CARLO ANCELOTTI (foto:3news) |
CARLO Ancelotti adalah penyembuh luka Real Madrid. Sukses
pelatih asal Italia ini membawa “Los
Galacticos” ke final Liga Champions 2013/14, menimbulkan kehebohan yang
luar biasa di kalangan Madridista.
Sebab, dengan begitu, mimpi Madrid mewujudkan “la decima” alias gelar ke-10 mereka di
Liga Champions, selangkah lagi jadi kenyataan. Luar biasa, Madrid akan jadi
satu-satunya tim yang mampu memenangkan ajang paling elite antarklub Eropa ini
sampai 10 kali!
Tapi, tentu bukan itu saja yang membuat
Carletto—panggilan Ancelotti—dipuja sedemikian rupa oleh Madridista. Sebab, di
ajang domestik, torehan “Los Galacticos” juga
stabil, standar klub-klub juara.
Memang, saat ini, Madrid masih tertahan di peringkat
ketiga klasemen La Liga dengan selisih nilai enam poin dari Atletico Madrid
yang ada di puncak klasemen dan empat poin dari rival abadi mereka, Barcelona,
yang berada di posisi kedua. Namun, Madrid punya sisa laga satu lebih banyak. “Los Merengues” menyisakan empat laga lagi. Sedangkan Atletico dan Barcelona masing-masing tiga.
Itu belum termasuk gelar Piala Raja yang telah mereka
menangkan usai mengalahkan Barcelona di final. Artinya, musim ini, Madrid
berpeluang mencetak treble winners:
memenangkan Piala Raja, La Liga, dan Liga Champions,
untuk pertama kalinya sejak klub ini didirikan tahun 1902. Dan, itu semua karena Ancelotti, orang Italia yang belum semusim
menangani “Los Merengues”.
Bagi Ancelotti sendiri, itu final Liga Champions
keempatnya sebagai pelatih. Sebelumnya, pria yang sempat memenangkan Liga
Champions sebagai pemain bersama AC Milan pada 1988/89 dan
1989/90 ini pernah tiga kali membawa Milan ke final. Mereka
juara di musim 2002/03 dan 2006/07, serta kalah dari Liverpool pada 2004/05. Dengan catatan ini, Ancelotti pun menyamai rekor pelatih-pelatih legendaris
macam Alex Ferguson, Marcello Lippi, dan Miguel Munoz.
Dan, jika Ancelotti, yang
memperkerjakan putranya, Davide, sebagai pelatih fisik Madrid, berhasil membawa “Los
Merengues” mengalahkan Atletico Madrid di final tanggal 24
mendatang, dia akan menyamai rekor Bob Paisley. Dia adalah pelatih yang sukses tiga kali memenangkan Liga Champions bersama Liverpool.
CARLO ANCELOTTI (foto: managingmadrid) |
Awalnya
Diragukan
Padahal, saat pertama kali menjejakkan kaki di Santiago
Bernabeu, tak sedikit yang meragukan Ancelotti. Sebab, dia datang, begitu
banyak masalah yang dialami Madrid—dalam dan luar lapangan—usai hancur lebur
ditinggal Jose Mourinho. Madrid pun tak memenangkan satu gelar pun.
Mulai masalah kiper, di mana Mourinho “mengubah” peran
Iker Casillas dari kapten sekaligus calon legenda Madrid menjadi cadangan
abadi, hingga suasana kamar ganti yang panas.
Ada juga tuntutan dari klub dan suporter agar Ancelotti, 54 tahun, kembali menjadikan Madrid sebagai tim yang atraktif di lapangan. Maklum,
di era Mourinho, “Los Merengues”
telah berubah bentuk menjadi tim yang defensively-minded, lebih suka mengandalkan serangan
balik.
Secara tertulis, manajemen Madrid menjelaskan tugas-tugas yang harus dijalankan Ancelotti. Di antaranya
mengharmoniskan kembali kamar ganti, menenangkan suporter dan media, serta
membangun kembali Madrid menjadi kandidat serius juara La Liga dan Liga Champions.
Kini, semuanya itu seolah telah 90 persen
dituntaskan Ancelotti. Casillas yang sempat depresi, kini kembali dielu-elukan suporter. Meski hanya tampi di Piala
Raja dan Liga Champions, kiper berusia 32 tahun itu mampu membuktikan kehebatannya belum sirna.
Suasana kamar ganti kembali harmonis, suporter terus
tersenyum, dan media terus memberikan hal-hal positif terhadap “Los Merengues”, seiring dengan prestasi
Madrid yang relatif stabil.
Padahal, bukan hal gampang menangani Madrid yang
berisikan pemain-pemain bintang. Tapi, dengan pengalamannya melatih klub-klub
top seperti Juventus, Milan, Chelsea, serta Paris Saint Germain, Ancelotti akhirnya mampu membuat ruang ganti Madrid kembali ceria. Termasuk meredakan gejolak saat
Madrid mendatangkan Gareth Bale dengan rekor transfer termahal, 91 juta
euro atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Pribadi yang
Tulus
Membuat kamar ganti pemain harmonis memang jadi salah
satu keahlian Ancelotti, selain menerapkan strategi dan formasi di lapangan.
Paolo Maldini, legenda Milan, yang pernah dilatih Ancelotti menyebut, mantan pelatihnya itu memang sosok allenatore favorit semua pemain.
“Dia memiliki kepribadian yang hangat, jujur, dan sangat
supel kepada semua pemain,” Maldini menuturkan. “Dan, yang
paling penting, dia sangat tulus. Pendekatan seperti itu yang dibutuhkan setiap
pemain.”
Carlo Ancelotti saat berlatih bersama Madrid (foto:india.com) |
Ancelotti
memang bukan tipe pelatih yang kaku. Sebaliknya, mantan suami dari Luisa ini
selalu berusha menempatkan diri sebagai bagian dari tim. Bukan tim yang
mengikutinya.
Seperti
bunglon, Ancelotti pun bisa beradaptasi begitu cepat dengan lingkungan klub
yang dilatihnya. Tambahan lagi, Ancelotti memiliki kemampuan diplomasi yang
luar biasa. Dia selalu membela pemainnya, meski di dalam hatinya sangat kecewa.
Lihat saja
komentarnya saat Milan kalah adu penalti dari Liverpool di final Liga Champions
2004/05. Padahal, mereka sempat unggul 3-0. "Pemain kami telah berjuang maksimal. Saya tak bisa marah," ujar
Ancelotti, ketika itu. "Mungkin ini sudah takdir kami."
Kelebihan-kelebihan
ini pula yang membuat Ancelotti juga dihormati oleh koleganya sesama pelatih.
Termasuk mantan pelatih Barcelona, Johan Cruyff. "Kehadiran Ancelotti
adalah udara segar bagi Madrid," ujar Cruyff, saat Madrid memperkenalkan
Ancelotti sebagai pengganti Mourinho. Udara segar, penyembuh luka...itulah
Ancelotti bagi Madrid.***
No comments:
Post a Comment