha...

Overall menurut gue sih, acara di Grand Charly ini berjalan lancar, sukses. Selamat buat para admin, terutama om Rezizamzami yang udah kerja keras banget demi menjamin acara ini berjalan sukses.

Terima kasih juga untuk super admin, Om Nicko, beserta jajaran adminnya, Jonathan Hendro, Dewi, Ardian, Denny, Cnoe, Mas Wisnu, yang telah memberi kami semua kesempatan untuk tampil.

Terakhir, secara pribadi, gue, mungkin mewakil Mawar Berduri juga, mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada rekan-rekan yang telah hadir di Grand Charly. Selain yang gue sebut di atas, masih ada nama-nama seperti Mbak Kyra Pradiono, Sisie Yura, Hendra Vero, Utzman Afandy, Mardiyansyah Aldi, Brad, Neng JA, Belloy Sehati Aurora, Haryanti Yanti, Diaz Genaldy, Rika Hutabarat, Novariantika Lestianingrum, Yahyan Adian, Sumantri Gotex, Tria Nindy, Dk Agung, Edwin Says, Rabel Up,Tyas Fany Yulianti, dan teman-teman lain yang gak bisa gue sebut satu persatu, atau mungkin gue gak ngeh, (mungkin juga belum kenal muka hehehehe.....) yang telah ikut memeriahkan gathering Rock Hits Vol. 3. 

Acara ini memang dibuat admin untuk kita semua, bro/sis... jadi semoga teman-teman juga tempo hari mendapatkan malam yang indah, like I did. Long live Rock Hits, Never ending Rock n roll. Tabik....

PC: Oiya..buat temen-temen yang kebetulan baca  dan belum bergabung dengan Rock Hits, sok atuh gabung bersama kami di link ini https://www.facebook.com/groups/thisisrockhits/

SEBAGIAN CROWD

HAPPY FACES

ME and MY LADY

KOMPAK!

ROCK N ROLL SOUL

HAPPY FAMILY :)

ADMIN FAVORIT :)

WHAT A HAPPY ENDING

FLYER ROCK HITS GATH 2

FLYER ROCK HITS GATH 3



  

Saturday, August 1, 2015

Memang Belum Saatnya Wenger Pensiun

ARSENE WENGER (foto: telegraph)
ARSENE Wenger terlalu mencintai sepak bola. Maka itu, pria yang kini telah berusia 65 tahun itu mengaku sama sekali belum berniat pensiun dari profesinya sebagai pelatih. Memikirkan pensiun, kata Wenger, membuat dirinya panik. “Pernah saya berpikir untuk pensiun. Tapi, tidak lebih dari lima detik!” ujar pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 22 Oktober 1949 itu.

Kini, usia kepelatihan Wenger telah mencapai 31 tahun, sejak dia pertama kali dipercaya melatih sebuah tim pada tahun 1984. Ketika itu, dia ditunjuk jadi pelatih Nancy, yang berlaga di Ligue 1, setelah semusim sebelumnya menjadi asisten pelatih di AS Cannes tim peserta Kompetisi Ligue 2.

Tentu, ketika itu, dirinya belum “jadi apa-apa”. Orang Prancis bahkan mulai ngeh saat Wenger membawa AS Monaco juara Ligue 1, musim 1987/88. Baru setelah itu, nama pria yang dijuluki “Sang Profesor” ini benar-benar menjulang, terutama usai direkrut Arsenal pada 1996, setelah semusim sebelumnya, bertualang di Liga Jepang bersama Nagoya Grampus Eight.

Agustus tahun ini, usia kepelatihan Wenger bakal genap 20 tahun di Arsenal. Total 14 trofi pun telah dia sumbangkan untuk klub asal London itu, termasuk tiga di antaranya trofi Liga Primer. Musim lalu pun Wenger membuat “The Gunners” berjaya di Piala FA.

Hanya memang, trofi Liga Primer terakhir yang dilabuhkan Wenger untuk Arsenal sudah lama sekali, musim 2003/04. Sejak saat itu, dari musim ke musim, Wenger selalu gagal memenuhi ekspektasi suporter “The Gunners” yang sudah sangat rindu akan trofi Liga Primer.

Mungkinkah hal ini yang membuat Wenger masih enggan untuk pensiun? Mungkinkah kegagalan demi kegagalan menjadi juara Liga Primer yang membuat tekad Wenger semakin bulat untuk mempersembahkan barang satu trofi Liga Primer lagi, sebelum pensiun?

Tidak salah tentu jika Wenger penasaran. Bahkan, hal itu seharusnya dilihat sebagai passion Wenger yang begitu kuat untuk membawa timnya jadi yang terbaik. Wenger bahkan sudah melupakan peristiwa menyakitkan saat sejumlah suporter “The Gunners” mengolok-oloknya lantaran buruk penampilan tim asuhannya.

Saat itu, 6 Desember 2014, pasukan Arsenal baru tiba di stasiun kereta setelah mengalami kekalahan 2-3 di Stoke yang membuat posisi “The Gunners” di papan klasemen menjadi genting. Sejumlah suporter Arsenal tiba-tiba mendekati Wenger dan tim asuhannya, mengejek dan menyoraki mereka. Ini pertama kalinya dialami Wenger.
“Di sepak bola saya punya pengalaman yang sangat, sangat banyak. Dengan pengalaman itu, kita bisa mengantisipasi hal-hal tak mengenakkan seperti ini,” ujar Wenger. Tidak tersinggung? “Buat apa tersinggung? Toh mereka akan kembali memuja kami, saat tim kami tampil bagus,” ujar Wenger, tersenyum.

Sederhana sebenarnya, filofosi Wenger dalam menjaga hubugannya dengan suporter. Jika Anda ingin dihargai, Anda harus menjamin mereka senang. Sebab, kata Wenger, suporter bukan cuma mendukung. Mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendukung tim Anda. Suporter adalah aset bagi klub, baik secara psikologis, maupun komersil, begitu pemikiran Wenger, tentang suporter.

Pertahankan Filosofi?
Soal kebijakan klub terkait pemain, Wenger juga selalu berpikir sederhana. Dari dulu, dia dikenal sebagai sosok yang paling concern dengan pemain-pemain muda. Bahkan, ada kesan pelit, jika kita melihat pergerakan Wenger di lantai bursa pemain dari musim ke musim. “We don’t buy stars, we create them” (“Kami tidak membeli bintang, kami menciptakan mereka”), begitulah slogan Arsenal, yang amat diagungkan Wenger.

Walau memang, ketika itu, kebijakan irit ini ada hubungannya dengan biaya besar yang dikeluarkan klub untuk membangun Stadion Emirates. Namun, faktanya, setelah Emirates selesai sekitar tahun 2007, Wenger pun tak serta-merta kalap mendatangkan pemain bintang.

Memang, Arsenal sempat memboyong Alexis Sanchez ataupun Mesut Oezil yang harganya mencapai 30 dan 40 juta pound. Namun, jika dibandingkan dengan tim-tim lain, belanjaan Arsenal di setiap musimnya, tak bisa dibilang banyak.
Wenger terakhir kali mengantar Arsenal juara liga (foto:arsenal.com)
“Jika Anda ingin tim Anda sukses, yang terbaik adalah Anda harus fokus terhadap tim Anda sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik. Percaya terhadap sepak bola yang Anda mainkan dan teruslah breusaha bermain sebaik mungkin," ujar Wenger.
Hanya memang, Wenger masih punya kewajiban untuk membuktikan filosofinya itu benar-benar bekerja. Sebab, ya itu tadi. Fakta menunjukkan, kengototan Wenger untuk tidak belanja pemain bintang hanya bisa menghasilkan Piala FA.

Lebih Percaya Diri
Namun begitu, Wenger pun tak peduli. Buktinya, musim ini pun, dia tetap mempertahankan kebijakan transfer pemainnya. Sejauh ini, Arsenal baru mendatang satu pemain penting, Petr Cech dari Chelsea yang berharga sekitar 10 juta pound. Di luar itu, Wenger ternyata masih percaya dengan pasukannya lamanya.

Wenger bahkan makin percaya diri menghadapi musim 2015/16 ini. Penyebabnya, apalagi jika bukan hasil gemilang yang ditoreh pasukannya di ajang pramusim. Dalam dua ajang yang mereka ikuti, Barclay Premiership Asia dan Piala Emirates, Arsenal selalu tampil jadi juara. Catatan “The Gunners” pun gemilang. Mereka mencetak 14 gol dan hanya kebobolan satu gol.

Tapi, tunggu dulu. Masih ada satu ujian lagi sebelum Arsenal turun ke gelanggang yang sebenarnya di ajang Liga Primer 2015/16 mulai 8 Agustus nanti. Besok, “The Gunners”, juara Piala FA 2014, akan terlebih dahulu dijajal Chelsea, selaku juara Liga Primer 2014/15 dalam laga tradisional, Community Shield. Jika menang, tentu Wenger akan semakin percaya diri untuk melanjutkan mimpinya, kembali mempersembahkan trofi Liga Primer untuk “The Gunners”. Mungkin memang belum saatnya Wenger pensiun.***

Tulisan ini dimuat di Harian Topskor 1-2 Agustus 2015
ARSENE Wenger terlalu mencintai sepak bola. Maka itu, pria yang kini telah berusia 65 tahun itu mengaku sama sekali belum berniat pensiun dari profesinya sebagai pelatih. Memikirkan pensiun, kata Wenger, membuat dirinya panik. “Pernah saya berpikir untuk pensiun. Tapi, tidak lebih dari lima detik!” ujar pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 22 Oktober 1949 itu.

Kini, usia kepelatihan Wenger telah mencapai 31 tahun, sejak dia pertama kali dipercaya melatih sebuah tim pada tahun 1984. Ketika itu, dia ditunjuk jadi pelatih Nancy, yang berlaga di Ligue 1, setelah semusim sebelumnya menjadi asisten pelatih di AS Cannes tim peserta Kompetisi Ligue 2.

Tentu, ketika itu, dirinya belum “jadi apa-apa”. Orang Prancis bahkan mulai ngeh saat Wenger membawa AS Monaco juara Ligue 1, musim 1987/88. Baru setelah itu, nama pria yang dijuluki “Sang Profesor” ini benar-benar menjulang, terutama usai direkrut Arsenal pada 1996, setelah semusim sebelumnya, bertualang di Liga Jepang bersama Nagoya Grampus Eight.

Agustus tahun ini, usia kepelatihan Wenger bakal genap 20 tahun di Arsenal. Total 14 trofi pun telah dia sumbangkan untuk klub asal London itu, termasuk tiga di antaranya trofi Liga Primer. Musim lalu pun Wenger membuat “The Gunners” berjaya di Piala FA.

Hanya memang, trofi Liga Primer terakhir yang dilabuhkan Wenger untuk Arsenal sudah lama sekali, musim 2003/04. Sejak saat itu, dari musim ke musim, Wenger selalu gagal memenuhi ekspektasi suporter “The Gunners” yang sudah sangat rindu akan trofi Liga Primer.

Mungkinkah hal ini yang membuat Wenger masih enggan untuk pensiun? Mungkinkah kegagalan demi kegagalan menjadi juara Liga Primer yang membuat tekad Wenger semakin bulat untuk mempersembahkan barang satu trofi Liga Primer lagi, sebelum pensiun?

Tidak salah tentu jika Wenger penasaran. Bahkan, hal itu seharusnya dilihat sebagai passion Wenger yang begitu kuat untuk membawa timnya jadi yang terbaik. Wenger bahkan sudah melupakan peristiwa menyakitkan saat sejumlah suporter “The Gunners” mengolok-oloknya lantaran buruk penampilan tim asuhannya.

Saat itu, 6 Desember 2014, pasukan Arsenal baru tiba di stasiun kereta setelah mengalami kekalahan 2-3 di Stoke yang membuat posisi “The Gunners” di papan klasemen menjadi genting. Sejumlah suporter Arsenal tiba-tiba mendekati Wenger dan tim asuhannya, mengejek dan menyoraki mereka. Ini pertama kalinya dialami Wenger.
“Di sepak bola saya punya pengalaman yang sangat, sangat banyak. Dengan pengalaman itu, kita bisa mengantisipasi hal-hal tak mengenakkan seperti ini,” ujar Wenger. Tidak tersinggung? “Buat apa tersinggung? Toh mereka akan kembali memuja kami, saat tim kami tampil bagus,” ujar Wenger, tersenyum.

Sederhana sebenarnya, filofosi Wenger dalam menjaga hubugannya dengan suporter. Jika Anda ingin dihargai, Anda harus menjamin mereka senang. Sebab, kata Wenger, suporter bukan cuma mendukung. Mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendukung tim Anda. Suporter adalah aset bagi klub, baik secara psikologis, maupun komersil, begitu pemikiran Wenger, tentang suporeter.

Pertahankan Filosofi?
Soal kebijakan klub terkait pemain, Wenger juga selalu berpikir sederhana. Dari dulu, dia dikenal sebagai sosok yang paling concern dengan pemain-pemain muda. Bahkan, ada kesan pelit, jika kita melihat pergerakan Wenger di lantai bursa pemain dari musim ke musim. “We don’t buy stars, we create them” (“Kami tidak membeli bintang, kami menciptakan mereka”), begitulah slogan Arsenal, yang amat diagungkan Wenger.

Walau memang, ketika itu, kebijakan irit ini ada hubungannya dengan biaya besar yang dikeluarkan klub untuk membangun Stadion Emirates. Namun, faktanya, setelah Emirates selesai sekitar tahun 2007, Wenger pun tak serta-merta kalap mendatangkan pemain bintang.

Memang, Arsenal sempat memboyong Alexis Sanchez ataupun Mesut Oezil yang harganya mencapai 30 dan 40 juta pound. Namun, jika dibandingkan dengan tim-tim lain, belanjaan Arsenal di setiap musimnya, tak bisa dibilang banyak.
“Jika Anda ingin tim Anda sukses, yang terbaik adalah Anda harus fokus terhadap tim Anda sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik. Percaya terhadap sepak bola yang Anda mainkan dan teruslah breusaha bermain sebaik mungkin," ujar Wenger.
Hanya memang, Wenger masih punya kewajiban untuk membuktikan filosofinya itu benar-benar bekerja. Sebab, ya itu tadi. Fakta menunjukkan, kengototan Wenger untuk tidak belanja pemain bintang hanya bisa menghasilkan Piala FA.

Lebih Percaya Diri
Namun begitu, Wenger pun tak peduli. Buktinya, musim ini pun, dia tetap mempertahankan kebijakan transfer pemainnya. Sejauh ini, Arsenal baru mendatang satu pemain penting, Petr Cech dari Chelsea yang berharga sekitar 10 juta pound. Di luar itu, Wenger ternyata masih percaya dengan pasukannya lamanya.

Wenger bahkan makin percaya diri menghadapi musim 2015/16 ini. Penyebabnya, apalagi jika bukan hasil gemilang yang ditoreh pasukannya di ajang pramusim. Dalam dua ajang yang mereka ikuti, Barclay Premiership Asia dan Piala Emirates, Arsenal selalu tampil jadi juara. Catatan “The Gunners” pun gemilang. Mereka mencetak 14 gol dan hanya kebobolan satu gol.

Tapi, tunggu dulu. Masih ada satu ujian lagi sebelum Arsenal turun ke gelanggang yang sebenarnya di ajang Liga Primer 2015/16 mulai 8 Agustus nanti. Besok, “The Gunners”, juara Piala FA 2014, akan terlebih dahulu dijajal Chelsea, selaku juara Liga Primer 2014/15 dalam laga tradisional, Community Shield. Jika menang, tentu Wenger akan semakin percaya diri untuk melanjutkan mimpinya, kembali mempersembahkan trofi Liga Primer untuk “The Gunners”. Mungkin memang belum saatnya Wenger pensiun.***
- See more at: http://topskor.co.id/football/news/44/top-opini/2015/08/01/7314/memang-belum-saatnya-wenger-pensiun#sthash.FNFSdORv.dpuf
ARSENE Wenger terlalu mencintai sepak bola. Maka itu, pria yang kini telah berusia 65 tahun itu mengaku sama sekali belum berniat pensiun dari profesinya sebagai pelatih. Memikirkan pensiun, kata Wenger, membuat dirinya panik. “Pernah saya berpikir untuk pensiun. Tapi, tidak lebih dari lima detik!” ujar pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 22 Oktober 1949 itu.

Kini, usia kepelatihan Wenger telah mencapai 31 tahun, sejak dia pertama kali dipercaya melatih sebuah tim pada tahun 1984. Ketika itu, dia ditunjuk jadi pelatih Nancy, yang berlaga di Ligue 1, setelah semusim sebelumnya menjadi asisten pelatih di AS Cannes tim peserta Kompetisi Ligue 2.

Tentu, ketika itu, dirinya belum “jadi apa-apa”. Orang Prancis bahkan mulai ngeh saat Wenger membawa AS Monaco juara Ligue 1, musim 1987/88. Baru setelah itu, nama pria yang dijuluki “Sang Profesor” ini benar-benar menjulang, terutama usai direkrut Arsenal pada 1996, setelah semusim sebelumnya, bertualang di Liga Jepang bersama Nagoya Grampus Eight.

Agustus tahun ini, usia kepelatihan Wenger bakal genap 20 tahun di Arsenal. Total 14 trofi pun telah dia sumbangkan untuk klub asal London itu, termasuk tiga di antaranya trofi Liga Primer. Musim lalu pun Wenger membuat “The Gunners” berjaya di Piala FA.

Hanya memang, trofi Liga Primer terakhir yang dilabuhkan Wenger untuk Arsenal sudah lama sekali, musim 2003/04. Sejak saat itu, dari musim ke musim, Wenger selalu gagal memenuhi ekspektasi suporter “The Gunners” yang sudah sangat rindu akan trofi Liga Primer.

Mungkinkah hal ini yang membuat Wenger masih enggan untuk pensiun? Mungkinkah kegagalan demi kegagalan menjadi juara Liga Primer yang membuat tekad Wenger semakin bulat untuk mempersembahkan barang satu trofi Liga Primer lagi, sebelum pensiun?

Tidak salah tentu jika Wenger penasaran. Bahkan, hal itu seharusnya dilihat sebagai passion Wenger yang begitu kuat untuk membawa timnya jadi yang terbaik. Wenger bahkan sudah melupakan peristiwa menyakitkan saat sejumlah suporter “The Gunners” mengolok-oloknya lantaran buruk penampilan tim asuhannya.

Saat itu, 6 Desember 2014, pasukan Arsenal baru tiba di stasiun kereta setelah mengalami kekalahan 2-3 di Stoke yang membuat posisi “The Gunners” di papan klasemen menjadi genting. Sejumlah suporter Arsenal tiba-tiba mendekati Wenger dan tim asuhannya, mengejek dan menyoraki mereka. Ini pertama kalinya dialami Wenger.
“Di sepak bola saya punya pengalaman yang sangat, sangat banyak. Dengan pengalaman itu, kita bisa mengantisipasi hal-hal tak mengenakkan seperti ini,” ujar Wenger. Tidak tersinggung? “Buat apa tersinggung? Toh mereka akan kembali memuja kami, saat tim kami tampil bagus,” ujar Wenger, tersenyum.

Sederhana sebenarnya, filofosi Wenger dalam menjaga hubugannya dengan suporter. Jika Anda ingin dihargai, Anda harus menjamin mereka senang. Sebab, kata Wenger, suporter bukan cuma mendukung. Mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendukung tim Anda. Suporter adalah aset bagi klub, baik secara psikologis, maupun komersil, begitu pemikiran Wenger, tentang suporeter.

Pertahankan Filosofi?
Soal kebijakan klub terkait pemain, Wenger juga selalu berpikir sederhana. Dari dulu, dia dikenal sebagai sosok yang paling concern dengan pemain-pemain muda. Bahkan, ada kesan pelit, jika kita melihat pergerakan Wenger di lantai bursa pemain dari musim ke musim. “We don’t buy stars, we create them” (“Kami tidak membeli bintang, kami menciptakan mereka”), begitulah slogan Arsenal, yang amat diagungkan Wenger.

Walau memang, ketika itu, kebijakan irit ini ada hubungannya dengan biaya besar yang dikeluarkan klub untuk membangun Stadion Emirates. Namun, faktanya, setelah Emirates selesai sekitar tahun 2007, Wenger pun tak serta-merta kalap mendatangkan pemain bintang.

Memang, Arsenal sempat memboyong Alexis Sanchez ataupun Mesut Oezil yang harganya mencapai 30 dan 40 juta pound. Namun, jika dibandingkan dengan tim-tim lain, belanjaan Arsenal di setiap musimnya, tak bisa dibilang banyak.
“Jika Anda ingin tim Anda sukses, yang terbaik adalah Anda harus fokus terhadap tim Anda sendiri. Berusahalah melakukan yang terbaik. Percaya terhadap sepak bola yang Anda mainkan dan teruslah breusaha bermain sebaik mungkin," ujar Wenger.
Hanya memang, Wenger masih punya kewajiban untuk membuktikan filosofinya itu benar-benar bekerja. Sebab, ya itu tadi. Fakta menunjukkan, kengototan Wenger untuk tidak belanja pemain bintang hanya bisa menghasilkan Piala FA.

Lebih Percaya Diri
Namun begitu, Wenger pun tak peduli. Buktinya, musim ini pun, dia tetap mempertahankan kebijakan transfer pemainnya. Sejauh ini, Arsenal baru mendatang satu pemain penting, Petr Cech dari Chelsea yang berharga sekitar 10 juta pound. Di luar itu, Wenger ternyata masih percaya dengan pasukannya lamanya.

Wenger bahkan makin percaya diri menghadapi musim 2015/16 ini. Penyebabnya, apalagi jika bukan hasil gemilang yang ditoreh pasukannya di ajang pramusim. Dalam dua ajang yang mereka ikuti, Barclay Premiership Asia dan Piala Emirates, Arsenal selalu tampil jadi juara. Catatan “The Gunners” pun gemilang. Mereka mencetak 14 gol dan hanya kebobolan satu gol.

Tapi, tunggu dulu. Masih ada satu ujian lagi sebelum Arsenal turun ke gelanggang yang sebenarnya di ajang Liga Primer 2015/16 mulai 8 Agustus nanti. Besok, “The Gunners”, juara Piala FA 2014, akan terlebih dahulu dijajal Chelsea, selaku juara Liga Primer 2014/15 dalam laga tradisional, Community Shield. Jika menang, tentu Wenger akan semakin percaya diri untuk melanjutkan mimpinya, kembali mempersembahkan trofi Liga Primer untuk “The Gunners”. Mungkin memang belum saatnya Wenger pensiun.***
- See more at: http://topskor.co.id/football/news/44/top-opini/2015/08/01/7314/memang-belum-saatnya-wenger-pensiun#sthash.FNFSdORv.dpuf

Monday, July 6, 2015

Payung Teduh yang Bikin Teduh

Aksi Comi (kiri) dan Is yang menghanyutkan.
MALAM itu bulan benar-benar penuh. Angin pun begitu sejuk, seperti sengaja hendak mempersilakan Payung Teduh bersenandung. Dan, mereka pun bernyanyi...

Datang dari mimpi semalam...
Bulan bundar bermandikan sejuta cahaya...
Di langit yang merah, ranum seperti anggur.....
(Lagu: Angin Pujaan Hujan)


BELAKANGAN, saya memang tengah gandrung Payung Teduh. Lagu-lagu mereka nyaris setiap malam saya putar di kantor lewat channel You Tube. Waktunya pun nyaris seragam, sekitar pukul sembilan hingga sebelas malam, sebelum David Coverdale atau mendiang Ronnie James Dio berteriak-teriak lewat speaker aktif Simbadda komputer di meja saya.

Saturday, July 4, 2015

“Rock Segar” ala Nuova

Cover album Nuova: Rock The Way (foto: Twitter Nuova)

RAUNGAN gitar dengan full distorsi, gebukan drum yang energik dan dinamis, plus vokal serak-serak, parau. Adakah yang lebih ngerock daripada itu? Nuova menyajikannya dalam debut album mereka yang diberi tajuk “Rock The Way”.

Ya, Nuova memang tengah mencoba menyeruak masuk dalam gegap gempita musik negeri ini. Jalur pilihan mereka jelas, rock! Nuova mencoba menawarkan pilihan baru untuk telinga penggemar musik, khususnya rock.

“Harapan ideal kami ingin menyegarkan kembali telinga para penggemar rock. Tapi, yang utama, kami ingin memuaskan diri sendiri terlebih dahulu,” ujar Hendry Halim, sang gitaris.

Maka itu, demi proyek idealis ini, Hendry bersama Hendrik Wijaya (drum) dan Willy W.T (vokal), berusaha maksimal mengerjakan album yang berisikan delapan lagu ini. Total, tak kurang dari tiga tahun mereka menyiapkan album ini, mulai proses pembuatan lagu, rekaman, serta mixing dan mastering, yang dikerjakan Yobbi Ananta Wiratama di GRIM Studio, Radio Dalam, Jakarta.