Sunday, February 9, 2014

Bukan “Air Mata Buaya”

MENANGIS - Mario Balotelli tertangkap kamera menangis di bangku
cadangan usai digantikan Giampaolo Pazzi di laga lawan Napoli. (foto: imgkid)
BUKAN hal jamak jika Mario Balotelli menangis. Penyerang AC Milan itu dikenal sebagai sosok yang “jantan”, kontroversial, terkesan bad boy, bahkan susah diatur. Bukan sekali dua dia diberitakan bermasalah dengan pelatih, apalagi wasit di lapangan.

Seingat saya, terakhir dia menangis saat pengalungan medali perak di laga puncak Piala Eropa 2012 di Kiev.  Ketika itu, Balotelli kecewa berat lantaran gagal membawa Italia jadi kampiun Eropa. Di final, “Gli Azzurri” dihantam Spanyol 0-4.

Tapi, Sabtu (8/2) malam waktu Italia, di Stadion San Paolo, Napoli, sekali lagi Balotelli tak mampu menahan sisi melankolisnya. Air mata pemain berusia 23 tahun ini begitu saja bercucuran membasahi pipinya saat duduk di bangku cadangan Milan, usai digantikan Giampaolo Pazzini di menit ke-73. Milan pun akhirnya ditundukkan tuan rumah 1-3.

Spekulasi beredar, Balotelli menangis karena tifosi Napoli terus mengejeknya dengan hinaan rasial. Benarkah? Pelatih Milan, Clarence Seedorf, tak sependapat. Menurut Seedorf, seorang pemain menangis adalah hal lumrah, sebagai pengungkapkan rasa emosionalnya. Bahkan, mantan bintang Milan ini menyebut air mata Balotelli adalah sesuatu yang indah.

 “Itulah tangisan seorang atlet yang merasa kecewa karena gagal memberikan yang terbaik. Bagaimanapun Balotelli adalah manusia biasa,” ujar Seedorf. “Saya juga pernah mengalaminya. Bahkan, nyaris semua pemain pernah mengalaminya.”

Betul kata Seedorf. Air mata Balotelli memang bukan hal istimewa, karena banyak juga pemain besar pernah melakukan. Airmata itu juga bukan “air mata buaya” alias kepura-puraan.
Namun, yang mungkin tetap istimewa adalah penyebabnya. Betul, Balotelli menangis setelah digantikan Pazzini. Tapi, bukan itu sebenarnya esensinya. Balotelli bukan menangis karena digantikan Pazzini, secara harfiah.

Apalagi, proses pergantiannya tidak didahului dengan kemarahan. Balotelli menerima begitu saja saat Seedorf memintanya ke luar lapangan. Bukti, bahwa dia merasa pantas digantikan pemain lain, bukan saja oleh Pazzini.

Mungkin inilah esensinya. Balotelli merasa gagal memberikan terbaik di laga ini. Dia merasa telah mengecewakan tak hanya tifosi Milan dan Seedorf. Tapi, dia juga telah mengecewakan dirinya sendiri. Sebab, di laga ini, pasti Balotelli berharap bisa memberikan kontribusi untuk Milan.

RAFAELA PICO dan PIA (foto:blogtivvu)
Karena Pia
Di luar itu, dalam sepekan belakangan, Balotelli memang tengah mengalami situasi yang sangat menguras emosi. Apalagi kalo bukan kepastian dirinya merupakan ayah Pia dari mantan kekasihnya Rafaela Pico, setelah melewati tes DNA. Kebetulan Pia dan sang ibu menetap di Napoli.

Dalam wawancara televisi, Balotelli mengakui, menjadi seorang ayah merupakan hal yang luar biasa. Bahkan, dia menyebut, sekarang, menulis kata “ayah” di kertas, membuat emosinya meledak.


Bisa jadi, awalnya, dia ingin membawa Milan sebagai hadiah untuk untuk si kecil Piala, yang bukan tak mungkin berada di tribune San Paolo. Namun, karena gagal, meneteslah airmata di pipi Balotelli. Tentu, sekali lagi, ini bukan “air mata buaya”.*