Friday, May 2, 2014

Penyembuh Luka Madrid

CARLO ANCELOTTI (foto:3news)
CARLO Ancelotti adalah penyembuh luka Real Madrid. Sukses pelatih asal Italia ini membawa “Los Galacticos” ke final Liga Champions 2013/14, menimbulkan kehebohan yang luar biasa di kalangan Madridista.

Sebab, dengan begitu, mimpi Madrid mewujudkan “la decima” alias gelar ke-10 mereka di Liga Champions, selangkah lagi jadi kenyataan. Luar biasa, Madrid akan jadi satu-satunya tim yang mampu memenangkan ajang paling elite antarklub Eropa ini sampai 10 kali!

Tapi, tentu bukan itu saja yang membuat Carletto—panggilan Ancelotti—dipuja sedemikian rupa oleh Madridista. Sebab, di ajang domestik, torehan “Los Galacticos” juga stabil, standar klub-klub juara.

Memang, saat ini, Madrid masih tertahan di peringkat ketiga klasemen La Liga dengan selisih nilai enam poin dari Atletico Madrid yang ada di puncak klasemen dan empat poin dari rival abadi mereka, Barcelona, yang berada di posisi kedua. Namun, Madrid punya sisa laga satu lebih banyak. “Los Merengues” menyisakan empat laga lagi. Sedangkan Atletico dan Barcelona masing-masing tiga.

Itu belum termasuk gelar Piala Raja yang telah mereka menangkan usai mengalahkan Barcelona di final. Artinya, musim ini, Madrid berpeluang mencetak treble winners: memenangkan Piala Raja, La Liga, dan Liga Champions, untuk pertama kalinya sejak klub ini didirikan tahun 1902. Dan, itu semua karena Ancelotti, orang Italia yang belum semusim menangani “Los Merengues”.

Bagi Ancelotti sendiri, itu final Liga Champions keempatnya sebagai pelatih. Sebelumnya, pria yang sempat memenangkan Liga Champions sebagai pemain bersama AC Milan pada 1988/89 dan 1989/90 ini pernah tiga kali membawa Milan ke final. Mereka juara di musim 2002/03 dan 2006/07, serta kalah dari Liverpool pada 2004/05. Dengan catatan ini, Ancelotti pun menyamai rekor pelatih-pelatih legendaris macam Alex Ferguson, Marcello Lippi, dan Miguel Munoz.

Dan, jika Ancelotti, yang memperkerjakan putranya, Davide, sebagai pelatih fisik Madrid, berhasil membawa “Los Merengues” mengalahkan Atletico Madrid di final tanggal 24 mendatang, dia akan menyamai rekor Bob Paisley. Dia adalah pelatih yang sukses tiga kali memenangkan Liga Champions bersama Liverpool.

CARLO ANCELOTTI (foto: managingmadrid)
Awalnya Diragukan
Padahal, saat pertama kali menjejakkan kaki di Santiago Bernabeu, tak sedikit yang meragukan Ancelotti. Sebab, dia datang, begitu banyak masalah yang dialami Madrid—dalam dan luar lapangan—usai hancur lebur ditinggal Jose Mourinho. Madrid pun tak memenangkan satu gelar pun.

Mulai masalah kiper, di mana Mourinho “mengubah” peran Iker Casillas dari kapten sekaligus calon legenda Madrid menjadi cadangan abadi, hingga suasana kamar ganti yang panas.
Ada juga tuntutan dari klub dan suporter agar Ancelotti, 54 tahun, kembali menjadikan Madrid sebagai tim yang atraktif di lapangan. Maklum, di era Mourinho, “Los Merengues” telah berubah bentuk menjadi tim yang defensively-minded, lebih suka mengandalkan serangan balik.

Secara tertulis, manajemen Madrid menjelaskan tugas-tugas yang harus dijalankan Ancelotti. Di antaranya mengharmoniskan kembali kamar ganti, menenangkan suporter dan media, serta membangun kembali Madrid menjadi kandidat serius juara La Liga dan Liga Champions.

Kini, semuanya itu seolah telah 90 persen dituntaskan Ancelotti. Casillas yang sempat depresi, kini kembali dielu-elukan suporter. Meski hanya tampi di Piala Raja dan Liga Champions, kiper berusia 32 tahun itu mampu membuktikan kehebatannya belum sirna.

Suasana kamar ganti kembali harmonis, suporter terus tersenyum, dan media terus memberikan hal-hal positif terhadap “Los Merengues”, seiring dengan prestasi Madrid yang relatif stabil.

Padahal, bukan hal gampang menangani Madrid yang berisikan pemain-pemain bintang. Tapi, dengan pengalamannya melatih klub-klub top seperti Juventus, Milan, Chelsea, serta Paris Saint Germain, Ancelotti akhirnya mampu membuat ruang ganti Madrid kembali ceria.  Termasuk meredakan gejolak saat Madrid mendatangkan Gareth Bale dengan rekor transfer termahal, 91 juta euro atau sekitar Rp 1,4 triliun.

Pribadi yang Tulus
Membuat kamar ganti pemain harmonis memang jadi salah satu keahlian Ancelotti, selain menerapkan strategi dan formasi di lapangan. Paolo Maldini, legenda Milan, yang pernah dilatih Ancelotti menyebut, mantan pelatihnya itu memang sosok allenatore favorit semua pemain.

“Dia memiliki kepribadian yang hangat, jujur, dan sangat supel kepada semua pemain,” Maldini menuturkan. “Dan, yang paling penting, dia sangat tulus. Pendekatan seperti itu yang dibutuhkan setiap pemain.”

Carlo Ancelotti saat berlatih bersama Madrid (foto:india.com)
Ancelotti memang bukan tipe pelatih yang kaku. Sebaliknya, mantan suami dari Luisa ini selalu berusha menempatkan diri sebagai bagian dari tim. Bukan tim yang mengikutinya.

Seperti bunglon, Ancelotti pun bisa beradaptasi begitu cepat dengan lingkungan klub yang dilatihnya. Tambahan lagi, Ancelotti memiliki kemampuan diplomasi yang luar biasa. Dia selalu membela pemainnya, meski di dalam hatinya sangat kecewa.

Lihat saja komentarnya saat Milan kalah adu penalti dari Liverpool di final Liga Champions 2004/05. Padahal, mereka sempat unggul 3-0. "Pemain kami telah berjuang maksimal. Saya tak bisa marah," ujar Ancelotti, ketika itu. "Mungkin ini sudah takdir kami."


Kelebihan-kelebihan ini pula yang membuat Ancelotti juga dihormati oleh koleganya sesama pelatih. Termasuk mantan pelatih Barcelona, Johan Cruyff. "Kehadiran Ancelotti adalah udara segar bagi Madrid," ujar Cruyff, saat Madrid memperkenalkan Ancelotti sebagai pengganti Mourinho. Udara segar, penyembuh luka...itulah Ancelotti bagi Madrid.***

No comments:

Post a Comment