Sunday, February 22, 2015

"Balotelli, Right or Wrong"


MARIO BALOTELLI (foto:liverpoolecho)
SABTU, 24 Juni 2012, Stadion Olympic, Kiev, di Ukraina, bergemuruh usai laga perempat final Piala Eropa 2012, Italia lawan Inggris yang berakhir imbang 0-0, setelah melalui 120 menit. Di pinggir lapangan, pelatih Italia saat itu, Cesare Prandelli, mengumpulkan pemainnya untuk menentukan siapa saja algojo dalam drama adu penalti. 
 
Namun, tiba-tiba Mario Balotelli menghampirinya dan meminta Prandelli menjadikan dirinya sebagai algojo pertama. Prandelli setuju. Dia pun mencatat nama Balotelli, bersama Riccardo Montilivo, Andrea Pirlo, Antonio Nocerino, dan Alessandro Diamanti secara berurutan sebagai algojo penaltiGli Azzurri”.  Hebatnya, Balotelli sukses menjalankan misinya. Dengan dingin dia menaklukkan kiper Inggris, Joe Hart, yang juga rekan seklubnya ketika itu, di Manchester City.

Italia menang 4-2 karena Pirlo, Nocerino, dan Diamanti juga sukses merobek gawang Inggris. Hanya Montolivo yang gagal. Sepakan kaki kanannya melebar ke sisi kanan tiang gawang Inggris. Sementara dua penendang Inggris: Ashley Young dan Ashley Cole, gagal mencetak gol.

Usai laga, dalam jumpa pers yang juga dihadiri penulis, yang ketika itu sedang dalam tugas liputan, Prandelli menyatakan kekagumannya terhadap Balotelli. “Ketika seorang pemain ingin menjadi algojo pertama dalam sebuah drama adu penalti, berarti pemain tersebut punya karakter yang luar biasa,” ujar Prandelli.

Italia sendiri, ketika itu, sukses melaju hingga ke final, sebelum dikalahkan Spanyol 0-4. Dan, usai laga puncak itu, Balotelli menangis sejadinya di lapangan. Airmata Balotelli terus menetes hingga momen pembagian medali.

Bukan hal lumrah melihat Balotelli, yang selama ini dikenal sebagai bad boy, menangis. Saat itu, dia memang merasa sangat kecewa. Balotelli merasa kalah, jadi pecundang. Padahal, dia tak pernah mau kalah, apalagi jadi pencundang. Balotelli selalu ingin jadi yang terbaik. Tak peduli di antara kawan atau lawan.
***
Kamis, 19 Februari 2014. Balotelli, kini 24 tahun, resah di bangku cadangan Liverpool, saat klubnya itu menjamu Besiktas di laga pertama 32 besar Liga Europa di Stadion Anfield. Dia terlihat gemas, karena rekan-rekannya di lapangan kesulitan membongkar pertahanan lawan.

Akhirnya waktu untuk Balotelli datang. Di menit ke-63, pelatih Brendan Rodgers memintanya turun menggantikan Phillipe Coutinho. Tapi, ternyata Balotelli juga tak bisa berbuat banyak dalam open play. Hingga datanglah momen itu.

Di menit ke-84, wasit memberi hadiah penalti kepada Liverpool, usai Jordon Ibe dijatuhkan di “area terlarang”. Jordan Henderson, kapten yang menggantikan Steven Gerrard yang cedera, bersiap mengeksekusinya, seperti instruksi pelatih Rodgers sebelum laga. Bola pun telah berada di tangannya.

Namun, tiba-tiba saja Balotelli merebut bola dari tangan Henderson, “memutuskan” dirinya yang akan mengambil penalti tersebut. Sempat terjadi adu argumen, karena Henderson merasa itu “hak”-nya. Daniel Sturridge datang membela Henderson. Namun, Balotelli tak peduli.

Untung, sepakan kaki kanannya berhasil menggetarkan gawang Besiktas. Balotelli pun jadi “pahlawan”. Ini ketiga kalinya, dia ikut berkontribusi atas kemenangan Liverpool dalam sepekan terakhir. Sebelumnya, Balotelli jadi penentu kemenangan lewat golnya saat “The Reds” menekuk Tottenham Hotspur 3-2. Begitu juga akhir pekan lalu, saat Liverpool menang 1-0 atas Crystal Palace, lewat tendangan bebasnya, Balotelli jadi penyedia assist untuk gol yang dicetak Adam Lallana.

Balotelli menangis saat pengalungan medali Euro 2012 (foto: telegraph)
Dikecam dan Dipuji
Namun, masalah tak berhenti di situ. Gerrard, yang berlaku sebagai komentator laga tersebut di stasiun televisi ITV, mengecam perilaku buruk Balotelli. “Dia tak punya rasa hormat kepada tim dan kapten,” ujar pemain yang musim depan akan bermain di Liga Amerika Serikat itu.

Namun, banyak juga yang memuji keberanian Balotelli. Termasuk Henderson sendiri. “Balotelli punya kepercayaan diri yang tinggi dalam menendang penalti karena dia memang ahlinya,” ujar Henderson.
 
Memang, dibutuhkan kepercayaan diri yang tinggi untuk mengajukan diri sebagai seorang algojo penalti. Sebab, risikonya sangat tinggi. Bayangkan, jika tendangan Balotelli itu bisa diantisipasi kiper Besiktas, atau melambung ke atas gawang.

Tapi, tentu Balotelli punya alasan tersendiri mengapa begitu pecaya diri. Sepanjang karier, dia hanya dua kali gagal mencetak gol dari tendangan penalty dari total 29 kesempatan, termasuk lawan Besiktas.

Lagi pula, kejadian seperti ini, bukan pertama dia lakukan. Saat masih membela Internazionale, Balotteli juga sempat bersitegang dengan Samuel Eto’o lantaran ingin menyerobot tendangan penalti yang jadi “jatah” Eto’o. Namun, upaya Balotelli digagalkan kapten Inter, ketika itu, Javier Zanetti. 

Soal “kelancangan” Balotelli menyerobot kewenangan Henderson, sebenarnya tak lepas dari karakter pemain yang mengawali karier di Lumezzane ini. Itu juga karena kariernya sejauh ini memang tak pernah stabil, sama seperti kehidupan pribadinya. Bukan tak mungkin, keduanya saling memengaruhi.

Kehidupan Keras
Maklum, kehidupan yang keras, yang dia alami sejak kecil ikut membentuknya menjadi pribadi indifferent, selalu merasa terasing, bahkan di negaranya sendiri. Maklum, berdarah Ghana, Balotelli, yang memiliki nama kecil, Barwuah, sudah merantau ke Italia sejak usia 2 tahun.

Atau mungkin lebih tepatnya “diasingkan”. Itu karena orangtuanya, Thomas dan Rose Barwuah hidup serbakekurangan. Balotelli pun dititipkan kepada keluarga Italia, Francesco dan Silvia Balotelli.

Lalu, saat menginjak remaja, dan mendapat kewarganegaraan Italia pada usia 18 tahun, tahun 2008, ketidak seimbangan Balotelli makin terlihat. Apalagi, ketika itu namanya mulai dikenal sebagai pemain bola top Italia.

Sisi lain Balotelli (foto:manchesterevening)
Dia bahkan sempat menuding orangtua kandungnya sengaja membuangnya. Balotelli juga kerap terlibat hal-hal yang bersifat kontroversial, bahkan kriminal. Termasuk masuk penjara, karena tingkah laku ugal-ugalannya.

Kehidupan asmara Balotelli juga tak karuan. Tak terhitung sudah gadis yang dipacarinya, sehingga dia mendapat putri dari mantan model panas Italia, Raffaela Fico. Belakangan, hubungan cintanya dengan Fanny Neguesha juga kandas.

Banyak yang menyebut, kehidupan keras dan cenderung liar inilah yang membuat Balotelli makin lekat dengan sebutan “bad boy”, termasuk di lapangan hijau. Namun, dia luar itu, Balotelli selalu berusaha memberikan yang terbaik di lapangan.

Kelakuannya, yang sembarangan itu tidak dia buat-buat untuk mencari sensasi ataupun kontroversi. Tapi, mungkin juga tidak dia lakukan secara sadar. Sebab, seperti kata Joe Hart, yang sempat akrab dengan Balotelli di City, rekannya itu melakukan apa yang ingin dilakukan. Tak peduli, benar atau salah di mata orang.

Sebab, pasti, apa yang dianggap baik oleh Balotelli, belum tentu benar menurut orang kebanyakan. Seperti Carl Schurz, seorang revolusioner Jerman di abad ke-18, yang selalu menyebut “My country, right or wrong..” (“Benar atau salah, ini negara saya”), Balotelli mungkin juga selalu berpendirian…”It’s meBalotelli, right or wrong”.*

Tulisan ini dimuat di Harian TopSkor edisi Sabtu-Minggu 21-22 Februari 2015

Saturday, May 24, 2014

Are You Mozillian?



                                      POTONG TUMPENG - Prosesi pemotongan tumpeng yang dilakukan Viking Korwur (kedua dari kiri) menandai peluncuran Firefox teranyar.

MOZILLA memilih cara unik dalam meluncurkan Firefox teranyar mereka. Alih-alih turun langsung mengirim representasinya, penjelajah web yang bermarkas di Santa Clara, Amerika Serikat ini menggunakan komunitas yang berada di Indonesia untuk mengenalkan produk terbaru mereka. Jadilah Mozilla Indonesia mendapat gawe untuk memperkenalkan Firefox teranyar Mozilla kepada khalayak.

Acara tersebut di gelar di Blitz Megaplex, Bekasi Cyber Park, Bekasi, 10 Mei lalu. Ini merupakan bagian dari pesta peluncuran di seluruh dunia. Panitia pun mengklaim acara ini sebagai peluncuran yang terbesar.

Meski berlangsung sederhana, acara ini sendiri berlangsung sukses, lancar. Pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh Ketua Komunitas Mozilla Indonesia, Viking Karwur, menandai peluncuran Firefox teranyar Mozilla di Indonesia.

Sebelumnya, para undangan yang terdiri dari berbagai lapisan, mulai pelajar hingga blogger, juga disuguhi snack plus merchandise berupa stiker, bros dan lainnya. Sementara di sela-sela acara, undangan bisa menggunakan stand photo boot untuk bernarsis ria.

Langkah yang dilakukan Mozilla ini menjadi menarik, melibatkan komunitas mereka untuk ikut mengenalkan “produk” mereka. Itu artinya, sang produsen telah memiliki keterikatan yang sangat kuat dengan penggunanya. Buktinya, para relawan dari Mozilla Indonesia  terlihat begitu ceria menjalankan tugasnya.

TERTUA - Atuk Dian Kelana (kedua dari kanan) memberikan sambutan sebagai undangan tertua :).
Namun, memang, acara ini  tak terlalu bersifat teknis. Tak terlalu banyak penjelasan-penjelasan yang diberikan panitia soal kelebihan Firefox teranyar itu. Jadinya, launching Firefox teranyar ini lebih kepda sosialiasi.

Kalaupun ada pengenalan produk yang dilakukan produsen hanya ditampilkan lewat video-video footage dengan durasi beragam.
 We want our products to put people on control of their lives. We want our products to respect people, to care of their security and privacy.”
Begitu salah satu penjelasan dari pihak Mozilla dalam salah satu video footage yang membahas produk baru Mozilla yang kita bicarakan ini.

Tak cuma soal teknik, dalam beberapa video footage juga digambarkan betapa Mozilla berusaha begitu kuat terus mendekatkan diri dengan penggunanya.

Beberapa acara yang melibatkan komunitas Mozilla di seluruh dunia digambarkan dengan video-video yang segar. “Are You Mozillian?” begitu salah satu judul video footage.
Ada juga video footage yang berisi kutipan-kutipan bocah-bocah yang menyebut Mozilla sebagai  “The Web We Want”. Hmm, menarik.

OM VIKING - Penulis (kanan) berfoto dengan Om Viking Karwur.
Dalam sambutannya, Viking menjelaskan betapa hidup komunitas yang diketuainya itu. Anggota Mozilla Indonesia sendiri datang dari berbagai kalangan, berbagai profesi. Mulai mahasiswa hingga dokter.

Saat ini, Firefox memang boleh dibilang sebagai salah satu browser paling populer. Hingga Februari 2014, Firefox digunakan oleh 12 hingga 22 persen pengguna internet di seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang pengguna internetnya paling banyak menggunakan Firefox, selain Iran, Jerman, dan Polandia. 

Acara di Blitz Megaplex ini secara umum berlangsung lumayan seru. Gia, MC yang didaulat sebagai pemandu acara menjalankan tugasnya dengan baik. Bahasanya lugas, gaul, tapi tetap kena sasaran. Begitu juga saat dia membawakan games, serta melibatkan relawan dari Mozilla Indonesia utuk mengundi door prize yang disediakan.

Nah, berhubung acaranya digelar di gedung bioskop, Tak afdollah jika tak disertai dengan acara nonton film. Maka itu, film “The Amazing Spider-Man 2”, yang dibintangi Andrew Garfield, Emma Stone, dan Jamie Foxx, jadilah sebagai menu penutup, sebelum para undangan pulang ke rumah masing-masing.
BINTANG TAMU - Safina dan Fadhil ikut meramaikan peluncuran Firefox teranyar. :)



Friday, May 2, 2014

Penyembuh Luka Madrid

CARLO ANCELOTTI (foto:3news)
CARLO Ancelotti adalah penyembuh luka Real Madrid. Sukses pelatih asal Italia ini membawa “Los Galacticos” ke final Liga Champions 2013/14, menimbulkan kehebohan yang luar biasa di kalangan Madridista.

Sebab, dengan begitu, mimpi Madrid mewujudkan “la decima” alias gelar ke-10 mereka di Liga Champions, selangkah lagi jadi kenyataan. Luar biasa, Madrid akan jadi satu-satunya tim yang mampu memenangkan ajang paling elite antarklub Eropa ini sampai 10 kali!

Tapi, tentu bukan itu saja yang membuat Carletto—panggilan Ancelotti—dipuja sedemikian rupa oleh Madridista. Sebab, di ajang domestik, torehan “Los Galacticos” juga stabil, standar klub-klub juara.

Memang, saat ini, Madrid masih tertahan di peringkat ketiga klasemen La Liga dengan selisih nilai enam poin dari Atletico Madrid yang ada di puncak klasemen dan empat poin dari rival abadi mereka, Barcelona, yang berada di posisi kedua. Namun, Madrid punya sisa laga satu lebih banyak. “Los Merengues” menyisakan empat laga lagi. Sedangkan Atletico dan Barcelona masing-masing tiga.

Itu belum termasuk gelar Piala Raja yang telah mereka menangkan usai mengalahkan Barcelona di final. Artinya, musim ini, Madrid berpeluang mencetak treble winners: memenangkan Piala Raja, La Liga, dan Liga Champions, untuk pertama kalinya sejak klub ini didirikan tahun 1902. Dan, itu semua karena Ancelotti, orang Italia yang belum semusim menangani “Los Merengues”.

Bagi Ancelotti sendiri, itu final Liga Champions keempatnya sebagai pelatih. Sebelumnya, pria yang sempat memenangkan Liga Champions sebagai pemain bersama AC Milan pada 1988/89 dan 1989/90 ini pernah tiga kali membawa Milan ke final. Mereka juara di musim 2002/03 dan 2006/07, serta kalah dari Liverpool pada 2004/05. Dengan catatan ini, Ancelotti pun menyamai rekor pelatih-pelatih legendaris macam Alex Ferguson, Marcello Lippi, dan Miguel Munoz.

Dan, jika Ancelotti, yang memperkerjakan putranya, Davide, sebagai pelatih fisik Madrid, berhasil membawa “Los Merengues” mengalahkan Atletico Madrid di final tanggal 24 mendatang, dia akan menyamai rekor Bob Paisley. Dia adalah pelatih yang sukses tiga kali memenangkan Liga Champions bersama Liverpool.

CARLO ANCELOTTI (foto: managingmadrid)
Awalnya Diragukan
Padahal, saat pertama kali menjejakkan kaki di Santiago Bernabeu, tak sedikit yang meragukan Ancelotti. Sebab, dia datang, begitu banyak masalah yang dialami Madrid—dalam dan luar lapangan—usai hancur lebur ditinggal Jose Mourinho. Madrid pun tak memenangkan satu gelar pun.

Mulai masalah kiper, di mana Mourinho “mengubah” peran Iker Casillas dari kapten sekaligus calon legenda Madrid menjadi cadangan abadi, hingga suasana kamar ganti yang panas.
Ada juga tuntutan dari klub dan suporter agar Ancelotti, 54 tahun, kembali menjadikan Madrid sebagai tim yang atraktif di lapangan. Maklum, di era Mourinho, “Los Merengues” telah berubah bentuk menjadi tim yang defensively-minded, lebih suka mengandalkan serangan balik.

Secara tertulis, manajemen Madrid menjelaskan tugas-tugas yang harus dijalankan Ancelotti. Di antaranya mengharmoniskan kembali kamar ganti, menenangkan suporter dan media, serta membangun kembali Madrid menjadi kandidat serius juara La Liga dan Liga Champions.

Kini, semuanya itu seolah telah 90 persen dituntaskan Ancelotti. Casillas yang sempat depresi, kini kembali dielu-elukan suporter. Meski hanya tampi di Piala Raja dan Liga Champions, kiper berusia 32 tahun itu mampu membuktikan kehebatannya belum sirna.

Suasana kamar ganti kembali harmonis, suporter terus tersenyum, dan media terus memberikan hal-hal positif terhadap “Los Merengues”, seiring dengan prestasi Madrid yang relatif stabil.

Padahal, bukan hal gampang menangani Madrid yang berisikan pemain-pemain bintang. Tapi, dengan pengalamannya melatih klub-klub top seperti Juventus, Milan, Chelsea, serta Paris Saint Germain, Ancelotti akhirnya mampu membuat ruang ganti Madrid kembali ceria.  Termasuk meredakan gejolak saat Madrid mendatangkan Gareth Bale dengan rekor transfer termahal, 91 juta euro atau sekitar Rp 1,4 triliun.

Pribadi yang Tulus
Membuat kamar ganti pemain harmonis memang jadi salah satu keahlian Ancelotti, selain menerapkan strategi dan formasi di lapangan. Paolo Maldini, legenda Milan, yang pernah dilatih Ancelotti menyebut, mantan pelatihnya itu memang sosok allenatore favorit semua pemain.

“Dia memiliki kepribadian yang hangat, jujur, dan sangat supel kepada semua pemain,” Maldini menuturkan. “Dan, yang paling penting, dia sangat tulus. Pendekatan seperti itu yang dibutuhkan setiap pemain.”

Carlo Ancelotti saat berlatih bersama Madrid (foto:india.com)
Ancelotti memang bukan tipe pelatih yang kaku. Sebaliknya, mantan suami dari Luisa ini selalu berusha menempatkan diri sebagai bagian dari tim. Bukan tim yang mengikutinya.

Seperti bunglon, Ancelotti pun bisa beradaptasi begitu cepat dengan lingkungan klub yang dilatihnya. Tambahan lagi, Ancelotti memiliki kemampuan diplomasi yang luar biasa. Dia selalu membela pemainnya, meski di dalam hatinya sangat kecewa.

Lihat saja komentarnya saat Milan kalah adu penalti dari Liverpool di final Liga Champions 2004/05. Padahal, mereka sempat unggul 3-0. "Pemain kami telah berjuang maksimal. Saya tak bisa marah," ujar Ancelotti, ketika itu. "Mungkin ini sudah takdir kami."


Kelebihan-kelebihan ini pula yang membuat Ancelotti juga dihormati oleh koleganya sesama pelatih. Termasuk mantan pelatih Barcelona, Johan Cruyff. "Kehadiran Ancelotti adalah udara segar bagi Madrid," ujar Cruyff, saat Madrid memperkenalkan Ancelotti sebagai pengganti Mourinho. Udara segar, penyembuh luka...itulah Ancelotti bagi Madrid.***